UNSUR-UNSUR MANUSIA
Adapun unsur-unsur manusia terdiri dari Nafs, Qalb, Akal dan Ruh:
1. Nafs
Al Quran
menggunakan kata nafs dalam empat pengertian, yaitu: nafsu; nafas/nyawa; jiwa
dan diri. Dalam al Quran terdapat 140 ayat yang menyebutkan kata nafs. Diantaranya
dalam surat Ali
Imran ayat 185 yang artinya: ”Tiap-tiap
yang bernyawa akan merasakan”
2. Al Qalb
Qalb berasal dari
kata Qalbu yang bermakna berubah, berpindah / berbalik. Al Qalb mempunyai dua
pengertian yang pertama oleh pengertian kasar dan fisik yaitu segumpal daging
yang berbentuk bulat panjang, terletak di dada sebelah kiri, di dalamnya
terdapat rongga-rongga yang mengandung darah hitam sebagai sumber kehidupan dan
seringkali dinamakan jantung. Sedangkan arti yang kedua bersifat halus yaitu ketuhanan dan rohaniah yaitu hakikat
manusia yang dapat menangkap segala pengertian, berpengetahuan dan arif .
Qalbu memiliki kemampuan untuk
mengetahui esensi sesuai, termasuk memahami kebenaran dan kekuasaan Allah yang
bersembunyi dibalik peristiwa-peristiwa kemanusiaan maupun dalam ayat-ayatNya.
3. Akal
Akal adalah
anugerah Tuhan yang hanya diberikan kepada manusia, oleh karena itu akal harus
digunakan agar ia tidak kehilangan ciri khas kemanusiaannya. Akal yang tidak
berfungsi menjadikan Qalbu manusia tertutup sehingga manusia kehilangan
kemampuan untuk memahami kebenaran sejati. Seorang yang menggunakan akal adalah
seorang yang mampu melawan dan mengikuti hawa nafsunya dan hawa nafsu dapat
diikat jika Qalbu manusia selalu ingat pada kekuasaan Tuhan.
4. Ruh
Ruh adalah sesuatu
yang amat penting bagi kehidupan manusia. Pengetahuan tentang ruh, tentu saja
berbeda dengan pengetahuan manusia tentang jasadnya, yang bisa diraba, diukur,
ditimbang bahkan difoto. Pengetahuan tantang ruh bersifat spiritual. Pengertian
ruh memang sulit diberikan definisinya secara tepat, ruh sering disamakan
dengan jiwa. Dalam al Quran terdapat 21 kata ruh diantaranya:
PERSEPSI AL QURAN TENTANG
AKAL
Akal adalah al Hijr atau an Nuha artinya adalah
kecerdasan. Sedangkan menurut bahasa
yaitu mengikat atau menawan, karena itu
seorang yang menggunakan akalnya, al aql adalah orang yang menawan atau
mengikat hawa nafsunya.
Dengan demikian akal dapat juga diartikan sebagai satu potensi
muhamiah untuk membedakan mana yang
batil, mana yang benar dan mana yang salah. Akal adalah penahan hawa nafsu. Untuk mengetahui amanat dan beban
kewajibannya adalah pemahaman dan pemikiran yang selalu berubah sesuai dengan
masalah yang dihadapi, ia merupakan petunjuk
yang membedakan hidayah dan kesatuan. Ia adalah kesadaran batin dan
penglihatan batin yang berdaya tembus melebihi penglihatan mata.
Akal dalam pengertian Islam bukanlah otak, tetapi
merupakan daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya yang di dalam al
Quran digambarkan memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya.
Akal pikiran merupakan potensi ghaib yang tidak dimiliki oleh makhluk lain yang
mampu menuntun kepada pemahaman diri dan alam. Ia juga mampu melawan hawa
nafsu.
Akal sesungguhnya mempunyai bermacam-macam arti. Yang pertama, akal adalah sifat yang membedakan manusia dari para hewan. Dengan
akal, manusia bersedia menerima berbagai macam ilmu yang memerlukan pemikiran.
Yang kedua hakikat akal ialah ilmu
pengetahuan yang timbul dari alam wujud. Yang ketiga ialah ilmu yang diperoleh dari pengalaman dan yang keempat adalah pengetahuan tentang
akibat segala sesuatu dan mencegah hawa nafsu. Dengan demikian akal merupakan
daya kekuatan untuk memperoleh segala ilmu-ilmu akal meliputi ilmu yang duniawi
dan ukhrowi.
Oleh sebab itu, dalam al Quran dijelaskan bahwa akal
mempunyai fungsi untuk memahami kebenaran yang fisik maupun metafisik. Dalam al
Quran terdapat 49 ayat yang menjelaskan tentang penggunaan akal, yaitu aqalu 1
ayat, ta’qilun 2 ayat, na’qilu 1 ayat, ya’qilu 1ayat dan ya’qilun 22 ayat.
Dari 49 ayat yang menjelaskan tentang penggunaan akal,
maka dapat ditarik pengertian bahwa akal dalam al Quran dipakai untuk memahani
realitas yang kongkrit seperti proses kelahiran manusia dan alam semesta dan
juga realitas ghaib, seperti kehidupan neraka, nilai-nilai moral dan untuk
memahami tanda-tanda Tuhan, baik yang tersurat dalam kitab suci meupun yang
tersirat dalam alam dan manusia serta kaitannya dengan al Qalb yang mempunyai
kemampuan memahami realitas.
PANDANGAN ALKINDI TENTANG
JIWA DAN AKAL
Jiwa merupakan suatu entitas illahi yang tidak tersusun
dan kekal serta memancar dari Allah, ia bukan materi atau terbuat dari materi
dan walaupun bersatu untuk sementara
waktu dengan tubuh, jiwa terpisah dan tidak tergantung kepadanya, tubuh
merupakan rintangan bagi jiwa. Oleh sebab itu apabila sudah terpisah dari
tubuh, jiwa dapat memperoleh pengetahuan dari segala hal dan mengetahui hal-hal
yang ghaib, setelah fisik hancur jiwa kembali ke dunia akal dan dunia Allah
serta bersatu denganNya.
PANDANGAN IBNU SINA
TENTANG RUH
Ibnu Sina dalam melihat masalah ini mengikuti Descrates
yang mengerjakan dualisme dan berpendapat bahwa tubuh dan ruh memiliki
eksistensi yang terpisah dan tidak tergantung satu sama lain.
Dalam membuktikan eksistensi ruh, Descrates menggunakan
metode kesangsian. Ia mengatakan bahwa: orang
dapat menyangsikan segala hal kecuali dirinya, sebab merasa sangsi itu sendiri
sudah merupakan bukti tentang eksistensi diri sendiri yang terkenal “aku berpikir karenanya aka ada”
menunjuk pada realitas itu.
Dalam al Quran
surat as Sajadah ayat 9 dijelaskan, yang artinya:
”Kemudian Dia
menyempurnakan dan meniupkan ke dalam
(tubuh)nya ruh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati (tetapi) kemu sedikit sekali bersyukur”.(As Sajadah: 9)
Hakikat ruh tidak dapat diketahui secara material karena
ruh bersifat ghaib sehingga tidak dapat ditunjuk substansinya secara fisik
dalam dimensi ruang dan waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar