Sabtu, 04 Mei 2013

AL QIYADAH AL ISLAMIYAH



AL QIYADAH AL ISLAMIYAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejak Islam diturunkan kepada manusia, maka sejak saat itulah Islam tidak monolitik lagi. Islam, dengan demikian, dibaca, ditafsirkan, dan diamalkan sesuai dengan perspektif penganutnya. Pada tahap ini Islam telah kukuh menjadi bagian dari realitas historis dan realitas sosiologis, yang berkembang sesuai dengan arus zaman.
Proses pemaknaan akan Islam melahirkan paling tidak dua pihak penting: pihak utama dan pihak pinggiran. Pihak utama mengacu kepada paham keagamaan yang dianut oleh mayoritas umat, sedangkan pihak pinggiran identik dengan ajaran yang keluar dari arus utama sehingga dianggap sesat dan menyesatkan.
Dalam bahasa Arab, sesat disebut dhalal, yang dapat diartika sebagai setiap yang menyimpang dari jalan yang dituju (yang benar). Siapa yang dipandang sesat dan tidak sesat dalam Islam? Nabi Muhammad sudah pernah menjawabnya lewat hadits tentang 73 golongan umat manusia. Ada satu diantaranya yang akan selamat. Menurut Rasulullah, golongan itu adalah “…orang-orang yang menempuh jalan seperti yang aku dan sahabatku tempuh.”
Dalam memaknai hadits tersebut, umat Islam Indonesia, yang cenderung pada pemahaman Ahlussunnah wal jamaah, dewasa ini melihat ada sejumlah kelompok dalam Islam yang telah keluar dari tuntunan Nabi. Salah satunya adalah Al Qiyadah Al Islamiyah.
Oleh karena itu penulis mengangkat kasus munculnya Al Qiyadah Al Islamiyah dan bagaimann cara pemberantasam berbagai macam aliran yang muncul di Indonesia, salah satunya adalah Al Qiyadah Al Islamiyah.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis mengambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana munculnya ajaran Al Qiyadah Al Islamiyah di Indonesia?
2.      Bagaimana ajaran Al Qiyadah Al Islamiyah berkembang di Indonesia?
3.      Bagaimana cara memberantas aliran sesat yang ada di Indonesia yang salah satunya adalah Al Qiyadah Al Islamiyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Munculnya Ajaran Al Qiyadah Al Islamiyah
Al Qiyadah Al Islamiyah. Mereka adalah salah satu kelompok yang memanfaatkan keyakinan akan munculnya Al Masih. Pencetus aliran ini mengaku bahwa dirinya telah mendapat wahyu di Gunung Bunder, Bogor dan menjadi Al Masih yang dijanjikan sebagai penyelamat. Dia sebut dirinya sebagai Al Masih Al Maw’ud, artinya Al Masih yang dijanjikan.
Aliran sesat ini telah berhasil merekrut demikian banyak pengikut dari kalangan mahasiswa dan pelajar di berbagai penjuru tanah air. Cara yang mereka lakukan adalah dengan mengelabui pelajar muslim untuk mempelajari Al Qur’an, namun mereka tafsirkan sesuai dengan misi mereka. Lantas mereka kait-kaitkan dengan ajaran Yesus dan ujung-ujungnya mencampur-adukkan antara ajaran Islam dan Kristen. Nampak dari luar Islam tapi dalamnya Kristen.
Mereka sendiri tidak melaksanakan syariat Islam, termasuk yang terpentingnya yaitu salat lima waktu. Mereka menganggap orang yang salat sebagai orang yang musyrik dan bercita-cita memerangi orang-orang yang salat. Syahadatnya pun sudah berbeda, bukan lagi “Asyhadu anna Muhammadarrasulullah” tapi “Asyhadu anna Al Masih Al Maw’ud Rasulullah”.
Gerakannya yang sangat terselubung menjadikan berbagai pihak menemui kesulitan untuk memantau secara seksama. Baru terangkat menjadi pembicaraan umum setelah MUI mengeluarkan fatwa sesat bernomor 4 tahun 2007 tertanggal 3 Oktober 2007. Fatwa itu didasarkan atas laporan Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI yang diketuai Prof. Utang Ranuwijaya setelah melakukan pengkajian terhadap aliran itu selama 3 bulan.
Al Qiyadah Al Islamiyah berpusat di Kampung Gunung Sari, Desa Gunung Bunder, Kecamatan Cibungbulan, Kabupaten Bogor. Pemimpin aliran ini dikenal dengan “nama fisik” Ahmad Mushaddeq alias Abdul Salam yang kemudian mengklaim dirinya Al Masih Al Maw’ud sebagai Rasul Allah setelah Rasulullah Muhammad SAW.
Dalam fase dakwahnya, ia miripkan dengan fase dakwah Rasulullah Muhammad SAW, yakni Sirron (dakwah dengan sembunyi-sembunyi), Jahron (dakwah dengan cara terbuka), hijrah, qital (perang), Fathu Makkah (dakwah puncak), dan Madinatul Munawaroh (Al Qiyadah tegak di dunia). Terakhir mengklaim bahwa kini dakwah Al Qiyadah sudah memasuki Jahron (dakwah dengan cara terbuka) dan Madinatul Munawaroh sebagai puncak perjuangannya ditandai dengan berdirinya Khilafah diramal akan terjadi pada tahun 2024.
Jumlah pengikut aliran Al Qiyadah Al Islamiyah mencapai 41.000 orang. Mereka tersebar di sembilan daerah, yakni Jakarta, Tegal, Cilacap, Yogyakarta, Surabaya, Padang, Lampung, Batam, dan Makassar. Mereka kebanyakan tertarik dengan ajaran Ahmad yang sangat persuasif dan mudah menarik simpati orang. Al Qiyadah Al Islamiyah pun telah menerbitkan beberapa buku yang memuat tentang ajaran mereka dan tersebar khusus di kalangan umatnya. Buku utamanya setebal 192 halaman berisi kisah Al Masih Al Maw’ud ketika mendapatkan wahyu berjudul “Ruhul Kudus Yang Turun Kepada Al Masih Al Maw’ud”. Di samping dua judul buku lainnya yang disinyalir ditulis oleh Ahmad Mushaddeq sendiri.
Ajaran Al Qiyadah Sesat dan Menyesatkan
Dalam sebuah wawancara, Ahmad Mushaddeq dengan jelas mengatakan bahwa dirinya sebagai nabi dan rasul setelah Muhammad. Tetapi ketika ditanya apa tanda dan bukti kenabiannya, Mushaddeq tidak mampu menjawab secara memuaskan. Jawabannya sangat klise dan dibuat-buat. Dia mengatakan bahwa semua yang dikatakannya didasarkan atas Al Qur’an. Namun kesan yang muncul melalui wawancara tersebut adalah ia menggunakan Al Qur’an sebagai pembenaran atas pandangan-pandangannya. Yang dilakukannya hanyalah mengutip ayat-ayat Al Qur’an untuk mendukung pandangannya, mencari pembenaran, dan membuat orang yang tidak memahami Al Qur’an dapat diperdaya dan masuk kelompoknya.
Mushaddeq mengaku sebagai nabi dan rasul konon karena dia telah mendapatkan roh Al Qur’an sehingga mengerti betul ta’wil Al Qur’an seperti yang dikehendaki Tuhan. Dia mengklaim seluruh tafsir Al Qur’an yang ada sekarang sudah tidak fungsional lagi, karena tidak menangkap roh Al Qur’an, sekadar tafsir. Baginya, roh Al Qur’an telah dicabut oleh Tuhan sejak wafatnya Muhammad, dan baru diturunkan kembali kepada Mushaddeq. Yang dia ungkapkan hanyalah dalih-dalih dan argument mengada-ada tentang “kebenaran langit” yang seolah-olah sudah menjadi miliknya.
Yang lebih mengherankan, dia mengklaim dakwah yang dilakukannya sama persis dengan dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad ketika menebarkan Islam di Makkah pada abad ke-17 Masehi. Enam tahun secara rahasia (sirron), dan setelah itu dengan cara terbuka dan terang-terangan (jahron). Ketika ditanya, kenapa dia harus meniru gaya dakwah Nabi Muhammad, padahal setiap nabi memiliki cara da gaya dakwah yang berbeda, bergantung kepada situasi dan kondisi sosial masyarakat yang dihadapinya, dengan klise juga Mushaddeq menjawab, karena Muhammad adalah uswatun hasanah, teladan yang baik.
Ada beberapa ajaran yang janggal untuk diterima oleh Islam mainstream, yang sangat bertantangan dengan syariat Islam, sedangkan syariat Islam sendiri adalah hal yang sangat esensial. Jika suatu orang/kelompok berbeda dalam hal yang sangat tidak dibolehkan berbeda itu, maka orang/kelompok tersebut dengan sendirinya keluar dari Islam. Beberapa hal yang tidak boleh berbeda dalam syariat Islam itu adalah hal-hal yang menyangkut tauhid, aqidah, dan keimanan termasuk dalam rukun Islam dan rukun Iman.
Beberapa hal dari ajaran Al Qiyadah yang mendorong Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa sesat, antara lain:
1.      Pemimpinnya mengaku sebagai nabi setelah Nabi Muhammad. Mengakui pemimpin kelompok, Ahmad Mushaddeq, sebagai rasul setelah Nabi Muhammad SAW, dan berpendapat bahwa tugas Nabi Muhammad sudah berakhir sejak tahun 1400 H. ini bertentangan dengan ayat Al Qur’an yang menyatakan Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir sebagaimana dalam QS. Al Ahzab 40.
2.      Syahadatnya bukan La Ilaaha Illallahu Muhammadar Rasulullah. Mengganti Nabi Muhammad dengan namanya, saat pengikutnya mengucapkan syahadat. Dia, Ahmad Mushaddeq, adalah Al Masih Al Maw’ud, Al Masih yang datang kembali ke bumu. Dia menempatkan 25 nabi yang dipercaya umat Islam sejajar, sehingga bukan hanya Muhammad yang bisa disebut, tetapi nabi lain pun dapat diucapkan dalam kalimat syahadat.
3.      Aliran ini tidak mewajibkan umatnya menjalankan salat lima waktu, berpuasa, dan ibadah haji yang menjadi rukun Islam. Sebagai pengganti salat 5 waktu, mereka diwajibkan salat tahajud. Menurut mereka, salat bisa dilakukan dimana-mana dan tidak perlu harus menghadap kiblat, sebab Tuhan ada dimana-mana. “Ka’bah adalah batu, maka kalau menyembah Ka’bah dianggap musyrik”. Menurut mereka, dalam ajaran Al Qiyadah salat itu terbagi dua. Pertama, salat actual dilakukan dalam dua bahasa yaitu Arab dan Indonesia. Kedua, salat ritual adalah salat tahajud yang jumlah rakaatnya tak terbatas.
4.      Yang terpenting dalam kelompok itu adalah mengimani sang imam. Mereka menganggap sekarang ini Islam belum tegak di muka bumi, masih menunggu pimpinan mereka, Al Maw’ud. Ibadah lainnya (zakat, puasa, haji) belum mereka kerjakan karena mereka belum mendapat perintah untuk menjalankannya (dari “rasul” mereka). Selain itu, Al Qiyadah berpendapat bahwa saat ini mereka masih berada dalam fase Makkah, kerena itu mereka hanya fokus dalam mengajarkan aqidah (mereka) dan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai muslim seperti salat 5 waktu, zakat, puasa, haji dan sebagainya.
5.      Ajaran mereka bisa dibilang campur aduk, karena mengadopsi kitab-kitab terdahulu, seperti Taurat, Injil, dan juga Al Qur’an, padahal jelas tertulis dalan Al Qur’an bahwa Al Qur’an itu adalah kitab penyempurna kitab-kitab terdahulunya. Mereka menganggap Al Qur’an sekarang tinggal tulisannya saja sementara ruhnya telah sirna sejak 1300 tahun yang lalu. Adapun penggunaan Injil, mereka menggunakan sebagian ayat-ayat di dalam kitab Perjanjian Lama untuk menguatkan keterangan di dalam Al Qur’an. Mereka meyakini, Injil Perjanjian Lama lebih kuat. Bahkan kata mereka, di dalam Islam ada konsep Trinitas sebagaimana dalam ajaran Kristen.
6.      Orang Islam di luar kelompok mereka adalah orang kafir.
7.      Mengingkari sunnah/Hadits, karena tidak mau mengamalkan apa yang Rasulullah perintahkan.
8.      Jika pengikut ajaran Al Qiyadah Al Islamiyah melakukan suatu perbuatan dosa, maka mereka hanya perlu menebus dosa mereka kepada Al Masih Al Maw’ud dengan memberikan sejumlah uang kepadanya.
9.      Ajaran-ajaran aliran ini tidak didasari pada interpretasi ajaran Islam saja, melainkan juga mengajarkan paham-paham Kristen, bahkan banyak mengutip dan mendasarkan ajarannya pada Alkitab.
10.  Aliran ini memiliki pemahaman bahwa ajaran yang dibawa Musa, Yesus, dan Mushaddeq sama karena memiliki sumber ajaran yang sama, yaitu dari Allah.
11.  Pegangan/dasar mereka dalam menjalankan alirannya adalah Al Qur’an yang ditafsiri dengan pemahaman akal pikiran mereka dan buku karangan pimpinan mereka (Al Masih Al Maw’ud) berjudul Ruhul Kudus Yang Turun Kepada Al Masih Al Maw’ud, Menyingkap Tabir: Pemisahan Yesus Kristus dari Sejarah, serta Keutamaan Enam Program Pengabdian: Sistem Kehidupan Abraham.

B.     Penyebaran Ajaran Al Qiyadah Al Islamiyah di Indonesia
Tahapan Dakwah
Aliran Al Qiyadah Al Islamiyah ternyata memiliki struktur organisasi yang rapi. Aliran ini juga melakukan tahapan strategi perjuangan yang dibuat dalam fase-fase. Setiap fase berlangsung selama enam tahun. Salah satu fasenya adalah perang yang jelas bisa mengancam keselamatan bangsa.
Al Qiyadah sangat rapi karena memiliki jenjang tertentu seperti sistem sel atau Multi Level Marketing (MLM). Caranya merekrut pun dengan strategi yang sangat luar biasa. Mereka tidak memberikan celah sedikit pun pada calon anggota untuk mengatakan tidak, mereka kejar terus.
Struktur organisasi yang rapi itu paling bawah adalah Misbah yakni tempat pertemuan para pemula. Pada tahapan ini mereka dibina tentang dasar-dasar Al Qiyadah. Mereka diwajibkan melakukan pengajian selama 9 kali. Selanjutnya melakukan Mifak atau sumpah bahwa Al Masih utusan Al Maw’ud.
Setelah Misbah, tahap selanjutnya adalah Buruj. Buruj adalah pemimpin cabang yang telah memiliki 12 Misbah. Setelah Buruj jenjang berikutnya adalah Siroj (semacam bupati) yang memiliki 12 Buruj. Fase selanjutnya adalah Thoriq, semacam pimpinan daerah atau gubernur dan terakhir adalah Mawaul Ula. Uniknya, antara satu tingkatan dengan tingkatan lain tidak saling mengenal/terpurus.
Adapun mengenai fase-fase perjuangan dalam aliran ini berturut-urut adalah Sirron (dakwah dengan sembunyi-sembunyi), Jahron (dakwah dengan cara terbuka), Hijrah, Qital (perang), Fathu Makkah (dakwah puncak), dan Madinatul Munawaroh (Al Qiyadah tegak di dunia).
Aliran ini disinyalir mulai berkembang sejak tahun 2001. Sesuai dengan fase Sirron, aliran ini melakukannya dengan cara sembunyi-sembunyi. Karena itu Misbah-misbah mereka biasanya di pelosok desa sehingga banyak yang tidak tahu aliran ini. Kini fase mereka masih pada tahap Jahron. Ini dibuktikan setelah enam tahun sejak mereka melakukan fase Sirron, aliran Al Qiyadah mulai terang-terangan terbuka. Dimulai dengan pengangkatan seorang Rasul yang mereka sebut sebagai Al Masih Al Maw’ud.
Al Qiyadah juga menganggap salat dan puasa Ramadhan belum wajib terkait dengan tahapan yang masih dalam masa perjuangan di Mekkah. Perjuangan mereka berhasil setelah mampu membangun Khilafah yang diramal akan terjadi pada 2024.
Pengikut Ajaran
Ajaran Al Qiyadah terbilang fenomenal. Bahkan, jumlah pengikut ajaran yang dinyatakan sesat oleh MUI itu mengklaim memiliki 41 ribu orang pengikut yang tersebar di sembilan wilayah di Indonesia.
Modus penyebaran ajaran Al Qiyadah Al Islamiyah pada umumnya:
1.      Para da’inya biasanya membawa Al Qur’an kemana-mana. Mereka memulai diskusi dengan menbahas bencana yang terjadi. Juga membuka ayat-ayat Al Qur’an tentang adzab dan musibah.
2.      Mereka mendatangi target ke rumah, tempat kos, kampus maupun kontrakan. Kemudian mereka mengajak berdiskusi tentang masalah agama dan Al Qur’an, jika target tertarik, maka akan diajak ikut pengajian mereka.
3.      Biasanya mereka menyatakan diri bahwa mereka bukan organisasi, bukan aliaran, bukan firqoh, dan bukan pula teroris. Mereka hanya Islam.
4.      Jika dengan cara mengajak diskusi agama tidak berhasil, mereka akan mengajak diskusi masalah ilmu dunia, seperti pelajaran sekolah, kuliah atau seputar teknologi.
5.      Sistem perekrutan yang digunakan “satu lawan satu”. Artinya satu ustadz menggodok satu calon penganut. Dengan cara satu lawan satu, penanaman aqidah Al Maw’ud sangat efektif. Di sebuah ruang tersendiri, sang ustadz mengubah keyakinan lama calon penganut baru.
6.      Pada perkembangan selanjutnya setiap menggelar kajian mereka mendasarkan Al Qur’an dan Injil kemudian mencampuradukkan kajian mereka berdasar dua kitab yang mereka tafsirkan sendiri dan mengajarkan paham-paham Kristen, bahkan banyak mengutip dan mendasarkan ajarannya pada Alkitab.
Penganut Al Qiyadah merasa tidak melakukan penyimpangan apa pun. Apa yang dilakukannya dalam kelompok tersebut adalah ikut pengajian dan diskusi keagamaan biasa, termasuk tafsir Al Qur’an. Mereka mengaku tertarik dengan ajaran itu karena dianggapnya menawarkan hal baru dalam pemahaman ajaran Islam. Ajaran itu dirasakan lebih pas karena menjelaskan esensi sebuah ibadah meninggalkan kewajiban fisik. Begitu keyakinan itu menancap, mereka tidak lagi tetbebani kewajiban syar’i dalam symbol-simbol ibadah, seperti salat, puasa, zakat dan seterusnya.
Anehnya, mereka tidak mengetahui siapa nama guru dan tempat tinggalnya. Adapun meteri yang menjadi bahan kajian adalah Al Qur’an terjemahan dan Injil. Pada umumnya mereka memiliki pemahaman ilmu alat (bahasa Arab), ilmu fiqih, dan ilmu syariat yang tidak memadai. Untuk memahami Al Qur’an saja mereka menggunakan terjemahan Al Qur’an. Mereka tanpa susah-susah memahami Al Qur’an dengan menguasai ilmu nahwu, sharaf (tata bahasa Arab) atau ilmu balagah (penyampaian Al Qur’an). Setiap dialog yang mereka lakukan, berdasarkan “pokoke”. Kalau tidak mampu menjawab pertanyaan, mereka mengalihkan perhatian ke bab lain yang sama sekali tidak berhubungan.
Setiap anggota bergerilya mencari satu orang calon penganut. Biasanya, mereka mengambil sasaran teman-teman terdekat di sekolah mereka. Selanjutnya, mereka menyerahkan kepada ustadznya untuk menggodok teman-temannya secara face to face. Sebagaimana ajaran Islam, ajaran yang diutamakan adalah soal keimanan. Bedanya, aqidah yang dikembangkan aqidah tauhid dan Al Masih Al Maw’ud.
Selanjutnya mereka memasuki pembangkitan ghirah (semangat beragama). Saat itulah mulai terjadi distorsi pemahaman tentang kelompok-kelompok beragama. Mereka dicekoki keyakinan bahwa kelompoknya yang paling benar. Mereka menganggap orang yang tidak mengikuti ajarannya disamakan dengan sampah. Alasannya, orang-orang yang tidak sepaham dengannya dianggap tidak mengamalkan Al Qur’an. Begitu keimanan mereka mapan, maka mereka memasuki tahap berikutnya yaiyu baiat. Pembaiatan dilakukan di tempat yang dirahasiakan. Setiap anggota yang telah dibaiat diberi nama baru.
Ada yang menyebut sistem rekruitmen dikuatkan oleh faktor financial, apabila bisa merekrut 40 orang, akan mendapatkan sumbangan kendaraan roda dua, dan jika berhasil merekrut 70 orang akan mendapatkan kendaraan roda empat. Sungguh sebuah fenomena menarik dari ajaran “Rasul Gunung Bunder” ini karena menyisipkan bisnis yang popular (MLM) di balik penyebaran agama.

C.     Pemberantasan Berbagai Aliran Sesat di Indonesia
Maraknya aliran sesat di Indonesia, karena hukuman terhadap pimpinan aliran sesat terlalu ringan. Umumnya mereka dijerat dengan pasal 156 dan 156 a KUHP tentang penodaan agama, dengan hukuman maksimal 3 tahun. Akibat hukuman yang terlalu ringan inilah yang mungkin menyebabkan aliran-aliran yang meresahkan masyarakat selalu muncul kembali. Ringannya hukuman tersebut merupakan bentuk lain dari pengakuan secara tidak langsung, terhadap aliran-aliran sesat yang selalu muncul.
Agar tidak ada lagi aliran-aliran yang dianggap sesat, mungkin harus ada suatu wadah atau forum kebebasan menyatakan pendapat. Biarkan masyarakat mendengarkan semuanya, lalu menyimpulkan mana yang benar dan mana yang tidak, dari pendapat tersebut. Jadi masyarakat mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak.
Di sisi lain, ketegasan Majelis Ulama Indonesia (Mill) sangat diperlukan dalam menyikapi adanya berbagai rnacam pendapat tentang paham yang berkembang di masyarakat. Kalau memang ada indikasi yang menyimpang terhadap agama, harus segera diluruskan dan diberi pengarahan. Departemen Agama (Depag) dan Ormas Islam, juga harus berperan aktif, dalam menyikapi perkembangan adanya aliran-aliran yang dianggap sesat.
Skeptis terhadap pemberantasan aliran agama sesat yang marak beredar di Indonesia. Pemerintah ada dalam posisi yang dilematis, karena tiap tindakan (pemberantasan) dikategorikan sebagai pelanggaran kepada kebebasan beragama dan itu juga berarti pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Pemerintah tegak pada konstitusi yang berbasis sosial sekuler, sehingga mengakomodasi gagasan-gagasan yang bersifat sekuler, terutama dalam konteks Hak Asasi Manusia. Pada saat yang sama realitas politik memperlihatkan pemerintah berada di tengah-tengah mayoritas umat Islam yang mempunyai pandangan baku terhadap Islam. Inilah yang kemudian menimbulkan tindakan pemerintah kelihatan begitu ragu-ragu.
Dalam hal ini perlu ada aturan perundang-undangan yang lebih tegas terkait aliran-aliran sesat di Indonesia. Pasalnya, aturan yang ada saat ini, seperti soal penistaan agama, dirasa sudah kurang memadai terbukti pemerintah seringkali terkesan bingung dan ragu menyikapi aliran sesat yang muncul dan marak belakangan ini. Untuk keselamatan bangsa ke depan, maka perlu ada modifikasi aturan perundangan terkait aliran sesat tersebut. Kelonggaran yang muncul sejak reformasi bergulir, juga member peran pada maraknya kemunculan aliran sesat.
Fenomena aliran sesat, bukanlah persoalan kebebasan dalam bingkai hak asasi manusia (HAM) sebagaimana dikampanyekan sebagian kalangan. Hak asasi, tidaklah bebas nilai. Hak tersebut, tetaplah harus dalam bingkai norma, etika dan agama. Mengaku nabi itu bukan hak asasi manusia, tapi hak ketuhanan. Harus dibedakan antara hak asasi manusia dan hak ketuhanan.
Pemerintah ada dalam posisi yang dilematis, karena tiap tindakan (pemberantasan) dikategorikan sebagai pelanggaran kepada kebebasan beragama dan itu juga berarti pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Pada saat yang sama realitas politik memperlihatkan pemerintah di tengah-tengah mayoritas umat Islam yang mempunyai pandangan baku terhadap Islam itu sendiri.
Pemerintah tegak pada konstitusi yang berbasis sosial sekuler, sehingga mengakomodasi gagasan-gagasan yang bersifat sekuler, terutama dalam konteks Hak Asasi Manusia. Inilah yang kemudian menimbulkan tindakan pemerintah itu kelihatan begitu ragu-ragu. Satu saat pemerintah khawatir teraliensi dari masyarakat, pada saat yang sama pemerintah juga harus mempertimbangkan aspek-aspek kemanusiaan dari tindakannya.
Pegangan yang dibuat oleh MUI berdasarkan ke-Islaman yang secara umum berlaku selama berabad-abad lalu, kemudian mendapatkan keabsahan dari tradisi Nabi Muhammad SAW maupun di dalam Al Qur’an serta penafsiran dari ulama-ulama yang diakui oleh umat Islam sedunia. Jadi itu merupakan koridor untuk mengatakan mana yang Islam dan mana yang bukan Islam. Dalam konteks Islam, jika terjadi deviasi persepsi agama, maka setiap tindakan menyimpang sudah dianggap bukan Islam.





Oleh karena itu lakukanlah langkah-langkah berikut, semoga Allah menetapkan kaki kita menapaki jalan-Nya yang lurus :
a. Kenalilah agama anda lebih mendalam lagi.
MANFAATKAN KEBERADAAN ANDA DI PERANTAUAN INI DENGAN MENUNTUT ILMU, MENGIKUTI MAJELIS-MAJELIS TAKLIM, KULIAH STUDI ISLAM, MEMBACA BUKU ISLAMI, MENDENGARKAN KASET-KASET CERAMAH AGAMA, YANG DAPAT MENAMBAH PENGETAHUAN ANDA TENTANG AGAMA .ALLAH, DAN MENAMBAH KEDEKATAN ANDA DENGAN KITABULLAH DAN SUNNAH RASULULLAH 
Kami pernah bertemu dengan salah seorang da'i aliran sesat, ketika kami minta untuk tilawah Al Qur'an ternyata bacaannya seperti orang yang belum tamat belajar Iqra', dengan demikian kami yakin dia disesatkan karena ketidaktahuannya (kealpaannya) dengan agamanya, kemudian karena sedikit bisa berdiplomasi maka dinobatkan sebagai da'i.
b. Pererat hubungan anda dengan ustadz (orang yang anda yakini kebenaran akidahnya).
Mungkin anda tidak sempat mengikuti majelis taklim dan kuliah, akan tetapi anda dapat mendiskusikan (bertanya) kepada para ustadz-ustadz melalui telepon atau sms untuk hal-hal yang musykil bagi anda dalam masalah agama.
Logikanya, andai seekor anjing disanjung Allah dalam Kitab Suci-Nya lantaran keakrabannya dengan 7 orang pemuda shalih, apatah lagi seorang bani Adam yang memang telah dimuliakan Allah.
c. Bertemanlah dengan orang-orang yang mengingatkan anda akan Allah.
Kalau saja anda tidak bisa menghadiri majelis taklim, kuliah serta sungkan bertanya kepada para ustadz, pererat hubungan anda dengan teman sejawat yang mengikuti aktivitas-aktivitas keislaman tersebut, semoga anda mendapatkan bau wangi dan wewangian dari mereka di Dunia dan Akhirat.
Jangan sampai anda beranggapan bahwa tidak akan terjerat oleh kelompok-kelompok sesat, walau tanpa melakukan salah satu langkah-langkah di atas, dalam kata lain: anda menghindar dari majlis taklim, tidak bertanya kepada ustaz dan tidak berteman dengan orang-orang aktif  telah bersabda bahwa serigala dalam keislaman. Karena dalam permisalannya Nabi  hanya memangsa domba yang tertinggal dari rombongan.
 d. Perbanyaklah mengucapkan do'a:
Ya Muqallibal Qulub Tsabbit Qalbi 'ala Diinik
Wahai Yang memutar balikkan hati, tetapkanlah hati berada di atas agama-Mu
Akhirnya semoga Allah menghidupkan kita dalam islam, mewafatkan kita dalam iman, menyatukan kita di akhirat bersama para Nabi, syuhada Allah orang-orang shalih dan mengembalikan kaum muslimin yang tersesat ke pangkal jalan. Amin

BAB III
KESIMPULAN





DAFTAR PUSTAKA
Zara, Yuanda Aliran-aliran sesat di Indonesia, Yogyakrta: Banyu Media, 2007.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar