Jumat, 26 Oktober 2012

GOOD GOVERNANCE (Civic Education)

GOOD GOVERNANCE


URGENSI DAN PENGERTIAN
Sebelum masa reformasi pemerintahan bangsa Indonesia ditandai dengan maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal ini telah menyebabkan lahirnya sebuah gagasan baru dalam pemikiran bangsa Indonesia yang disebut dengan reformasi. Di era reformasi ini ada sebuah wacana yang terkenal di kalangan bangsa Indonesia maupun seluruh negara-negara di dunia yaitu Good Governance. Istilah ini berangsur mulai populer dikalangan pemerintahan, swasta, maupun masyarakat umum.
Good Governance pertama kali di populerkan oleh lembaga-lembaga dana dunia seperti IMF, UNDP, dan World Bank dengan tujuan untuk menjaga kelangsungan mereka dalam memberikan bantuan kepada negara-negara sasaran terutama negara berkembang. Karena tanpa adanya program ini bantuan yang mereka canangkan tidak akan berhasil.
Ada tiga sebab mengapa istilah ini mendapat relevansi di Indonesia:
1. krisis ekonomi dan politik yang terus-menerus dan tiada tanda-tanda akan berakhir.
2. masih adanya KKN dalam pemerintahan bangsa Indonesia.
3. kebijakan otonomi daerah yang merupakan harapan bear bans Indonesia tapi juga
    kekhwatiran gagalnya program tersebut.
Disamping itu belum optimalnya layanan birokrasi dari pemerintahan maupun sektor swasta kepada masyarakat.
    Setiap orang memiliki pengertian yang berbeda dalam mengertikan istilan ini. Jika ditinjau dari arti asli Governance yaitu “Governing” maka istilah ini adalah tindakan yang didasarkan pada sifat untuk mengarahkan, mengendalikan, dan mempengaruhi masyarakat publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam bertindak dan kehidupan sehari-hari. Good Governance tidak hanya dilakukan oleh pemerintahan saja tapi juga oleh semua pihak termasuk swasta maupun LSM yang memiliki semangat untuk menyelenggarakannya pada negara.
     Arti yang kedua adalah sebagai pelaksanaan pemerintahan demokrasi seperti yang ada di negara-negara Eropa dan Amerika. Demokrasi merupakan sistem pemrintahan yang baik dalam memujudkan Good Governance secara normatif untuk mensukseskan bantuan lembaga dunia. Ia juga alternatif adanya maraknya komunisme dan otoritasnisme yang pernah populer di masa silam.
    Istilah ini merupakan rekomendasi untuk kesetaraan antara pemerintahan pusat maupun masyarakat lapisan bawah. Kesetaraan ini merupakan kesepakatan yang mencangkup seluruh mekanisme, proses dan lembaga dimana masyarakat mengutarakan kepentingannya, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan sebagai jembatan perbedaan. Pengertian lainnya adalah pelaksanaan politik, ekonomi dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan disebut baik jika dilakukan secara efisien, efektif dn respontatif  terhadap kebutuhan masyarakat yang demokratis, akuntabel dan transparan.
    Suatu pemerintahan dikatakan baik apabila:
- Baik dalam ukuran proses maupun hasilnya.
- Semua unsur pemerintahan bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan,             mendapat dukungan rakyat dan lepas dari gerakan anarkis yang bisa menghambat  proses dan laju pembangunan.
- Biaya pembangunan dibuat seminimal mungkin menuju cita kesejahteraan dan kemakmuran sebagai basis model pemeintahan.
- Produktif dan memperlihatkan kemampuan ekonomi rakyat meningkat baik produktifitas maupun daya belinya
- Kesejahteraan spiritual dengan adanya rasa aman, tenang dan bahagia serta sense of nationality yang baik.
Good Governance dapat terwujud bila seluruh pihak baik pemerintahan, swasta dan masyarakat madani berjalan dengan baik.


PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE
1. PARTISIPASI (PARTICIPATION)
    Semua warga negara berhak ikut dalam pengambilan keputusan baik secara langsung maupun di wakili oleh lembaga perwakilannya. Untuk mendorong adanya partisipasi masyarakat dalam semua aspek kehidupan berbangsa perlu adanya regulasi birokrasi yang diminimalisir. Sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Untuk itu  pemerintah harus melayani masarakat secara adil, bebas, efektif dan efisien. Dengan begitu partisipasi masyarakat akan besar terhadap kehidupan bernegara.


2. PENEGAKAN HUKUM (RULE OF LAW)
    Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan kebijakan publik  harus ada sistem dan aturan hukum. Karena tanpa kedua hal itu partisipasi akan berubah menjadi anarkis.
Karakter-karakter untuk menegakkan rule of law antara lain:
a. Supremasi hukum (the supremacy of law)
b. Kepastian hukum (leyal certainty)
c. Hukum yang responsif
d. Penegakkan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif
e. Independensi peradilan

3. TRANSPARANSI (TRANSPARENCY)
    Sebuah pengalaman masa silam yang sangat buruk, yaitu maraknya korupsi pada masa orde baru telah menimbulkan adanya Good Governance. Salah satu penyebab korupsi adalah tidak adanya transparan dalam pemerintahan. Oleh karena itu PBB menyarankan untuk memberantas korupsi dan mengadakan pemerintahan yang transparan khususnya pada lembaga-lembaga keuangan negara dan sektor publik. Korupsi telahmenimbulkan efek metastarik yaitu penyebaran dari ke seluruh elemen birokrasi mulai dari pusat sampai ke tingkat daerah. Aspek-aspek yang harus dilakukan secara transparan:
- Penetapan posisi, jabatan atau kedudukan
- Kekayaan pejabat publik
- Pemberian penghargaan
- Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
- Kesehatan
- Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik
- Keamanan dan ketertiban
- Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.

4. RESPONSIF (RESPONSIVENESS)
    Yaitu pemerintah harus peka dan cepat tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat. Pemerintah harus memiliki dua etik. Etik individual menuntut mereka memiliki kapabilitas dan loyalitas profesional. Dan etik sosial agar memiliki sensifitas terhadap berbagai kebutuhan publik. Pemerintah harus memiliki kebijakan yang humanis kepada seluruh kelompok sosial tanpa memandanng bulu.

5. KONSENSUS (CONSENSUS ORIANTION)
    Konsensus adalah pengambilan keputusan dengan musyawarah dan berdasar kesepakatan bersama. Keputusan ini harus dapat memuaskan semua pihak sehingga dapat bersifat memaksa untuk mewujudkan efektifitas pelaksanaan keputusan. Namun semua itu juga tidak lepas dari parsitipasi masyarakat dalam pelaksanaan pemeritahan.

7. EFEKTIFITAS (EFECTIVENESS) DAN EFISIENSI (EFFICIENCY)
        Efektivitas diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepada kepentingan masyarakat. Efisiensi diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat. Efektivitas memiliki  makna ganda. Yakni dalam pelaksanaan proses pekerjaan , baik oleh pejabat publik maupun oleh masyarakat, dan dalam konteks hasil, mampu memberikan kesejahteraan kepada seluruh lapisan sosial. Efisiensi  juga mencangkup efisiensi teknis, ongkos dan kesejahteraan.
    Peningkatan efektivitas pemerintahan harus dilakukan secara komprehensif, tidak sekedar rekayasa yang nantinya tidak menimbulkan berbagai masalah dalam pelaksanan pemerintahan. Oleh karena itu pelaksanaan demokrasi harus di tata sedemikian rupa agar dapat berjalan dengan baik.

8. AKUNTABILITAS (ACCOUTABILITY)
    Azas akuntabilitas berarti pertanggung jawaban pejabat publik kepada masyarakat terhadap kewenangan yang di berikan kepada mereka. Hal ini dilakukan agar para pejabat publik selalu terkontrol dan tidak memiliki peluang untuk melakukan penyimpangan KKN. Akuntabilitas memiliki dua dimensi:
akuntanilitas vertikal: - hubungan antara peguasa dengan rakyatnya, rakyat melalui  lembaga yang dipercayanya berhak minta pertanggungjawaban kepada pemimpinnya.
                                   - setiap pejabat harus bertangung jawab kepada atasanya mengenai kebijakan dan pelaksanaan tugas-tugasnya.
akuntabilitas horisontal: -pejabat publik bertanggug jawab kepada lembaga-lembaga yang setara.
Selain itu pejabat publik juga harus memiliki akuntabilitas profesional dan personal dalam segala aspek kebijakan dan seluruh kegiatannya.

9. VISI STRATEGIS (STRATEGIC VISION)
    Visi strategis adalah pandangan atau rencana yang strategis untuk menghadapi tantangan masa datang. Hal ini disebabkan semakin majunya IPTEK dan jika tidak diimbangi  dengan rencana yang strategis maka negara akan menjadi tertinggal dengan negara-negara lain yang jauh lebih maju. Untuk itu bangsa Indonesia harus memiliki rencana-rencana yang tepat untuk persiapan masa yang akan depan dan bisa dilakukan sekarang.  
    Langkah-langkah yang bisa diambil untuk mewujudkan Good Governance:
1. Penguatan Fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan
    Lembaga perwakilan rakyat harus mampu menyerap dan mengartikulasikan semua aspirasi rakyat  dalam berbagai progam pembangunan dan mampu mendelegasikannya kepada pihak eksekutif untuk merancang program sesuai rumusan yang telah ditetapkan dalam lembaga perwakilan tersebut. Di samping itu lembaga perwakilan juga harus selalu mengontrol badan eksekutif agar semua aspirasi rakyat dapat terlaksana sesuai dengan harapan rakyat Fungsi kontrol DPR dan DPRD juga dilakukan untuk mengawasi pelaksanaannya agar badan eksekutif tidak melakukan penyelewengan dalam melakukan tugasnya sehingga tewujud pemerintahan yang bersih, legitimal dan dapat menggerakkan partisipasi rakyat dalam pembangunan    
    Pada masa orde baru semua fungsi itu tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini karena pada masa orde baru presiden berkuasa penuh dalam semua aspek pemerintahan. Sehingga pada masa reformasi berakhirlah semua itu dan tugas-tugas badan-badan legislatif dapat berjalan baik.

2. Kemandirian Lembaga Peradilan
    Masa orde baru adalah sebuah pemerintahan Indonesia yang paling buruk. Karena badan yudikatif dikekang oleh badan eksekutif, sehingga jaksa dan hakim dan polisi tidak dapat menetapkan suatu perkara dengan leluasa dan tepat. Bahkan era reformasi sendiri belum mampu menunjukkan peran badan peradilan sebagaimana mestinya. Posisi hakim masih ambigu antara badan yudikatif dan sebagai tangan panjang eksekutif. UU No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dari KKN belum berjalan baik. Sehingga para kaum akademik dan praktisi hukum memberikan wacana Good Governance dalam pemerintahan Indonesia.   

3. Aparatur Pemerintah yang Profesional dan penuh Integritas
    Birokrasi Indonesia yang buruk telah memberi peluang pada para pejabat untuk melakukan tindakan KKN. Adanya pembaharuan dalam jajaran pejabat birokrasi merupakan wujud dari cita-cita Good Governance. Pejabat birokrasi harus di isi oleh orang-orang yang baik dan profesional dan anti korupsi. Maka dari ituparadigma pengembangan birokrasi ke depan harus diubah ke birokrasi populis, yaitu pejabat birokrasi yang memiliki rasa peka terhadap aspirasi rakyat dan memiliki integritas untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada rakyat.

4. Masyarakat Madani (Civic Society) yang Kuat dan Partisipatif
    Proses pembanguan Indonesia akan berjalan lambat tanpa adanya partisipasi masyarakat. Karena potensi SDM yang besar adalah terletak pada masyarakat. Maka berbagai kebijakan hukum harus memberi peluang pada masyarakat untuk memberikan partisipasi dalam semua aspek kehidupan berbangsa. Baik dalam hal politik, ekonomi dan mengenai kebijakan publik yang lain. Masyarakat memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan kritikan terhadap semua kebijakan pemerintah baik secara langsung maupun melalui badan-badan perwakilan yang di percaya oleh rakyat.

5. Penguatan Upaya Otonomi Daerah
    Sebuah citra buruk orde baru adalah sentralisasi pemerintahan daerah kepada pusat, termasuk dalam pengelolaan potensi yang ada di daerah. Sehingga daerah-daerah yang kaya justru menjadi miskin karena kekayaan mereka dikeruk hanya untuk pembangunan di pusat. Akibatnya banyak daerah yang memberontak karena mereka merasa di jajah oleh pusat.
    UU No 22 tahun 1999, telah melahirkan reformasi besar dalam pemerintahan Indonesia yaitu adanya otonomi daerah. Dengan begitu daerah dapat dengan leluasa dan semangat untuk mengembangkan dirinya. Bahkan daerah yang miskin akan memacu dirinya untuk meningkatkan pendapatan daerah. Untuk itu selain meningkatkan SDM masyarakat pejabat DPRD haruslah orang yang kuat, karena jalannya pemerintahan sangat bergantung pada kekuatan lembaga badan perwakilannya dalam menjalankan tugasnya dalam menampung aspirasi rakyat.
       
   
GOOD GOVERNANCE DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH
    Desentralisasi merupakan persyaratan bagi terwujudnya Good Governance. Alasanya adalah bahwa daerah juga ikut andil dalam pembagian kekuasaan dan pemerintah daerah akan memelihara berbagai penerimaan masyarakat terhadap demokrasi.
    Perubahan pemerintahan dari sentralisasi menuju desentralisasi harus dengan perubahan manajemen pemarintahan daerah. Perubahan ini ditandai dengan perubahan manajemen yang berorentasi pada kepentingan internal organisasi pemerintah ke kepentingan eksternal disertai dengan peningkatan pelayanan dan pendelegasian sebagian tugas pelayanan pemerintah kepada rakyat,
    Pelaksanaan otonomi daerah tidak akan berjalan baik jika tidak dilaksanakan sesuai prinsip Good Governance. Dan terbentuknya otonomi daerah akan memberikan ruang yang kondusif bagi terciptanya Good Governance.
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar