Selasa, 06 November 2012

UNSUR-UNSUR MANUSIA (Filsafat Ilmu)



UNSUR-UNSUR MANUSIA

Adapun unsur-unsur manusia terdiri dari Nafs, Qalb, Akal dan Ruh:
1. Nafs
            Al Quran menggunakan kata nafs dalam empat pengertian, yaitu: nafsu; nafas/nyawa; jiwa dan diri. Dalam al Quran terdapat 140 ayat yang menyebutkan kata nafs. Diantaranya dalam surat Ali Imran ayat 185 yang artinya: ”Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan”
2. Al Qalb
            Qalb berasal dari kata Qalbu yang bermakna berubah, berpindah / berbalik. Al Qalb mempunyai dua pengertian yang pertama oleh pengertian kasar dan fisik yaitu segumpal daging yang berbentuk bulat panjang, terletak di dada sebelah kiri, di dalamnya terdapat rongga-rongga yang mengandung darah hitam sebagai sumber kehidupan dan seringkali dinamakan jantung. Sedangkan arti yang kedua bersifat halus   yaitu ketuhanan dan rohaniah yaitu hakikat manusia yang dapat menangkap segala pengertian, berpengetahuan dan arif . Qalbu  memiliki kemampuan untuk mengetahui esensi sesuai, termasuk memahami kebenaran dan kekuasaan Allah yang bersembunyi dibalik peristiwa-peristiwa kemanusiaan maupun dalam ayat-ayatNya.
3. Akal
            Akal adalah anugerah Tuhan yang hanya diberikan kepada manusia, oleh karena itu akal harus digunakan agar ia tidak kehilangan ciri khas kemanusiaannya. Akal yang tidak berfungsi menjadikan Qalbu manusia tertutup sehingga manusia kehilangan kemampuan untuk memahami kebenaran sejati. Seorang yang menggunakan akal adalah seorang yang mampu melawan dan mengikuti hawa nafsunya dan hawa nafsu dapat diikat jika Qalbu manusia selalu ingat pada kekuasaan Tuhan.
4. Ruh
            Ruh adalah sesuatu yang amat penting bagi kehidupan manusia. Pengetahuan tentang ruh, tentu saja berbeda dengan pengetahuan manusia tentang jasadnya, yang bisa diraba, diukur, ditimbang bahkan difoto. Pengetahuan tantang ruh bersifat spiritual. Pengertian ruh memang sulit diberikan definisinya secara tepat, ruh sering disamakan dengan jiwa. Dalam al Quran terdapat 21 kata ruh diantaranya:

PERSEPSI AL QURAN TENTANG AKAL
Akal adalah al Hijr atau an Nuha artinya adalah kecerdasan. Sedangkan  menurut bahasa yaitu mengikat atau menawan, karena  itu seorang yang menggunakan akalnya, al aql adalah orang yang menawan atau mengikat hawa nafsunya.
Dengan demikian akal dapat juga diartikan sebagai satu potensi muhamiah untuk membedakan mana  yang batil, mana yang benar dan mana yang salah. Akal adalah penahan  hawa nafsu. Untuk mengetahui amanat dan beban kewajibannya adalah pemahaman dan pemikiran yang selalu berubah sesuai dengan masalah yang dihadapi, ia merupakan petunjuk  yang membedakan hidayah dan kesatuan. Ia adalah kesadaran batin dan penglihatan batin yang berdaya tembus melebihi penglihatan mata.
Akal dalam pengertian Islam bukanlah otak, tetapi merupakan daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya yang di dalam al Quran digambarkan memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Akal pikiran merupakan potensi ghaib yang tidak dimiliki oleh makhluk lain yang mampu menuntun kepada pemahaman diri dan alam. Ia juga mampu melawan hawa nafsu.
Akal sesungguhnya mempunyai bermacam-macam arti. Yang pertama, akal adalah sifat yang membedakan manusia dari para hewan. Dengan akal, manusia bersedia menerima berbagai macam ilmu yang memerlukan pemikiran. Yang kedua hakikat akal ialah ilmu pengetahuan yang timbul dari alam wujud. Yang ketiga ialah ilmu yang diperoleh dari pengalaman dan yang keempat adalah pengetahuan tentang akibat segala sesuatu dan mencegah hawa nafsu. Dengan demikian akal merupakan daya kekuatan untuk memperoleh segala ilmu-ilmu akal meliputi ilmu yang duniawi dan ukhrowi.
Oleh sebab itu, dalam al Quran dijelaskan bahwa akal mempunyai fungsi untuk memahami kebenaran yang fisik maupun metafisik. Dalam al Quran terdapat 49 ayat yang menjelaskan tentang penggunaan akal, yaitu aqalu 1 ayat, ta’qilun 2 ayat, na’qilu 1 ayat, ya’qilu 1ayat dan ya’qilun 22 ayat.
Dari 49 ayat yang menjelaskan tentang penggunaan akal, maka dapat ditarik pengertian bahwa akal dalam al Quran dipakai untuk memahani realitas yang kongkrit seperti proses kelahiran manusia dan alam semesta dan juga realitas ghaib, seperti kehidupan neraka, nilai-nilai moral dan untuk memahami tanda-tanda Tuhan, baik yang tersurat dalam kitab suci meupun yang tersirat dalam alam dan manusia serta kaitannya dengan al Qalb yang mempunyai kemampuan memahami realitas.

PANDANGAN ALKINDI TENTANG JIWA DAN AKAL
Jiwa merupakan suatu entitas illahi yang tidak tersusun dan kekal serta memancar dari Allah, ia bukan materi atau terbuat dari materi dan walaupun bersatu  untuk sementara waktu dengan tubuh, jiwa terpisah dan tidak tergantung kepadanya, tubuh merupakan rintangan bagi jiwa. Oleh sebab itu apabila sudah terpisah dari tubuh, jiwa dapat memperoleh pengetahuan dari segala hal dan mengetahui hal-hal yang ghaib, setelah fisik hancur jiwa kembali ke dunia akal dan dunia Allah serta bersatu denganNya.

PANDANGAN IBNU SINA TENTANG RUH
Ibnu Sina dalam melihat masalah ini mengikuti Descrates yang mengerjakan dualisme dan berpendapat bahwa tubuh dan ruh memiliki eksistensi yang terpisah dan tidak tergantung satu sama lain.
Dalam membuktikan eksistensi ruh, Descrates menggunakan metode kesangsian. Ia mengatakan bahwa: orang dapat menyangsikan segala hal kecuali dirinya, sebab merasa sangsi itu sendiri sudah merupakan bukti tentang eksistensi diri sendiri yang terkenal “aku berpikir karenanya aka ada” menunjuk pada realitas itu.
            Dalam al Quran surat as Sajadah ayat 9 dijelaskan, yang artinya:
”Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam  (tubuh)nya ruh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati (tetapi) kemu sedikit sekali bersyukur”.(As Sajadah: 9)
Hakikat ruh tidak dapat diketahui secara material karena ruh bersifat ghaib sehingga tidak dapat ditunjuk substansinya secara fisik dalam dimensi ruang dan waktu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar