GOLONGAN SYI’AH DALAM MASYARAKAT ISLAM
A.PENGERTIAN DAN ASAL-USUL KEMUNCULAN SYIAH
Secara bahasa Syi’ah berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok. Sedangkan secara terminologis syi’ah adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan nabi Muhammad SAW, atau orang yang disebut dengan ahlul bait. Mereka menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahlul bait atau pengikutnya. Golongan syi’ah beranggapan bahwa segala petunjuk-petunjuk keagamaan itu bersumber dari ahlul bait.
Mengenai kemunculan syi’ah dalam sejarah, terdapat beberapa perbedaaan di kalangan para ahli. Menurut Abu Zahrah syi’ah mulai muncul pada masa terakhir pemerintahan Usman bin Affan. Kemudian tumbuh dan berkembang pada masa Ali bin Abi Thalib. Menurut Thabathbai, istilah syi’ah untuk pertama kalinya ditujukan pada para pengikut Ali (syi’ah Ali), pemimpin pertama ahlul bait pada masa nabi Muhammad SAW. Para pengikut Ali yang di sebut syi’ah itu diantaranya adalah Abu Dzar Al-Ghiffari, Miqad bin Al-Aswad, dan Amar bin Yasir.
Sedangkan dalam kitab musnad Al-Imam Zaid karya Abdullah Aziz bin Ishaq Al-Baghdadiy istilah syi’ah adalah segolongan orang muslim yang mencintai ALi bin Abi Thalib secara berlebih-lebihan, yang juga lazim dikenakan kaum Rowidfidh, salah satu sekte syi’ah. Setiap mukmin dan muslim yang mencintai imam Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan hadist nabi, “kecintaan kepada Ali adalah iman, dan membenci Ali adalah nifaq (kemunafikan). Adapun menurut Watt, syiah muncul ketika terjadi peperangan antara Ali dan Muawiyah yang dikenal dengan perang Shiffin. Dalam parang ini kelompok muawiyah mengadakan arbitrase terhadap Ali, dan sebagai respon kelompok Ali pecah menjadi dua golongan yaitu golongan Khawarij dan golongan Syiah.
Sedangkan menurut syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan syiah berkaitan dengan masalah pergantian (khilafah) nabi SAW. Mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin khathab, dan Usman bin Affan, karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib yang berhak menggantikan nabi. Karena ketika nabi Muhammad mendapat perintah untuk menyampaikan dakwah kepada kerabatnya, yang menerima pertama kali adalah Ali bin Abi Thalib. Sedangkan nabi pernah bersabda, orang yang pertama memenuhi ajakannya akan menjadi penerus atau pewarisnya.
Bukti sahnya Ali sebagai pengganti nabi adalah peristiwa Ghadir Kumm. Ketika nabi kembali dari hajji terakhir dalam perjalanan dari mekkah ke madinah, di suatu padang pasir yang bernama Ghadir Kumm, nabi memilih Ali sebagai penggantinya dihadapan masa yang penuh sesak menyertai beliau. Pada peristiwa itu nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagai pemimpin umum umat (walyath’i ‘ammali), tetapi jaga menjadikan Ali sebagai nabi itu sendiri, sebagai pelindung (wali) mereka. Namun, ketika nabi wafat dan ketika itu jasadnya belum dimakamkan, anggota keluarga dan beberapa sahabat sibuk dengan mempersiapkan upacara pemakaman, para pengikut Ali ada yang mendengar kabar adanya kelompok lain yang telah pergi ke masjid, mereka berkumpul menghadapi hilangnya pemimpin yang tiba-tiba. Mereka dengan tergesa-gesa memilih pemimpin kaum muslim yang baru dengan maksud menjaga kesejahteraan umat dan memecahkan masalah mereka saat itu. Mereka melakukan itu tanpa berunding dengan ahlul bait atau pun para sahabat yang sedang sibuk.
Berdasarkan realitas itulah, muncul di kalangan muslimin yang menentang kekhalifahan dan menolaknya. Mereka tetap berpendapat yang berhak menggantikan nabi dan penguasa keagamaan yang sah adalah Ali. Mereka berkeyakinana semua persoalan kerohanian dan agama harus merujuk kepadanya serta mengajak masyarakat untuk mengikutinya, inilah kemudian yang disebut dengan syi’ah. Nashr mengatakan bahwa, sebab munculnya golongan syi’ah terletak pada kenyataan kemungkinan ini ada dalam wahyu islam sendiri, jadi harus diwujudkan.
Adapum kaum syiah, berdasarkan hadist-hadist yang mereka terima dari ahlul bait berpendapat bahwa perpecahan itu sudah mulai ketika Nabi SAW wafat dan khalifah jatuh pada Abu Bakar, lalu terbentuklah syi’ah. Bagi mereka sejak kepemimpinan khulafaur rosyiddin kelompok sudah syi’ah ada. Syi’ah mendapatkan pengikut yang besar terutama pada masa dinasti Umayah. Menurut Abu Zahrah hal ini disebabkan dari perlakuan kasar dan kejam dinasti ini pada ahlul bait. Diantara kekerasan itu adalah ketika masa Yazid bin Muawiyah, beliau memerintahkan Ibnu ziyad dan pasukannya untuk memenggal kepala Husain bin Ali di Karbala.
Dalam perkembangannya, selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahlul bait di hadapan dinasti Ammawiyah, dan Abbasiyah, syi’ah juga mengembangkan doktrin-doktrinnya sendiri. Berkaitan dengan teologi, mereka mempunyai rukun iman yakni tauhid (kepercayaan kepada keesaan Allah), nubuwwah (kepercayaan kepada kenabian), ma’ad (kepercayaan akan adanya hidup di akhirat), imamah (kepercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan hak ahlul bait), dan adl (keadilan ilahi).
Dalam perjalanan sejarah kelompok ini akhirnya terpecah menjadi beberapa sekte,diantaranya adalah itsna asy’ariyah, sab’iyah, zaidiyah, dan ghullat.
B. SEKTE-SEKTE SYI’AH
SYI’AH ISTNA ASYARIYAH (syi’ah dua belas/ syi’ah imamiah)
a. Asal-usul
Dinamakan syiah imamiyah karena yang menjadi dasar akidahnya adalah persoalan imam dalam arti pemimpin religio politik, yakni Ali berhak menjadi khalifah bukan hanya karena kecakapannya dan kemuliaan akhlaknya. Syi’ah Itsna Asyariyah sepakat bahwa Ali adalah penerima wasiat nabi Muhammad SAW seperti yang ditunjukkan nas.
Adapun Al-ausiya (pewaris) setelah Ali adalah keturunan dari garis Fatimah, yaitu Hasan, Husein, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Abdullah Ja’far Ash-Shidiq, Musa Al-KHazim, Ali Ar-Ridha, Muhamad Al-Jawwad, Ali Al-Hadi, Hasan Al-Askari dan Muhammad Al-Mahdi. Pengikut sekte ini beranggapan bahwa imam kedua belas, Muhammad Al-Mahdi dinyatakan ghaibah, yang bersembunyi di bawah tanah di rumah ayahnya di Samara dan tidak kembali dan kembalinya selalu ditunggu oleh mereka. Cirri khas kehadiranya adalah sebagai ratu adil yang akan turun di akhir zaman. Oleh karena itu Muhammad Al-Mahdi dijuluki sebagai Imam Mahdi Al-Muntadzar
b. Doktrin Syi’ah Itsna Asyariyah
Sekte ini mengenal konsep Ushuluddin yang menjadi akar atau pondasi pragmatisme dan mempunyai lima akar:
Tauhid (The Devine Unity)
Tuhan adalah Esa baik esensi maupun eksistensi-Nya. keEsaan Tuhan adalah mutlak dan tidak murraqab, Tuhan adalah qadim, Ia bereksisitensi dengan sendirinya, sebelum ada ruang dan waktu, ruang dan waktu diciptakan oleh Tuhan.
Keadilan (The Devine Justice)
Tuhan menciptakan kebaikan di dunia ini adalah keadilan. Ia tidak pernah menghiasi ciptaan-Nya dengan ketidakadilan dan kezaliman terhadap yang lain adalah kebodohan dan ketidakmampuan dan sifatnya ini jauh dari keabsolutan dan kehendak Tuhan. Manusia diberikan segalanya oleh Tuhan, jadi manusia dapat menfaatkan potensi berkehendak sebagai anugerah Tuhan untuk mewujudkan dan bertanggung jawab atas perbuatannya.
Nubuwwah (Apostleship)
Rasul merupakan petunjuk haqiqi utusan Tuhan yang secara transenden diutus untuk memberikan acuan dalam membedakan antara yang baik dan yang buruk di alam semesta. Tuhan telah mengutus 124.000 Rasul untuk memberikan petunjuk kepada manusia.
Ma’ad (the Last Day)
Ma’ad adalah hari akhir untuk menghadap pengadilan Tuhan di akhirat, mati adalah periode transit dari kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat.
Imamah (The Devine Guidance)
Imamah adalah institusi yang di inagurasikan Tuhan untuk memberikan petunjuk manusia yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan didelegasikan kepada keturunan Muhammad sebagai nabi dan Rasul terakhir.
SYI’AH SAB’IYAH (syi’ah tujuh)
Asal-usul
Istilah Syi’ah Sab’iyah (syi’ah tujuh) dianalogikan dengan Syi’ah Itsna Asyariyah. Istilah itu memberikan pengertian bahwa sekte Syi’ah Sab’iyah hanya mengakui tujuh imam,yaitu Ali,Hasan,Husein,Ali Zaenal Abidin,Muhammad Abidin,Muhammad Al-bBaqir,Ja’far Ash-Ashadiq,dan ismail bin Ja’far.karena dinisbatkan pada imam ketujuh,Ismail bin Ja’far Ash-Shadiq,Syi’ah Sab’iyah disebut juga Syi’ah Ismailiyah.
Berbeda dengan Syi’ah Sab’iyah, Syiah Itsna Asyariyah membatalkan Ismail bin Ja’far sebagai imam ketujuh karena selain memiliki kebiasaan buruk juga karena ia wafat (143 H/760 M) mendahului ayahnya, ja’far (wafat 765 M) sebagai gantinya adalah Musa Al-Kadzim, adik Ismail.
Doktrin Imamah Syi’ah Sab’iyah
Sekte ini percaya bahwa Islam dibangun dengan tujuh pilar. Seperti yang dijelaskan al-Qadhim An-Nu’man dalam Da’aim Al-Islam, tujuh pilar tersebut adalah: iman, thaharah, shalat, zakat, puasa, haji, dan jihad. Iman berarti iman kepada Allah, surga, neraka, hari kebangkitan, hari pengadilan, pada imam (percaya, mengetahui dan membenarkan imam zaman). keimanan hanya dapat diterima apabila sesuai dengan keyakinan mereka, yakni melalui walayah (kesetiaan) pada imam zaman. Imam adalah seseorang yang menuntun umatnya pada pengetahuan, dengan pengetahuan itu seorang muslim akan jadi mukmin yang sebenar-benarnya.
Syarat-syarat seorang imam:
Berasal dari keturunan Ali melalui perkawinan dengan Fatimah.
Beda dengan aliran Kaisaniyah, pengikut Mukhtar Ats-Tsaqafi mempropagandakan bahwa imam harus dari keturunan Ali melalui pernikahan dengan wanita dari bani Hanifah dan punya anak bernama Muhammad bin al-Hanifah.
Harus berdasarkan penunjukan.
Jatuh pada anak tertua.
Imam harus maksum (terjaga dari dosa).
Harus dijabat orang yang paling baik.
Berpengetahuan ilmu (ilmu lahir/eksoterik dan ilmu batin/esoterik) dan pengetahuan walayah, yaitu pengetahuan esoterik untuk menuntun manusia ke dalam rahasia-rahasia Tuhan.
Keimanan Sab’iyah terpengaruh oleh filsafat neo-platonisme, terutama teori emanasinya. Hahikat emanasi adalah korespondensi Tuhan dengan manusia. Imam mendapat tetesan ilahi (devine grace). Ucapan seorang imam sepenuhnya merupakan nas syara’ dan wajib dilaksanakan. Imam memiliki posisi netral, kepatuhan dan pengabdian kepada imam dipandang sebagai prinsip dalam menerima ajaran suci imam.
Sepeninnnggal Ismail, imam-imam selanjutnya merupakan imam tersembunyi sampai berdiri Daulah Fatimiyah (909 M). Tersembunyinya imam tidak menghalangi untuk jadi imam dan tetap harus dipatuhi.
Ajaran lainnya
Perbedaan Syi’ah Sab’iyah dengan yang lain adalah pada kemaksuman imam. Salah satu sekte Sab’iyah berpendapat bahwa Tuhan mengambil tempat dalam diri imam. Oleh karena itu imam harus disembah. Salah seorang khalifah Dinasti fatimiyah, Al-Hakim bin Amrullah berkeyakinan bahwa dalam dirinya terdapat Tuhan dan memaksa rakyat untuk menyembahnya. Menurut Sab’iyah, Al-Qur’an memiliki makna batin selain makna lahir. Segi lahir tersurat dari syariat itu untuk orang awam yang kecerdasannya terbatas dan tidak memiliki kesempurnaan rohani. Dengan prinsip takwil, mereka menakwilkan ayat tentang puasa dengan menahan diri dari menyiarkan rahasia imam dan ayat haji ditakwilkan dengan mengunjungi imam. Bahkan ada yang menggugurkan kewajiban ibadah, mereka adalah yang telah mengenal imam dan telah mengetahui takwil dari imam. Mengenai sifat Allah mereka meniadakan sifat dari zat Allah.
SYI’AH ZAIDIYAH
a. Asal-usul
Disebut Zaidiyah karena sekte ini mengakui Zaid bin Ali sebagai imam kelima, putra imam keempat, Ali Zainal Abidin. kelompok ini berbeda dengan sekte sy’iah lain yang mengakui Muhammad Al-Baqir, putra Zainal Abidin yang lain sebagai imam kelima. Sekte ini merupakan syi’ah yang moderat. Abu Zahrah mengatakan bahwa sekte ini yang mendekati sunni.
b. Imamah menurut Zaidiyah
Syi’ah ini mengembangkan imamah yang tipikal. Mereka menolak bahwa imam mewarisi kepemimpinan Nabi SAW. Syiah ini mencita-citakan keimaman yang aktif, menurut mereka imam bukan hanya memiliki kekuatan batin tapi juga bersedia mengadakan perlawanan demi cita-cita suci hingga dihormati umatnya. Imam adalah pemimpin dan guru bagi kaum muslimin, aktif di tengah kehidupan, berjuang terang-terangan demi cita-citanya. Dengan begitu imam sebagai pemimpin politik dan keagamaan yang secara konkret berjuang demi umat daripada sebagai tokoh yang adi kodrati yang bersih tanpa dosa.
Ciri-ciri seorang imam:
Keturunan ahlul bait baik dari Hasan atau Husein, hal ini menunjukkan bahwa mereka menolak sistem pewarisan dan nas kepemimpinan.
Mampu mengangkat senjata untuk mempertahankan diri, berarti mereka menolak mahidisme yang merupakan ciri syiah lainnya, baik yang gaib maupun yang di bawah umur. Bagi mereka pemimpin yang menegakkan kebenaran dan keadilan adalah mahdi.
Berpengetahuan dan dapat dibuktikan melalui ide dan karya dalam bidang keagamaan. Mereka menolak kemaksuman imam dan mengembangkan doktrin bahwa imam dapat dipilih meskipum mafdul (bukan yang terbaik). Sehingga sekte ini sering mengalami krisisi imam. Penyebab krisis itu adalah: Pertama, terdapat beberapa pemimpin yang memproklamirkan diri atau pantas diangkat menjadi imam. Kedua, tak seorangpun yang memproklamirkan diri atau pantas menjadi imam.
Doktrin lainnya
Sekte ini berpendapat bahwa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khatab adalah sah dalam sudut pandang Islam. Mereka percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka jika ia belum bertaubat dengan sungguh-sungguh. Mereka juga menolak nikah mut’ah dan doktrin taqiyah.
SYI’AH GHULAT
Asal-usul
Istilah ghullat berasal dari kata ghala-yaghulu-ghuluw artinya bertambah dan naik. Ghala bi ad-din artinya memperkuatkan dan menjadi ekstrim sehingga melampaui batas. Syi’ah Ghullat adalah kelompok pendukung Ali yang memiliki sikap berlebih-lebihan atau ekstrim (exaggeration). Abu Zahrah menjelaskan bahwa Syi’ah Ghullat adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derajat ketuhanan, dan ada yang mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi dari Muhammad.
Syahrastani membagi Syi’ah Ghullat menjadi sebelas sekte, Al-Ghurabi membaginya menjadi 15 sekte. Sekte-sekte yang tyerkenal: Sabahiyah, kamaliyah, Albaiyah, Mughriyah, Mansuriyah, Khattabiyah, Kayaliyah, Hisamiyah, Nu’miyah, Yunusiyah, dan Nasyisiyah wa Ishaqiyah. Karena perbedaan prinsip dan ajaran, syiah Ghullat terpecah menjadi beberapa sekte. Meskipun demikan, seluruh sekte ini pada prinsipnya menyepakati tentang hulul dan tanasukh. Faham ini dipengaruhi oleh sistem agama Babilonia kuno yang ada di Irak, seperti Zoroaster, Yahudi, Manikam, dan Mazdakisme.
Doktrin Sy’iah Ghullat
Menurut Syahrastani ada empat yang membuat ekstrim, yaitu tanasukh, bada’, raj’ah, dan tasbih. Moojan Momen menambahkan dengan hulul dan ghayba.
Tanasukh: Keluarnya roh dari jasad satu dan mengambil tempat pada jasad yang lain.
Bada’ : Keyakinan bahwa Allah mengubah kehendaknya sejalan dengan perubahan ilmunya, serta dapat memerintahkan suatu perbuatan kemudian memerintahkan yang sebaliknya. Syahrastani menjelaskan sesuatu yang bertentangan dengan yang diketahui Allah.
Raj’ah : Ada hubungannya dengan mahdiyah, syi’ah ini percaya bahwa Al-Mahdi Al-Muntadzar akan datang ke bumi. Namun mereka berbeda pendapat siapa yang akan kembali, sebagian berpendapat yang kembali adalah Ali.
Tasbih : Merupakan, mempersamakan. Mereka menyerupakan salah seorang imamnya dengan Tuhan atau Tuhan dengan makhluk.
Hulul : Tuhan berada pada setiap tempat, berbicara dengan semua bahasa, dan ada pada setiap individu manusia. Berarti Tuhan menjelma pada diri imam jadi imam harus disembah.
Ghayba : (occulation), artinya menghilangnya imam Mahdi. Konsep ini diperkenalkan pertama kali oleh Mukhtar Ats-Tsaqafi tahun 66 H/686 M di Kufa ketika mempropagandakan Muhammad bin Hanafiyah sebagai imam mahdi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar