Kamis, 20 September 2012

Desain Pembelajaran (Psikologi Pendidikan)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
William J Rothwell menjelaskan hal baru tentang desain pembelajaran. Ia mengatakan bahwa desain pembelajaran bukan hanya sekedar menciptakan pembelajaran, seperti merumuskan tujuan, menentukan topik, menentukan strategi pembelajaran, mengavaluasi hasil belajar dan lain-lain. Tapi secara lebih luas, tujuan utama desain pembelajaran adalah untuk memecahkan masalah kinerja manusia. Bukankah selama ini, kita hanya tahu desain pembelajaran seperti pada pandangan pertama di atas? Penekanan pada masalah kinerja ini, memaksa desainer pembelajaran untuk memulai pekerjaannya sejak mulai analisis masalah kinerja, identifikasi akar masalah, mempertimbangkan berbagai kemungkinan solusi dan mengimplementasikan solusi yang dirancang sedemikian rupa untuk mengantisipasi konsekuensi yang tidak diharapkan.
Seorang desainer memerlukan sebuah strategi yang dapat mengantarkannya kepada kesuksesan membelajarkan. Kesuksesan ini tentunya tidak bisa didapat dengan sendirinya, melainkan dengan mempelajari keahlian sampingan atau disebut sebut sebagai teaching performance.
Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Adanya variasi model yang ada ini sebenarnya juga dapat menguntungkan semua pihak, beberapa keuntungan itu antara lain adalah dapat dipilih dan diterapkan salah satu model desain pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang dihadapi di lapangan. Selain itu juga, dapat dikembangkan dan dibuat model turunan dari model model yang telah ada, ataupun juga dapat diteliti dan dikembangkan desain yang telah ada untuk dicobakan dan diperbaiki.
Maka dari itu, penulis sangat tertarik untuk membahas tentang desain pembelajaran yang berdasarkan kompetensi, dan juga hal apa saja yang berhubungan dengan cara mendesain pembelajaran tersebut.

B. Identifikasi Masalah
1. Kemampuan guru dalam mendesain pembelajaran
2. Perencanaan pembelajaran
3. Langkah-langkah dalam mendesain pembelajaran

C. Rumusan Masalah
1. Kemampuan apa saja yang perlu dimiliki oleh guru dalam mendesain pembelajaran?
2. Mengapa merancang perencanaan pembelajaran perlu dilakukan?
3. Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan dalam mendesain pembelajaran?















BAB II
PEMBAHASAN

A. Kemampuan Guru dalam Mendesain Pembelajaran
Spencer and Spencer mendefinisikan kemampuan sebagai karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang berhubungan dengan kinerja efektiff atau superior dalam suatu pekerjaan atau situasi. R.M. Guion dalam Spencer and Spencer mendefinisikan kemampuan sebagai karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan mengindikasikan cara-cara berpikir atau berperilaku dalam segala situasi dalam waktu yang lama. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah merujuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilakunya.
Spencer and Spencer membagi lima karakteristik kompetensi sebagai berikut.
1. Motif
Motif adalah sesuatu yang orang pikirkan dan inginkan yang menyebabkan sesuatu. Contohnya, orang yang termotivasi dengan prestasi akan mengatasi segala hambatan untuk mencapai tujuan dan bertanggung jawab melaksanakannya.
2.Sifat
Sifat adalah karakteristik fisik tanggapan konsisten terhadap situasi atau informasi. Contoh penglihatan yang baik adalah kompetensi sifat fisik bagi seorang pilot. Begitu halnya dengan kontrol diri emosional dan inisiatif adalah lebih kompleks dalam merespon situasi secara konsisten. Kompetensi sifat ini sangat dibutuhkan dalam memecahkan masalah dan melaksanakan tugas.
3.Konsep diri
Konsep diri adalah sikap, nilai dan image diri seseorang. Contoh, kepercayaan diri. Kepercayaan atau keyakinan seseorang agar dia menjadi efektif dalam semua situasi adalah bagian dari konsep diri.

4.Pengetahuan
Pengetahuan adalah informasi yang seseorang miliki bidang tertentu. Contoh, pengetahuan ahli bedah terhadap urat syaraf dalam tubuh manusia.
5.Keterampilan
Keterampilan adalah kemampuan untuk melakukan tugas–tugas yang berkaitan dengan fisik dan mental. Contoh kemampuan fisik adalah keterampilan programmer computer untuk menyusun data secara beraturan.
Kemampuan berpikir secara analitis dan konseptual adalah berkaitan dengan kemampuan mental atau kognitif seseorang. Mereka juga mengkategorikan kompetensi kedalam dua bagian, yaitu Threshold competences dan differentiating competence. Threshold competences adalah karakteristik esensial (biasanya pengetahuan atau kemampuan dasar, seperti kemampuan membaca) yang seseorang butuhkan untuk menjadi efektif dalam suatu pekerjaan, tetapi bukan untuk membedakan pelaku superior dari yang rata-rata.
Perbedaan pokok antara profesi guru dengan profesi lainnya adalah terletak pada tugas dan tanggungjawabnya. Tugas dan tanggung jawab tersebut erat kaitannya dengan kemampuan yang disyaratkan untuk memangku profesi tersebut. Kemampuan dasar tersebut tidak lain adalah kompetensi guru. Kompetensi guru merupakan gambaran hakikat kualitatif dari prilaku guru atau tenaga kependidikan yang tampak sangat berarti. Prilaku disini merujuk bukan hanya pada prilaku nyata, tetapi juga meliputi hal–hal yang tidak tampak. Barlow mengemukakan bahwa kemampuan guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajibannya secara bertanggungjawab dan layak. 
Dengan demikian, kemampuan guru merupakan kapasitas internal yang dimiliki guru dalam melaksanakan tugas profesinya. Tugas professional guru bisa diukur dari seberapa jauh guru mendorong proses pelaksanaan pembelajaran yang efektif dan efisien.
Cooper, dalam Sudjana, mengemukakan empat kompetensi guru yakni (a) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkahlaku manusia, (b) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya, (c) mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat, dan bidang studi yang dibinanya, (d) mempunyai keterampilan teknik mengajar.
Ada empat yang harus dikuasai guru, yakni (a) menguasai bahan pelajaran, (b) kemampuan mendiagnosis tingkahlaku siswa, (c) kemampuan melaksanakan proses pengajaran, dan (d) kemampuan mengukur hasil belajar siswa.
Sementara Nana Sudjana telah membagi kompetensi guru dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut;
1.  Kompetensi bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan tentang belajar dan tingkahlaku individu, pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa dan pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa dan pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya.
2.  Kompetensi bidang sikap artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal berkenaan dengan tugas dan profesinya. misalnya, sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama teman profesinya dan memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
3.  Kompetensi perilaku / performance artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan / berprilaku seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat Bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menumbuhkan semangat belajar para siswa, keterampilan menyusun persiapan/perencanaan mengajar, keterampilan melaksanakan administrasi kelas dan lain-lain.
George J. Mouly mengatakan bahwa ketiga bidang tersebut (kognitif, sikap dan perilaku) mempunyai hubungan hierarkis. Artinya, saling mendasari satu sama lain. Kompetensi yang satu mendasari kompetensi lainnya.
Menurut Crow and Crow kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi:
1.  Penguasaan subjek-matter yang akan diajarkan.
2.  Keadaan fisik dan kesehatannya .
3.  Sifat–sifat pribadi dan kontrol emosinya.
4.  Memahami sifat–sifat dan perkembangan manusia.
5.  Pengetahuan dan kemampuannya untuk menerapkan prinsip–prinsip belajar.
6.  Kepekan dan aspirasinya terhadap perbedaan kebudayaan, agama dan etnis.
7.  Minatnya terhadap perbaikan professional dan pengayaan kultural yang terus–menerus dilakukan.
1. Pentingnya Desain Pembelajaran
Proses pengajaran merupakan suatu proses yang sistematis, yang tiap komponennya sangat menentukan keberhasilan belajar anak didik. Proses belajar itu saling berkaitan dan bekerjasama untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya.
Menurut Mudhafir (1990), system dapat diartikan sebagi satu kesatuan unsure-unsur yang saling berintegrasi dan berinteraksi secara fungsional yang memproses masukan menjadi keluaran. Sedangkan cirri-cirinya antara lain: (a) ada tujuan yang ingin dicapai, (b) ada fungsi-fungsi untuk mencapai tujuan, (c) ada komponen yang melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, (d) ada interaksi antar komponen, (e) ada penggabungan yang menimbulkan jalinan keterpaduan, (f) ada proses transformasi, (g) ada proses balikan untuk perbaikan, dan (h) ada daerah batasan dan lingkungan. Lebih jauh Atwi Suparman (1991) memberikan makna terhadap system yang berarti benda, peristiwa, kejadian atau cara yang terorganisasi yang terdiri dari bagiab-bagian yang lebih kecil dan seluruh bagian secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan tertentu.
Sistem pengajaran pada mata pelajaran tertentu, damana tujuan system disina adalah untuk menimbulkan belajar atau learning yang komponen-komponen belajarnnya, yaitu anak didik (siswa), pendidik, instruktur, guru, materi pengajaran, dan lingkungan pengajaran.
Agar proses pengajaran tertentu ini dapat terlaksana dengan baik, maka salah satu yang dibenahi adalah perbaikan kualitas tenaga pengajarnya.
2. Pengertian Desain Pembelajaran
Cunningham misalnya mengemukakan bahwa perencanaan itu ialah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, imajinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan prilaku dalam batas-batas yang diterima yang akan digunakan dalam penyelesaian.
Perencanaan adalah hubungan antara apa yang ada sekarang (what is) dengan bagaimana seharusnya (what should be) yang bertalian dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas, program, dan alokasi sumber. Bagai mana seharusnya mengacu pada masa yang akan datang.
Sementara itu definisi yang lain tentang perencanaan dirumuskan sangat pendek, yaitu perencanaan adalah suatu cara untuk mengantisifasi dan menyeimbangkan perubahan. Makna perencanaan disini adalah usaha mengubah organisasi agar sejalan dengan perubahan lingkungannya.
Ketiga definisi yang telah dikemukakan di atas memperlihatkan rumusan dan tekanan yang berbeda. Yang satu mencari wujud yang akan datang serta usaha untuk mencapainya, yang lain menghilangkan kesenjangan antara keadaan sekarang dan keadaan masa mendatang, dan yang satu lagi mengubah keadaan agar sejalan dengan keadaan lingkungan yang juga berubah. Meskipun demikian pada hakikatnya ketiganya adalah bermakna sama, yaitu sama-sama ingin mencari dan mencapai wujud yang akan datang, tetapi yang pertama dan yang kedua tidak dinyatakan secara eksplisit bahwa wujud yang dicari itu akibat terjadinya peubahan, termasuk dalam perubahan cita-cita.
Berdasarkan rumusan diatas, maka dapat dibuat suatu rumusan baru tentang apa itu perencanaan, yakni suatu cara yang memuaskan untuk membuat suatu kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisifatip guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

B. Perencanaan Pembelajaran
Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini secara implicit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada. Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran yang telah disusun sebelumnya (Uno, Hamza: 1998).
Dasar Perlunya Perencanaan Pembelajaran
Perlunya perencanaan pembelajaran sebagaimana disebutkan di atas, dimaksudkan agar dapat dicapai perbaikan pembelajaran. Upaya perbaikan pembelajaran ini dilakukan dengan asumsi sebagai berikut. Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya desain pembelajaran.
1.  Perbaikan Kualitas Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran dapay dijadikan titik awal dengan perbaikan desain pembelajaran, karena dalam desain pembelajaran tahapan yang akan dilakukan dosen atau guru dalam mengajar telah terancang dengan baik.
2.  Pembelajaran dirancang dengan pendekatan sistem
Pendekatan system akan memberikan peluang yang lebih besar dalam mengintegrasikan semua variable yang memengaruhi belajar.
3.  Desain pembelajaran yang mengacu pada bagimana seseorang belajar
Kualitas pembelajaran juga banyak tergantung pada bagaimana pembelajaran itu dirancang. Rancangan pembelajaran biasanya dibuat berdasarkan pendekatan perancangnya.
4.  Desain pembelajaran diacukan pada siswa perorangan
Proses pembelajaran yang dilakukan dalam suatu kelompok tertentu akan banyak menghambat karena karakteristik siswa yang tidak diperhatikan.
5.  Desain pembelajaran harus diacuhkan pada tujuan
Hasil pembelajaran mencakup hasil langsung dan hasil tak langsung (pengiring). Perancangan pembelajaran perlu memilah hasil pembelajaran yang langsung dapat diukur setelah selesai pelaksanaan pembelajaran, dan hasil pembelajaran yang dapat terukur setelah melalui keseluruhan proses pembelajaran, atau hasil pengiring.
6.  Desain pembelajaran diarahkan pada kemudahan belajar
Dengan desain pembelajaran, setiap kegiatan yang dilakukan oleh guru telah terencana, dan guru dapat dengan mudah melakukan kegiatan pembelajaran.
7.  Desain pembelajaran melibatkan variable pembelajaran
Ada tiga variable pembelajaran yang perlu dipertimbangkan dalam merancang pembelajaran, yaitu: kondisi, metode, dan hasil pembelajaran.
8.  Desain pembelajaran penetapan metode untuk mencapai tujuan
Inti dari desain pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Focus utama dalam perancangan pembelajaran adalah pada pemilihan, penetapan, dan pengembangan variable metode pembelajaran.

C. Langkah-Langkah Mendesain Pembelajaran
Berbagai model dapat dikembangkan dalam mengorganisasi pengajaran. Salah satu diantaranya adalah model Dick and Carey (1985) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengindentifikasi tujuan umum pengajaran
Setiap perancang harus mempertimbangkan secara mendalam tentang rumusan tujuan umum yang akan ditentukannya.
2. Melaksanakan analisis pengajaran
Dengan cara analisis pngajaran ini akan diidentifikasi keterampilan-keterampilan bawahan (sub ordinate skills).
3. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa
Langkah ini sangat perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas perseorangan untuk dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam mempreskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran. Aspek-apek yang diungkap dalam kegiatan ini bisa berupa bakat, motivasi belajar, gata belajar, kemampuan berpikir, minat, atau kemampuan awal.
4. Merumuskan tujuan performansi
Dick and Carey (1985) menyatakan bahwa tujuan performansi terdiri dari: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan anak didik, (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat, yang hadir pada waktu anak didik berbuat; (3) menyebutkan kreteria yang digunakan untuk menilai perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan.
5. Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan
Tes acuan patokan terdiri atas (soal-soal) yang secara langsung mengukur istilah patokan yang dideskripsikan dalam suatu perangkap tujuan khusus.
6. Mengembangkan strategi pengajaran
Dalam strategi pengajaran, menjelaskan komponen umum suatu perangkat material pengajaran dan mengembangkan materi secara procedural haruslah berdasarkan karakteristik siswa. Karena material pengajaran yang dikembangkan, pada akhirnya dimaksudkan untuk membantu siswa agar memperoleh kemudahan dalam belajaran. Komponen strategi pengajaran terdiri dari: (a) kegiatan prapembelajaran, (b) penyajian informasi, (c) peran seerta mahasiswa, (d) pengetesan, dan (e) kegiatan tindak lanjut.
7. Mengembangkan dan memilih material pengajaran
Ada tiga pola yang disarankan Dick and Carey, yaitu: (1) pengajar merancang bahan pembelajaran individual , semua tahap pembelajaran dimasukkan ke dalam bahan, kecuali prates dan pascates, (2) pengajar memilih dan mengubah bahan yang ada agar sesuai dengan strategi pengajaran, (3) pengajar tidak memakai bahan, tetapi menyampaikan semua pengajaran menurut strategi pengajaran yang telah disusunnya.
8. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
Evaluasi ini adalah salah satu langkah dalam mengembangkan desain pembelajaran yang berfungsi untuk mengumpulkan data untuk perbaikan pembelajaran.
9. Merevisi bahan pembelajaran
Langkah ini diperlukan untuk menyempurnakan bahan pembelajaran sehingga lebih menarik, efektif apabila digunakan dalam keperluan pembelajaran sehingga memudahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
10. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif dapat ditetapkan atau diberikan nilai apakah suatu desain pembelajaran, di mana dasar keputusan penilaian didasarkan pada keefektifan dan efesiensi dalam kegiatan belajar mengajar.








BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nana Sudjana telah membagi kompetensi guru dalam tiga bagian, yaitu: (1) kompetensi bidang sikap, (2) kompetensi bidang kognitif, (3) kompetensi bidang perilaku/performance.
Proses pengajaran merupakan suatu proses yang sistematis, yang tiap komponennya sangat menentukan keberhasilan belajar anak didik. Proses belajar itu saling berkaitan dan bekerjasama untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya.
Perencanaan adalah suatu cara yang memuaskan untuk membuat suatu kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisifatip guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
            Dasar perlunya perencanaan pembelajaran, yaitu: (1) perbaikan kualitas pembelajaran. (2) Pembelajaran yang dirancang dengan system. (3) Desain pembelajaran yang mengacu pada bagimana seseorang belajar. (4) Desain pembelajaran diacukan pada siswa perorangan. (5) Desain pembelajaran harus diacuhkan pada tujuan. (6) Desain pembelajaran diarahkan pada kemudahan belajar. (7) Desain pembelajaran melibatkan variable pembelajaran. (8) Desain pembelajaran penetapan metode untuk mencapai tujuan.
            Langkah-langkah model pembelajaran yang dikemukakan oleh Dick and Carey (1985): (1) mengindentifikasi tujuan umum pengajaran, (2) melaksanakan analisis pengajaran, (3) mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa, (4) merumuskan tujuan performansi, (5) mengembangkan butir-butir tes acuan patokan, (6) mengembangkan strategi pengajaran, (7) mengembangkan dan memilih material pengajaran, (8) mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif, (9) merevisi bahan pembelajaran, dan (10) mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.
B. Saran-Saran
            Sebagai seorang pendidik harus mempunyai strategi-strategi untuk meningkatkan kualitas pengajarannya. Agar tujuan pembelajaran yang sudah ditargetkan dapat tercapai, maka sudah seharusnya dilakukan desain pembelajaran seperti uraian di atas.

























DAFTAR PUSTAKA

Hamzah B. Uno, 2008, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara
http://fakultasluarkampus.net/2010/09/memahami-desain-pembelajaran/

Hadits (Sanad, Matan, dan Mukharrij)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
            Secara struktur, hadits terdiri atas tiga komponen, yakni sanad atau isnad (rantai penutur), matan (redaksi hadits), dan mukharrij (rawi). Berikut ini contoh hadits yang memuat ketiga unsur tersebut.






Artinya:
“Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ma’mur bin Rabi’i al-Qaisi, katanya telah menceritakan kepadaku Abu Hisyam al-Mahzumi dari Abu al-Wahid, yaitu Ibnu Ziyad, katanya telah menceritakan kepadaku Utsman bin Hakim, katanya telah menceritakan kepadaku Muhammad bin al-Munkadir dari Amran, dari Usman bin Affan r.a. ia berkata: ‘Barang siapa yang berwudhu dengan sempurna (sebaik-baik wudhu), keluarlah dosa-dosanya dari seluruh badannya, bahkan dari bawah kukunya’.” (H.R. Muslim)
Dari nama Muhammad bin Ma’mur bin Rabi’il Qaisi sampai dengan Usman bin Affan r.a. adalah sanad hadits tersebut. Mulai kata man tawadda’ sampai kata tahta azfarih, adalah matannya, sedangkan Imam Muslim yang dicatat di ujung hadits adalah perawinya, yang disebut juga mudawwin.

B. Identifikasi Masalah
1. Sanad Hadits
2. Matan Hadits
3. Mukharrij
4. Kedudukan Sanad dan Matan Hadits

C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sanad hadits?
2. Apa yang dimaksud dengan matan hadits?
3. Apa yang dimaksud dengan Mukharrij?
4. Bagaimana kedudukan sanad dan matan di dalam hadits?























BAB II
PEMBAHASAN

A. Sanad Hadits
1. Pengertian Sanad Hadits
Secara harfiah kata sanad berarti sandaran, pegangan (mu’tamad). Sedangkan definisi terminologisnya ada dua sebagai berikut:
1. Mata rantai orang-orang yang menyampaikan matan.
2. Jalan penghubung matan, (yang) nama-nama perawinya tersusun.
Jadi, sederet nama-nama yang mengantarkan sebuah hadits itulah yang dinamakan sanad, atau dengan sebutan lain sanad hadist.
Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam  bukunya  (kitab  hadits)  hingga  mencapai Rasulullah SAW. Sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat.
Contoh: Musaddad mengabari bahwa Yahya sebagaimana diberitakan oleh Syu’bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW beliau bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri”. (H.R. Bukhari).
Maka  sanad  hadits bersangkutan adalah  Al-Bukhari  >Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW.
Sebuah  hadits  dapat  memiliki  beberapa  sanad  dengan  jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.
Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah :
- Keutuhan sanadnya
- Jumlahnya
- Perawi akhirnya
Sebenarnya,  penggunaan  sanad  sudah  dikenal  sejak  sebelum datangnya Islam. Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu  pengetahuan  lainnya.  Akan  tetapi  mayoritas  penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.
2. Isnad, Musnid, dan Musnad
a. Isnad
            Dari segi bahasa, isnad berarti mengangkat hadist hingga pada orang yang mengucapkannya. Isnad merupakan bentuk atau proses. Sedangkan sanad adalah keadaannya. Namun demikian, sebagian dari ahli hadits menyatakan bahwa kata isnad bermakna sama dengan kata sanad, yakni merupakan jaring periwayatan hadits. Menurut Ibn al-Mubarak, isnad termasuk bagian dari agama, seandainya tidak ada isnad niscaya orang akan berbicara sembarang, menurut apa maunya.
b. Musnid
Musnid adalah  orang  yang  meriwayatkan  hadits  dengan sanadnya,  baik  mempunyai  ilmunya  maupun  tidak  kecuali  ia mengisnadkan hadits seorang diri.
c. Musnad
Adapun musnad adalah materi hadits yang diisnadkan. Dalam pengertian istilah, kata musnad mempunyai tiga makna, yaitu:
1) Kitab yang menghimpun hadits sistem periwayatan masing-masing shahabat, misalnya Musnad Imam Ahmad;
2) Hadits marfu’ yang muttashil sanadnya, maka hadits yang demikian    dinamakan hadits musnad;
3) Bermakna sanad tetapi dalam bentuk Mashdar Mim.


B. Matan Hadits
Secara harfiyah matan berasal dari bahasa Arab matn yang berarti apa saja yang menonjol dari (permukaan) bumi, berarti juga sesuatu yang tampak jelas, menonjol, punggung jalan atau bagian tanah yang keras dan menonjol ke atas, matnul-ard berarti lapisan luar/kulit bumi, dan yang berarti kuat/kokoh.
Sedangkan menurut peristilahan Ilmu Hadits, al-Badr bin Jama’ahmemberikan batasan pengertian matan yakni:
-       Matan adalah redaksi (kalam) yang berada pada ujung sanad.
-       Matan  adalah  kata-kata  (redaksi)  hadits  yang  dapat  dipahami maknanya.
Matan hadits juga disebut dengan pembicaraan atau materi berita yang diover oleh sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rasulullah SAW, sahabat ataupun  tabi’in.  Baik  isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi atau perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi SAW.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa matan adalah redaksi atau teks bagi hadist. Dari contoh sebelumnya makamatan hadits bersangkutan ialah:
"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"
Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad  atau bukan,  matan  hadist  itu  sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang atau tidak).
Selama sejarah kehaditsan, konsep ajaran yang dibawa oleh Rasul hampir semuanya dinarasikan/dibahasakan kembali oleh para sahabat dengan Faqahah dan skill kebahasaan mereka masing-masing, tak terkecuali hadits qauli yang selanjutnya diteruskan oleh generasi sesudahnya dengan kapasitas yang beragam dan sangat personal. Sehingga dapat dimaklumi jika lafazh yang merumuskan konsep ajaran tersebut banyak memiliki redaksi yang berbeda-beda sebagaimana terdokumentasikan dalam berbagai kitab koleksi dan kadang lafazhnya tidak fasih (rakikul-lafdh). Seperti itulah riwayah bil-ma’na. Sehingga merupakan kesalahan yang fatal jika seseorang mengkulturkan lafadh matan dan menganggapnya sakral. Karena hadits sangatlah berbeda dengan al-Qur’an yang qath’iyyuts-tsubut sebagaimana telah dijanjikan oleh Allah dalam surat al-Hijr ayat 9 tentang keterjaminan otentisitas al-Qur’an baik dari segi teks maupun substansi doktrinalnya.
Tata letak matan dalam struktur utuh penyajian hadits senantiasa berada pada ujung  terakhir  setelah penyebutan sanad. Kebijakan peletakan itu menunjuk fungsi sanad sebagai pengantar data mengenai proses sejarah transfer informasi hadits dari nara sumbernya. Dengan kata lain, fungsi sanad merupakan media pertanggungjawaban ilmiah bagi asal-usul fakta kesejarahan teks hadits.

C. Mukharrij
Makna harfiah kata mukharrij yang berasal dari kata kharraja adalah orang yang mengeluarkan. Makna tersebut juga bisa didatangkan dari kata akhraja dengan isin fa’ilnya mukhrij. Menurut para ahli hadits, yang dimaksud dengan mukharrij adalah sebagai berikut: (Mukhrij atau mukharrij: orang yang berperan dalam pengumpulan hadits). Dapat juga didefinisikan Mukharrijul Hadits adalah orang yang menyebutkan perawi hadits. Istilah ini berbeda dengan al-muhdits/al-muhaddits yang memiliki keahlian tentang proses perjalanan hadits serta banyak mengetahui nama-nama perawi, matann-matan dengan jalur-jalur periwayatannya, dan kelemahan hadits.
            Siapapun dapat disebut sebagai mukharrij ketika ia menginformasikan sebuah hadits baik dalam bentuk lisan maupun tulisan dengan menyertakan sanadnya secara lengkap sebagai bukti yang dapat dipertanggnung jawabkan tentang kesejarahan transmisi hadits. Yang pasti, mukharrij merupakan perwi terakhir (orang yang terakhir kali menginformasikan ) dalam silsilah mata rantai sanad.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa apa yang dimaksud denganmukharrij atau mukhrij adalah perawi hadits (rawi), atau orang-orang yang telah berhasil menyusun kitab berupa kumpulan hadits, seperti al-Bukhari, Muslim, Malik, Ahmad, dsb. Dalam contoh hadits di atas al-Bukhari adalah seorang mukharrij / mukhrij / rawi bagi sebuah hadits.
Setiap orang yang bergelut dalam bidang hadits dapat digolongkan menjadi beberapa tingkatan antara lain sebagai berikut:
1. Al-Talib; adalah orang yang sedang belajar hadits.
2. Al-Muhadditsun; adalah orang yang mendalami dan menganalisis hadits dari segi riwayah dan dirayah.
3. Al-Hafidz; adalah orang yang hafal minimal 100.000 hadits.
4. Al-Hujjah; adalah orang yang hafal minimal 300.000 hadits.
5. Al-Hakim; adalah orang yang menguasai hal-hal yang berhubungan dengan hadits secara keseluruhan baik ilmu maupun mushthalahul hadits.
6. Amirul Mu’minin fil hadits; ini adalah tingkatan yang paling tinngi.
Menurut syeikh Fathuddin bin Sayyid al-Naas, al-muhaddits pada zaman sekarang adalah orang yang bergelut/sibuk mempelajari hadits baik riwayah maupun dirayah, mengkombinasikan perawinya dengan mempelajari para perawi yang semasa dengan perawi lain sampai mendalam, sehingga ia mampu mengetahui guru dan gurunya guru perawi sampai seterusnya.

D. Kedudukan Sanad dan Matan Hadits
            Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting karena hadits yang diperoleh/diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan hadits, dapat diketahui hadits yang dapat diterima atau ditolak dan hadits yang shahih atau tidak shahih untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum Islam.
            Para ahli hadits sangat berhati-hati dalm menerima suatu hadits, kecuali apabila mengenal dari siapa perawi hadits tersebut menerima hadits tersebut dan sumber yang disebutkan benar-benar dapat dipercaya.
            Pada masa Abu Bakar r.a. dan Umar r.a., periwayatan hadits diawasi secara hati-hati dan suatu hadits tidak akan diterima jika tidak disaksikan kebenarannya oleh orang lain. Ali tidak menerima hadits sebelum orang itu disumpah.
            Perhatian sanad di masa sahabat, yaitu dengan menghapal sanad-sanad itu dan mereka mempunyai daya ingat yang luar biasa. Maka terpeliharalah sunnah Rasul dari tangan-tangan ahli bid’ah dan para pendusta.
            Ibn Hazm mengatakan bahwa nukilan orang kepercayaan dari orang yang dipercaya hingga sampai kepada Nabi SAW dengan bersambung-sambung para perawinya adalah suatu keistimewaan dari Allah, khususnya orang islam.








BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara struktur, hadits terdiri atas tiga komponen, yakni sanad atau isnad (rantai penutur), matan (redaksi hadits), dan mukharrij (rawi). Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Matan adalah redaksi/isi dari hadist. Mukhrij atau mukharrij: orang yang berperan dalam pengumpulan hadits.
Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting karena hadits yang diperoleh/diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan hadits, dapat diketahui hadits yang dapat diterima atau ditolak dan hadits yang shahih atau tidak shahih untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum Islam.
















DAFTAR PUSTAKA

Solahudin, M. dkk, 2009, Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia
Mudasir, H. dkk, 2008, Ilmu Hadis. Bandung: Pustaka Setia
Munzier Suparta, 2006. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
http://www.linkpdf.com/download/dl/struktur-hadits-.pdf