Sabtu, 04 Mei 2013

TATA CARA SHALAT FARDHU DAN KETENTUAN SUJUD SYAHWI



TATA CARA SHALAT FARDHU DAN KETENTUAN SUJUD SYAHWI

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Shalat adalah tiang agama. Secara bahasa shalat diartikan doa, sedangkan dalam arti terminologinya sholat adalah sekumpulan ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Disebut shalat karena menghubungkan seorang hamba kepada penciptanya, dan shalat merupakan manifestasi penghambaan dan kebutuhan diri kepada Allah.
Shalat diwajibkan kepada setiap muslim dan semua umur.  Dari orang tua sampai anak-anak, karena shalat merupakan salah satu kewajiban yang disyari’atkan oleh Allah kepada hamba-Nya yang beriman. Yakni shalat menjadi rukun terpenting diantara rukun-rukun islam yang lainnya.
Dalam pembahasan makalah ini kami berusaha menguraikan pengertian shalat khususnya pada shalat fardhu, yakni shalat yang wajib dikerjakan. Shalat ini ada lima waktu (dzuhur, asar, maghrib, isya’, dan shubuh). Selain itu pembahasan selanjutnya yakni mengenai sujud sahwi.

  1. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah tata cara shalat fardhu lima waktu ?
2.      Bagaimana ketentuan-ketentuan dalam sujud sahwi ?

  1. Tujuan

Adapun tujuan dari rumusan masalah di atas adalah :
  1. Untuk mengetahui tata cara shalat fardhu lima waktu
  2. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan dalam sujud sahwi

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Shalat
            Asal makna shalat menurut bahasa Arab ialah “doa”, tetapi yang dimaksud di sini adalah “ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, dan disudahi dengan salam dengan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan.[1]
            Masalah kewajiban shalat sudah jelas yakni bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Dalil-dalil yang mewajibkan shalat banyak sekali, baik berupa ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits-hadits Nabi SAW. Diantara ayat Al-Qur’an yang mewajibkan shalat:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãèŸ2ö$# (#rßàfó$#ur (#rßç6ôã$#ur öNä3­/u (#qè=yèøù$#ur uŽöyø9$# öNà6¯=yès9 šcqßsÎ=øÿè? ) ÇÐÐÈ  
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.(QS. AL-Haj, ayat 77)
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ  
Artinya : dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'[ (QS. Al-Baqarah, ayat 43)
ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ( žcÎ) no4qn=¢Á9$# 4sS÷Zs? ÇÆtã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍s3ZßJø9$#ur  ÇÍÎÈ  
Artinya : “dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (Al-ankabut : 45)



Dalil-dalil hadits yang mewajibkan shalat antara lain :
Hukum shalat yang disyari’atkan Islam ada dua macam, yaitu fardhu (wajib) dan shalat sunnah. Shalat fardhu terdiri atas lima macam, yaitu shalat subuh, dzuhur, asar, maghrib, dan isya’. Kelima shalat fardhu tersebut wajib dilaksanakan oleh setiap muslim[2].
Allah berfirman :
n 4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ  
Artinya : Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (Qs. Aln-Nisa’ :103)
Sebagai seorang mukmin, sudah seyogyanya untuk bersyukur kepada Allah atas berbagai nikmat yang tidak terhitung jumlahnya, diantaranya nikmat shalat. Dengan melaksanakan shalat berarti telah melaksanakan perintah Allah, dan bersyukur kepada-Nya atas segala rahmat dan nikmat yang telah diberikan[3].
Nabi bersabda :
اتقوا الله ربكم و صلوا خمسكم وصوموا شهركم وادوا زكاة اموالكم واطيعوا ذا امركم تدخلوا جنة ربكم
Artinya : Bertaqwalah kepada Allah Tuhan kalian, jalankanlah shalat lima waktu kalian, puasalahsatu bulan penuh di bulan Ramadhan kalian, tunaikanlahzakat kekayaan kalian, dan taatilah pemegang kekuasaan kalian, niscaya kalian masuk surga. (HR. Ahmad At-Tirmidzi)
            Dalam pelaksanaan shalat fardhu, Allah Swt. memperbolehkan hamba-Nya melakukan sujud sahwi ketika lupa tidak mengerjakan salah satu rukun shalat.
            Para ulama’ madzhab berbeda pendapat tentang hukum orang yang meninggalkan shalat karena malas dan meremehkan sedangkan mereka meyakini bahwa shalat itu wajib[4]:

1)      Syafi’I, Maliki, dan Hambali: harus dibunuh.
2)      Hanafi:  Ia harus ditahan selama-lamanya  atau sampai ia shalat

B.     Tata Cara Shalat Lima Waktu
Shalat lima waktu adalah shalat yang wajib dikerjakan oleh setiap muslim. Rasulullah bersabda :
الصلاةالخمس والجمعsة الى الجمعة كفارة لمابينهن ما لم تغش الكبائر
Artinya : “shalat lima waktu dan shalat jum’at sampai shalat jum’at berikutnya adalah menjadi penghapus seluruh dosa yang ada diantara keduanya, selama tidak ada dosa besar yang diperbuatnya. “ (HR. Muslim dan Tirmidzi dan yang lainnya)

متل الصلوات الخمس كمثل نهر جار غمر على باب احد كم يغتسل منه كل يوم خمس مرات
Artinya : “perumpamaan shalat lima waktu adalah sebagaimana sungai yang mengalir dengan deras di depan pintu rumah kamu, yang kamu mandi darinya sebanyak lima kali sehari.” (HR. Muslim)

Shalat wajib lima waktu masing-masing memiliki ketentuan waktu yang pasti. Masing-masing memiliki batas awal dan batas akhir. Dan wajib bagi setiap muslim untuk menjalankan menjalankan shalat di dalam waktunya sebagaimana yang telah ditentukan.[5]

Ketentuan Waktu Shalat Lima Waktu
Shalat termasuk ibadah mahdah. Pelaksanaannya harus sesuai petunjuk Rasulullah SAW. Apabila pelaksanaan shalat tidak sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW maka shalat tersebut tidak sah , Allah SWT berfirman
#sŒÎ*sù ÞOçFøŠŸÒs% no4qn=¢Á9$# (#rãà2øŒ$$sù ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNà6Î/qãZã_ 4 #sŒÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJŠÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ  
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”

Adapun ketentuan shalat fardhu lima waktu adalah sebagai berikut[6]:
  1. Shalat Dhuhur
Waktu shalat duhur adalah setelah matahari tergelincir ke arah barat sampai bayang-bayang benda sama panjang dengan bendanya 
Allah berfirman :
ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# Ï8qä9à$Î! ħôJ¤±9$# 4n<Î) È,|¡xî È@ø©9$# tb#uäöè%ur ̍ôfxÿø9$# ( ¨bÎ) tb#uäöè% ̍ôfxÿø9$# šc%x. #YŠqåkôtB ÇÐÑÈ  
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).”

Ø  Para Ulama’ mazhab sepakat bahwa setiap shalat itu tidak boleh didirikan sebelum masuk waktunya, dan juga sepakat bahwa apabila matahari telah tergelincir berarti waktu dzuhur telah masuk, hanya mereka berbeda pendapat tentang batas ketentuan waktu ini dan sampai kapan waktu shalat itu berakhir.
Ø  Empat mazhab : waktu dzuhur dimulai dari tergelincirnya mataari sampai bayang-bayang sesuatu sama panjangnya dengan sesuatu itu. Apabila lebih, walau hanya sedikit, berarti waktu dzuhur telah habis.
Ø  Tetapi Syafi’I dan Maliki : batasan ini hanya berlaku khusus bagi orang yang memihnya, sedangkan bagi orang yang terpaksa, maka waktu dzuhur itu sampai bayang-bayang suatu benda lebih panjang dari benda tersebut.[7]

  1. Shalat Ashar
Waktu pelaksanaan shalat ashar adalah sejak bayang-bayang suatu benda sama panjang dengan bendanya sampai menjelang matahari.
Ø  Hanafi dan Syafi’I : waktu dimulai dari lebihnya bayang-bayang sesuatu (dalam ukuran panjang) dengan benda tersebut sampai terbenamnya matahari.
Ø  Maliki : Asar mempunyai dua waktu. Pertama waktu ikhtiyari yaitu dimulai dari lebihnya baying-bayang suatu benda dari benda tersebut samapai matahari tampak menguning. Kedua waktu idhthirari yaitu dimulai dari matahari yang tampak menguning sampai terbenamnya matahari terbenamnya .
Ø  Hambali : yang termasuk paling akhirnya shalat asar adalah sampai bayang-bayang suatu benda lebih panjang dua kali dari benda tersebut, dan pada saat itu boleh mendirikan shalat asar sampai terbenamnya matahari, tetapi orang yang shalat pada saat itu berdosa.[8]

  1. Sholat Maghrib
Waktu shalat maghrib adalah setelah terbenamnya matahari sampai hilangnya awan merah diufuk barat.
Ø  Syafi’I dan Hambali : waktu maghrib dimulai dari hilangnya sinar matahari dan berakhir sampai hilangnya cahaya merah di arah barat.
Ø  Maliki : sesungguhnya waktu maghrib itu sempit. Waktunya khusus dari awal tenggelamnya matahari samapi diperkirakan dapat melaksanakan shalat maghrib itu, yang mana termasuk di dalamnya cukup untuk bersuci dan azan, serta tidak boleh mengakhirinya dari waktu ini dengan sesuka hati. Sedangkan bagi orang yang terpaksa, maka waktu maghrib berlaku sampai terbitnya fajar hanya tidak boleh mengakhirkan waktu maghrib dari awal waktunya.[9]

  1. Shalat Isya’
Waktu shalat isya adalah setelah hilangnya syafak diufuk barat sampai sepertiga malam sebelum fajar.
Ø  Imamiyah : waktu isya’ hanya khusus dari akhir separuh malam pada bagian pertama (kalau malam itu dibagi dua) sampai diperkirakan dapat melaksanakannya. Diantara dua waktu tersebut adalah waktu musytarak (penggabungan) antara shalat maghrib dan isya’.[10]

  1. Shalat Subuh
Waktu shalat subuh adalah sejak terbitnya fajar sampai menjelang terbitnya matahari.
Ø  Kesepakatan semua ulama’ mazhab kecuali Maliki :  waktu subuh yaitu terbitnya fajar shadiq samapi terbitnya matahari.
Ø  Maliki : waktu subuh ada dua : pertama adalah ikhtiyar (memilih) yaitu dari terbitnya fajar sampai terlihatnya wajah orang yang kita pandang, sedangkan yang kedua idhthirari (terpaksa) yaitu dari terlihatnya wajah tersebut sampai terbitnya matahari.[11]

Pembahasan dalam tata cara sholat lima waktu meliputi syarat syah dan wajib shalat lima waktu, rukun dan sunnah shalat lima waktu, serta hal-hal yang membatalkan shalat lima waktu.






  1. Syarat Wajib Dan Syarat Syah Shalat Lima Waktu
a.      Syarat Wajib Sholat Lima Waktu[12]
1.      Beragama islam
2.      Telah menerima dakwah islam
3.      Suci dari darah haid dan nifas (bagi wanita)
4.      Berakal
5.      Baligh
b.      Syarat Syah Sholat Lima Waktu[13]
1.      Suci dari hadas (baik hadas besar maupun kecil)
2.      Badan, pakaian, dan tempat sholat harus suci dari najis
Ø  Menurut empat madzhab, tempat shalat harus suci dari najis baik najis yang kering maupun najis yang masih basah.
Ø  Syafi’I, Setiap benda yang melekat pada badan orang shalat dan pakaiannya adalah wajib suci. Bila menyentuh dinding yang najis, atau pakaian yang najis atau memegang tali yang terkena najis maka batal shalatnya.
Ø  Hanafi, yang harus suci cukup hanya kedua kaki dan muka saja[14]  
3.      Menutup aurat
Aurat laki-laki dari pusat sampai tulang tempurung (lutut), sedangkan perempuan seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
Ø  Semua Ulama’ madzhab sepakat bahwa setiap orang laki-laki dan perempuan wajib menutupi sebagian anggota badannya ketika shalat sebagaimana yang diwajibkannya untuk menutupi bagian badannya dihadapan orang lain yang bukan muhrimnya. Hanya mereka berbeda pendapat bila lebih dari itu. Misalkan apakah wanita itu diwajibkan menutupi wajah dan dua telapak tangannya atau hanya sebagian dari keduannya ketika shalat padahal bagi wanita itu tidak diwajibkan  untuk menutupinya diluar shalat? Dan apakah orang lelaki wajib menutupi selain pusar dan lutut ketika shalat, padahal ketika diluar shalat ia tidak wajib menutupuinya.
Ø  Hanafi, bagi wanita wajib menutupi belakang dua telapak tangan dan dua telapak kakinya, sedangkan bagi orang laki-laki wajib menutupi dari lutut keatas sampai pada pusarnya.
Ø  Syafi’I dan Maliki, bagi wanita boleh membuka wajahnya dan dua telapak tangannya ketika shalat
Ø  Hambali, tidak boleh dibuka kecuali wajanya saja[15].

4.      Menghadap kiblat
Allah SWT berfirman:
ô4 ÉeAuqsù y7ygô_ur tôÜx© ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# 4 ßöÇÊÍÍÈ  
“Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkasanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. (QS. Al-baqarah-2:144)
Ø  Semua ulama’ madzhab sepakat bahwa Ka’bah adalah kiblat bagi orang yang dekat dan dapat melihatnya. Tapi mereka berbeda pendapat tentang kiblat bagi orang yang jauh dan tidak dapat melihatnya
Ø  Hanafi, Hambali, Maliki dan sebagian kelompok dari Imamiyah: Kiblatnya orang yang jauh adalah arah dimana letaknya ka’bah berada, bukan ka’bah itu sendiri
Ø  Syafi’I dan sebagian kelompok dari Imamiyah
Wajib menghadap ka’bah itu sendiri , baik bagi orang yang dekat maupun orang yang jauh. Kalau dapat mengetahui arah ka’bah itu sendiri secara tepat maka ia harus menghadap kearah tersebut tapi bila tidak, maka cukup dengan perkiraan saja.
Sedangkan orang yang tidak mengetahui kiblat, maka ia wajib menyelidiki, berusaha dan berijtihad sampai ia mengetahuinya atau memperkirakannya bahwa kiblat itu ada disatu arah tertentu. Tapi bila tetap tidak bisa mengetahuinya dan juga tidak dapat memperkirakannya maka menurut empat madzhab dan sekelompok dari imamiyah: ia shalat kemana saja arah yang disukainya dan sah shalatnya .
Menurut Syafi’i
Kalau ia tahu bahwa ia salah dengan cara yang meyakinkan maka ia wajib mengulanginya lagi. Tapi bila mengetahui dengan cara perkiraan saja, maka sah shalatnya tidak ada bedanya baik ketika sedang shalat maupun sesudahnya.
Sedangkan bagi orang yang tidak mau berusaha dan tidak mau berijtihad, kemudian Nampak kalau ia telah shalat kearah kiblat dan benar maka shalatnya batal, menurut Maliki dan Hambali[16]
Hanafi dan Hambali
Kalau ia berusaha dan berijtihad untuk mencari arah kiblat, tetapi tidak ada satu arahpun dari beberapa arah yabg lebih kuat untuk dijadikan patokan arah kiblat, maka ia boleh shalat menghadap mana saja, bila kemudian mengetahui bahwa ia salah, maka kalau ia masih dipertengahan, ia harus berubah kearah yang diyakininya atau arah yang paling kuat. Tapi bila mengetahui bahwa ia salah setelah ia selesai shalat maka sah shalatnya dan tidak diwajibkan mrengulangi shalatnya[17]    
5.      Telah tiba waktu sholat, tidak mendahuluinya






  1. Rukun dan sunnah Sholat lima waktu
Semua rukun dan sunnah sholat lima waktu harus dikerjakan dengan sempurna sesuai dengan sunnah Rasululloh SAW.
a.      Rukun shalat lima waktu[18]
1.      Niat (cukup dalam hati)
2.      Berdiri (jika mampu)
Ø  Semua ulama’ madzhab selain Hanafi sepakat bahwa berdiri dalam shalat fardu itu wajib, mulai dari takbiratul ihram sampai ruku’ harus tegak, bila tidak mampu ia harus shalat dengan duduk. Bila tidak mampu duduk ia harus shalat dengan miring pada bagian kanan dan bila tidak mampu miring kekanan maka menurut syafi’I dan hambali ia harus shalat terlentang dan kepalanya menghadap kekiblat dan bila tetap tidak mampu maka ia harus mengisyaratkan dengan kepalanya atau dengan kelopak matanya.
Ø  Hanafi, nila sampai pada tingkat ini tetap tidak mampu maka gugurlah perintah shalat baginya, hanya ia harus mengqodho’nya bila telah sembuh dan hilang sesuatu yang menghalanginya
Bila sampai seperti ini maka gugur perintah shalat terhadapnya dan tidak diwajibkan mengqodho’nya
Ø  Syafi’I dan Hambali, shalanya tidaklah gugur dalam keadaan apapun, maka jika tidak mampu mengisyaratkan dengan kelpak matanya  (kedipan matanya) maka ia harus shalat dengan hatinya dan menggerakkan lisannya denga dzikir dan membacanya. Bila juga tidak mampu mengerakkan lisannya maka ia harus menggambarkan shalat didalam hatinya selama akalnya masih berfungsi.[19]
3.      Takbiratul ihram (takbir awal shalat)
Ø  Kalimat takbiratul ihram adalah”Allah Akbar” (Allah maha besar) tidak boleh memakai kata-kata lainnya, menurut Maliki dan Hambali.
Ø  Syafi’I boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan”Allahu Al- Akbar”. Ditambah dengan Alif dan lam pada kata akbar
Ø  Hanafi: boleh dengan kata-kata lain yang sesuai atau sama artinya dengan kata-kata tersebut, seperti “Allah Al-A’dzam” dan “Allahu Al-Ajall”(Allah yang maha agung dan Allah yang maha Mulia)
Ø  Semua ulama’ madzhab sepakat selain Hanafi bahwa mengucapkannya dalam bahasa arab adalah wajib, walaupun orang yang shalat itu adalah orang ajam (Bukan orang arab) bila ia tidak bisa maka ia wajib mempelajarinya. Bila tidak bisa belajar maka ia wajib menerjemahkan kedalam bahasanya.
Ø  Hanafi: sah mengucapkannya dengan bahasa apa saja, walapun yang bersangkutan bisa berbahasa arab[20].

4.      Membaca surah al-fatihah (kecuali makmum yang mendengar bacaan imamnya)
Ø  Syafi’I, Membaca Fatihah itu adalah wajib disetiap rakaat dan tidak ada bedanya,  baik pada dua rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun pada shalat sunnah. Basmalah itu merupakan bagian dari surat yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun dan harus dibaca dengan suara keras pada shalat subuh dan dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’
Ø  Maliki, membaca al-fatihah itu harus pada setiap rakaat, tak ada bedanya, baik pada rakaat-rakaat pertama maupun pada rakaat-rakaat terakhir baik pada shalat fardhu maupun pada shalat sunnah, sebagaimana madzhab syafi’i. dan disunnahkan membaca surat al-qur’an setelah al-fatihah pada dua rakaat yang pertama.
Ø  Hambali, Wajib membaca al-fatihah pada setiap rakaat, dan sesudahnya disunnahkan membaca surat al-qur’an pada dua rakaat yang pertama. Dan pada shalat subuh, serta pada dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’ dengan suara nyaring.
Ø  Hanafi, Membaca al fatihah dalam shalat fardhu tidak diharuskan, dan membaca bacaan apa saja dari al-qur’an boleh, berdasarkan Al-qur’an  surat Muzammil ayat: 20[21]
        * ¨bÎ) y7­/u ÞOn=÷ètƒ y7¯Rr& ãPqà)s? 4oT÷Šr& `ÏB ÄÓs\è=èO È@ø©9$# ¼çmxÿóÁÏRur ¼çmsWè=èOur ×pxÿͬ!$sÛur z`ÏiB tûïÏ%©!$# y7yètB 4 ª!$#ur âÏds)ムŸ@ø©9$# u$pk¨]9$#ur 4 zOÎ=tæ br& `©9 çnqÝÁøtéB z>$tGsù ö/ä3øn=tæ ( (#râätø%$$sù $tB uŽœ£uŠs? z`ÏB Èb#uäöà)ø9$# 4 zNÎ=tæ br& ãbqä3uy Oä3ZÏB 4ÓyÌó£D   tbrãyz#uäur tbqç/ÎŽôØtƒ Îû ÇÚöF{$# tbqäótGö6tƒ `ÏB È@ôÒsù «!$#   tbrãyz#uäur tbqè=ÏG»s)ムÎû È@Î6y «!$# ( (#râätø%$$sù $tB uŽœ£uŠs? çm÷ZÏB 4 (#qãKŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qàÊ̍ø%r&ur ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym 4 $tBur (#qãBÏds)è? /ä3Å¡àÿRL{ ô`ÏiB 9Žöyz çnrßÅgrB yZÏã «!$# uqèd #ZŽöyz zNsàôãr&ur #\ô_r& 4 (#rãÏÿøótGó$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî 7LìÏm§ ÇËÉÈ  
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
5.      Ruku’ dengan tumakninah (dengan sikap tenang sejenak)
Ø  Semua ulama’ madzhab sepakat bahwa ruku’ adalah wajib didalam shalat. Namun mereka berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya berthuma’ninah didalam ruku’, yakni ketika ruku’ semua anggota badan harus diam tidak bergerak.
Ø  Hanafi, yang diwajibkan semata-mata hanya membungkukkan badan dengan lurus dan tidak wajib thuma’ninah
Ø  Syafi’I, Hanafi dan Maliki, Tidak wajib berdzikir ketika shalat hanya saja disunnnahkan mengucapkan سبحا ن ربي العظيم  
Ø  Imamiyah dan Hambali, Membaca tasbih ketika ruku’ adalah wajib[22].
6.      Iktidal dengan tumakninah
7.      Sujud dengan tumakninah
Ø  Maliki, Syafi’I, dan Hanafi, Wajib menempel  hanya dahi sedangkan yang lain-lainnya adalah sunnah.
Ø  Imamiyah dan Hambali, yang diwajibkan itu semua anggota yang ketujuh, secara sempurna[23]
8.      Duduk antara dua sujud dengan tumakninah
9.      Duduk tasyahud awal dan akhir dengan tumakninah
Ø  Tahiyyat didalam shalat dibagi menjadi dua bagian: pertama yaitu tahiyat yang terjadi setelah dua rakaat pertama dari shalat maghrib, isya’, dzuhur dan ashar dan diakhiri dengan salam. Yang kedua adalah tahiyat yang diakhiri dengan salam baik pada shalat yang du rakaat, tiga rakaat ataupun empat rakaat.
Ø  Imamiyah dan Hambali, Tahiyat pertama itu wajib, Mazhab lain hanya sunnah bukan wajib.
Ø  Syafi’I, Imamiyah dan Hambali, Pada tahiyat terakhir adalah wajib
Ø  Maliki dan Hanafi, Pada tahiyat terakhir hanya sunnah bukan wajib[24].
10.  Membaca tasyahud
11.  Membaca sholat nabi saw
12.  Membaca salam sambil menoleh ke kanan
Ø  Syafi’I, Maliki dan Hambali, mengucapkan salam adalah wajib
Ø  Hanafi, Mengucapkan salam tidak wajib
Ø  Hambali, wajib mengucapkan salam dua kali, sedangkan yang lain hanya mencukupkan satu kali saja yang wajib[25].
13.  Tertib urutan rukunnya
Diwajibkan tertib antara bagian-bagian shalat, maka takbiratul ihram wajib didahulukan dari bacaan al-qur’an (salam, atau al-fatihah), sedangkan membaca al-fatihah wajib didahulukan dari ruku’ dan ruku’ didahulukan dari sujud dan begitu seterusnya[26].



b.      Sunnah Sholat Lima Waktu
Sunnah-sunnah shalat lima waktu terdiri atas sunnah ab’ad dan sunnah hai’ad [27]
1.      Sunnah ab’ad adalah amalan sunnah dalam sholat yang apabila terlupa harus diganti dengan sujud sahwi. Termasuk sunnah ab’ad adalah :
a.       Tasyahud awal
b.      Duduk tasyahud
c.       Membaca sholawat nabi pada tahiyat
2.      Sunnah hai’at adalah amalan sunnah dalam sholat yang apabila terlupa tidak perlu dilakukan sujud sahwi. Yang termasuk sunnah hai’ad adalah :
a.       Mengangkat tangan saat takbiratul ihram
b.      Menghubungkan takbir makmum kepada takbir imam
c.       Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri
d.      Memandang ke tempat sujud
e.       Membaca doa iftitah
f.       Diam sejenak sebelum dan sesudah membaca al-fatihah
g.      Membaca amin seusai membaca al-fatihah
h.      Membaca surat setelah al-fatihah (selain al-fatihah)
i.        Memperhatikan bacaan imam (bagi makmum)
j.        Mrngeraskan suara pada dua rakaat sholat maghrib, isya’, subuh
k.      Membaca takbir intiqal (setiap ganti gerakan kecuali saat berdiri atau bangkit dari rukuk)
l.        Membaca sami’allahu liman hamidah, rabbana walakal-hamdu saat iktidal
m.    Meletakkan kedua tangan di atas kedua lutut saat rukuk
n.      Saat rukuk dan sujud membaca do’a :
سبحا نك اللهم ربنا وبحمدك  اللهم اغفرلي
o.      Saat duduk antara dua sujud membaca do’a :
رب اغفرلي وارحمني واجبرني واهدي  وارزقني
p.      Duduk iftirasyi pada semua gerakan duduk dalaam shalat, kecuali saat tasyahud akhir
q.      Duduk tawaruk saat tasyahud akhir, yakni telapak kaki kiri dijulurkan di bawah kaki kanan, sedangkan telapak kaki kanan tegak dan jari-jari kaki menghadap kiblat
r.        Membaca salam sambil menoleh kek kiri sehingga pipi sebelah kiri tampak dari belakang
s.       Merendahkan suara salam pada salam yang ke dua

E. Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat Lima Waktu[28]
a.       Meninggalkan salah satu rukun shalat (termasuk tidak tumakninah)
b.      Tidak terpenuhi syarat syah shalat yang telah ditentukan seperti berhadas, terkena najis, dan terbuka auratnya
c.       Melakukan gerakan-gerakan yang semestinya tidak dilakukan
d.      Berkata atau berbicara selain bacaan shalat, meskipun dalam bahasa arab
1)      Hanafi dan Hambali, Tidak membedakan hukum bacaan shalat karena berbicara, baik pembicaraan itu disengaja atau karena lupa. Keduannya dianggap batal.
2)      Imamiyah, Syafi’I dan Maliki, shalat tidak batal oleh perkataan yang diucapka karena lupa, kalau sedikit sekiranya bentuk shalat itu tetap terpelihara. Dan shalat tidak batal karena berdehem baik karena disengaja ataupun tidak.menurut Imakmiyah dan Maliki, sedangkan menurut madzhab lainnya batal kalau tanpa maksud dan tidak batal kalau kalau karena maksud[29].
e.       Makan dan minum dalam shalat
Ini telah disepakati oleh seluruh ulama’ hanya mereka berselisih dalam hal kadar yang membatalkan.
1)      Imamiyah, semua makanan dan minuman bias membatalkan shalat jika menghilangkan bentuk shalat itu , atau menghilangkan salah satu syarat sahnya shalat banyak atau sedikit walaupun yang dimakan hanyalah sedikit dan tidak ada perbedaan karena sengja atau lupa.
2)      Hanafi, setiap makanan dan minuman membatalkan shalat banyak atau sedikit walaupun yang dimakan hanyalah sedikit dan tidak ada perbedaan karena sengja atau lupa.
3)      Syafi’I, semua makanan dan minuman yang sampai kerongga perut orang yang shalat maka hukumnya membatalkan shalat baik sedikit ataupun banyak.
4)      Hambali, kalau makana dan minuman itu banyak maka hukumnya membatalkan shalat, baik disengaja atau karena lupa, dan kalau makanan dan minuman itu sedikit hukumnya membatalkan kalau disengaja, dan tidak membatalkan kalau karena lupa[30].
f.       Tertawa
Tertawa terbahak-bahak juga membatalkan shalat, demmikian menurut kesepakatan ulama’, selain madzhab hanafi, 

            Hal-hal yang membatalkan shalat menurut beberapa mazhab:
1)      Madzhab Syafi’i
a)            Karena hadas yang mewajibkan wudlu atau mandi
b)            Sengaja berbicara
c)            Menangis
d)           Merintih dalam sebagian keadaan
e)            Banyak bergerak
f)             Ragu-ragu dalam niat
g)            Bimbang dalam memutuskan shalat namun tetap meneruskannya
h)            Menukar niat dari satu shalat fardhu dengan shalat fardhu yang  lain(menukar niat dengan shalat sunnah dibolehkan jika ia bermaksud hendak menunaikan shalat fardhu secara berjamaah)
i)              Terbuka aurat sedang ia mampu menutupinya
j)              Telanjang sedangkan ia memiliki pakaian untuk menutupi auratnya.
k)            Kena najis yang tidak dimaafkan, kalau tidak segera dibuang
l)              Mengulang-ulang takbiratul ihram
m)          Meninggalkan ruku’ dengan sengaja
n)            Masuknya makanan atau minuman kedalam rongga mulut
o)            Berpaling dari kiblat dengan dadanya
p)            Mendahulukan rukun fi’li dari yang lainnya[31]
2) Madzhab Maliki
a)      Meninggalkan salah satu rukun dengan sengaja atau lupa jika tidak teringat hingga memberi salam dalam keadaan yakin telah melakukannya dengan sempurna dan telah lama diketahuinnya
b)      Menambah rukun dengan sengaja, seperti ruku’ dan sujud
c)      Menambah tasyahud bukan pada tempatnya , kecuali bila dibaca dalam keadaan duduk
d)     Tertawa terbahak-bahak baik sengaja maupun tidak
e)      Makan dan minum dengan sengaja
f)       Berbicara dengan sengaja dan bukan untuk memperbaiki bacaannya
g)      Meniup dengan mulut dengan sengaja
h)      Muntah dengan sengaja
i)        Terjadi sesuatu yang membatalkan wudhu seperti keluar angina atau yang lainnya
j)        Terbuka aurt atau sesuatu darinya
k)      Kena najis
l)        Banyak bergerak
m)    Menambah rakaat melebihi dari empat rakaat pada shalat ruba’iyah dengan yakin atau lupa
n)      Sejud sebelum salam
o)      Meninggalkan tiga sunnah dari sunnah-sunnah shalat karena lupa dan tidak melakukan sujud sahwi untuknya[32].
3) Madzhab Hambali
a)                                                                  Banyak bergerak
b)                                                                  Kena najis yang tidak dimaafkan
c)                                                                  Membelakagi kiblat
d)     Terjadi sesuatu yang membatalkan wudhu, seperti keluar angin atau yang lainnya
e)      Sengaja membuka aurat
f)       Bersandar dengan kuat tanpa alas an
g)      Kembali ketasyahud pertama sesudah mulai membaca al-fatihah jika ia mengetahui dan ingat
h)      Menambahkan rukun dengan sengaja
i)        Mendahulukan sebagian rukun dengan rukun yang lainnya dengan sengaja
j)        Keliru dalam bacaan yang merubah arti bacaan itu
k)      Berniat memutuskan shalat
l)        Ragu-ragu dalam takbiratul ihram
m)    Tertawa tyerbahak-bahak
n)      Berbicara dengan sengaja atau tidak
o)      Makmum memberi salam degan sengaja sebelum imam
p)      Makan minum karena lupa atau tidak tahu
q)      Berdehem tanpa alas an
r)       Meniup dengan mulut kalau keluar dua huruf
s)       Menangis bukan karena takut pada Allah[33]
4) Madzhab Hanafi
a)      Berbicara dengan sengaja, lupa, tidak tahu hukumnya atau keliru
b)      Membaca do’a mirip demngan ucapan manusia
c)      Banyak bergerak
d)      Memalingkan dada dari kiblat
e)      Makan dan minum
f)       Berdehem tanpa alas an
g)      Menggerutuh
h)      Merintih
i)        Mengaduh
j)        Menangis dengan suara keras
k)      Membalas ucapan Orang yang bersin Mengucapkan kalimat”Inna Lillahi” ketika mendengar berita buruk
l)        Mengucapkan kalimat “Alhamdulillah” ketika mendengar berita menyenangkan
m)    Mengucapkan kalimat”Subhanallah atau laa illaha illallah” ketika heran
n)      Orang yang shalat dengan tayammum lalu melihat air
o)      Terbit matahari ketika sedang melakukan shalat subuh
p)      Matahari tergelincir ketika mengerjakan shalat id
q)      Jatuhnya pembalut luka ketika belum sembuh
r)       Berhadas dengan sengaja[34].

F.     Bacaan-Bacaan Shalat Lima Waktu
Shalat termasuk ibadah mahdah, sehingga tata cara yang harus kita lakukan dalam shalat sebagaimana yang dilakukan Rasulullah, diataranya[35] :
1.      Takbir
ketika memulai shalat, kita mengangkat tangan sambil mengucapkan الله اكبر                                                                                                    
2.      Doa iftitah
اني وجهت وجهي للذئ فطرالسموات والارض حنيفا مسلما وما انا من المشركين  ان الصلاتي ونسكي ومحيا ي ومماتي لله رب العا لمين لاشريك له وبذ لك امرت وانا منا المسلمين


3.      Surat al-fatihah
Dalam membaca surat al-fatihah, kita harus memperhatikan makhraj dan tajwid.
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$# ÇÊÈ   ßôJysø9$# ¬! Å_Uu šúüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ   Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$# ÇÌÈ 
 Å7Î=»tB ÏQöqtƒ ÉúïÏe$!$# ÇÍÈ   x$­ƒÎ) ßç7÷ètR y$­ƒÎ)ur ÚúüÏètGó¡nS ÇÎÈ   $tRÏ÷d$# xÞºuŽÅ_Ç9$# tLìÉ)tGó¡ßJø9$# ÇÏÈ
  xÞºuŽÅÀ tûïÏ%©!$# |MôJyè÷Rr& öNÎgøn=tã ÎŽöxî ÅUqàÒøóyJø9$# óOÎgøn=tæ Ÿwur tûüÏj9!$žÒ9$# ÇÐÈ  
4.      Bacaan surat-surat al-Qur’an (misalnya surat al-ikhlas)
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$#
ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ   ª!$# ßyJ¢Á9$# ÇËÈ   öNs9 ô$Î#tƒ öNs9ur ôs9qムÇÌÈ   öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr& ÇÍÈ  
5.      Doa ketika rukuk
Rukuk adalah membungkukkan badan membentuk sudut sembilan puluh derajat dengan menjadikan kedua tangan sebagai penyangga bertumpu pada kedua lutut kemudian membaca :    سبحا ن ربي العظيم
6.      Doa iktidal
iktidal adalah berdiri tegak kembali setelah rukuk. Ketika iktidal sambil mengangkat tangan kita membaca : سمع الله لمن حمده                      
dilanjutkan membaca do’a berikut: ربنا لك الحمد                                       
7.Doa sujud
Sujud adalah membungkukkan badan dengan meletakkan beberapa anggota tubuh di lantai tempat sujud. Ketika  melakukan sujud kita membaca :
سبحا ن ربي الا على
8.      Doa duduk antara dua sujud
رب اغفرلي وارحمني واجبرني واهدي  وارزقني


9.      Bacaan tasyahud awal
التحيا ت لله والصلوات والطيبا ت السلام عليك ايها النبي رحمةالله وبركاته السلام علينا وعلى عبادالله الصالحين الشهد ان لاالها الاالله واشهد  محمد اعبده ورسوله
10.  Doa tasyahud akhir
Ketika duduk tasyahud akhir kita membaca doa tahiyat awal dilanjutkan membaca :
اللهم صلي علىعندك محمد و على ال محمد كما صليت على ابراهيم وعلى ال ابراهيم وبارك على محمد كما باركت على ابراهيم وعلى ال ابراهيم في العا لمين انك حميد مجيد
11.  Doa-doa setelah membaca tasyahud akhir dan shalawat
a.       Doa memohon perlindungan dari adzab kubur
اللهم  اني اعوذ بك من عذاب القبري ومن عذاب النار ومن فتنة المحيا والممات ومن فتنة المسيح الدجال
b.      Doa mohon ampunan
 عند ك انك انت الغفور الرحيمالهم ظلمت نفسي ظلما كثيرا ولا يغفر الذنوب الا انت فاغفرلي مغفرة من
12. Ucapan salam dalam shalat
Untuk mengakhiri shalat kita membaca :  السلام عليكم ورحمة الله وبركة

G.    Ketentuan Sujud Sahwi
Sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan karena meninggalkan pekerjaan atau bacaan tertentu dalam sholat[36]. Hal-hal yang menyebabkan sujud sahwi adalah karena lupa dan meninggalkan sunnah ab'adh (bila dilakukan secara sengaja maka sholatnya batal) atau ragu-ragu bilangan rakaat shalat. Jika seseorang ragu-ragu terhadap rakat sholat maka yang ditetapkan ialah rakaat yang jumlahnya lebih sedikit.
Dari Ibni Mas‘ud ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Bila kamu lupa dalam shalat, maka sujudlah dua kali (sujud sahwi)” (HR. Muslim)
”Bila seseorang merasa ragu dalam shalatnya, dan tidak tahu sudah berapa rakaat, tiga atau empat, maka hendaklah membuang ragunya itu dan lakukan apa yang diyakini. Kemudian hendaklah sujud dua kali sebelum salam.” (HR. Muslim)
Ø  Cara sujud sahwi
Cara sujud shawi sama dengan sujud pada umumnya. Jumlahnya dua kali diselingi duduk diantara dua sujud[37].

Ø  Waktu mengerjakan sujud Sahwi
Ada perbedaan ulama dalam masalah ini:
a.       Mazhab Hanafi mengatakan bahwa sujud sahwi itu dilakukan sesudah salam pertama. Baik karena kelebihan atau karena kekurangan dalam shalat. Caranya menurut mazhab ini adalah bertasyahhud lalu mengucapkan salam sekali saja, lalu sujud lagi (sujud sahwi) kemudian bertasyahud lagi salu bersalam. Bila saat salam pertama dilakukan dua kali salam, maka tidak boleh lagi sujud sahwi.
b.      Sedangkan Mazhab Maliki dan menurut sebuah riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal, bahwa harus dibedakan sujud sahwi berdasarkan bentuk lupanya. Bila lupanya adalah kekurangan dalam gerakan shalat, maka sujud sahwi dilakukan sebelum salam. Dan sebaliknya bila kelebihan gerakan, maka sujudnya sesudah salam atau setelah selesai shalat.
Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Malik bin Buhainah “bahwa Rasulullah SAW langsung berdiri pada rakaat kedua dalam shalat zhuhur dan tidak duduk tasyahhud awal. Ketika telah selesai salatnya, maka beliau sujud dua kali”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Sedangkan bila lupa yang menyebabkan kelebihan gerakan shalat, maka sujudnya sesudah salam.
Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Mas‘ud ra. Bahwa Rasulullah SAW shalat
bersama kami lima rakaat. Lalu kami bertanya, ”Apakah ada perubahan (tambahan) dalam shalat?” Beliau bertanya, ”Memangnya kenapa?”. ”Anda shalat lima rakaat wahai Rasulullah”, jawab kami. “Sesungguhnya aku adalah manusia seperti kalian, jadi aku mengingat seperti kalian mengingat dan lupa seperti kalian lupa.”. Lalu beliau sujud dua kali.” (HR. Muslim)
c.       Mazhab Syafi‘i dan juga riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa sujud sahwi itu dilakukan sebelum salam.
d.      Sedangkan Mazhab Hambali mengatakan bahwa sujud sahwi itu dilakukan sebelum salam[38].

Ø  Sujud Sahwi Dalam Sholat Jamaah
Dalam shalat jamaah, posisi imam adalah untuk diikuti. Namun hak makmum adalah mengingatkan bila imam lalai atau lupa. Makmum laki-laki memberi peringatan dengan mengucapkan lafaz “سبحن الله”, sedangkan makmum wanita dengan menepuk punggung tangan.
Untuk itu imam wajib mendengar peringat makmum bila melakukan kesalahan, dan diakhir salat hendaknya melakukan sujud sahwi dan wajib diikuti oleh makmum. Meskipun yang lupa hanya imam saja, tapi makmum harus ikut imam dan melakukan sujud sahwi juga[39].

Ø  Bacaan Sujud Sahwi
Lafaz yang diucapkan ketika sujud sahwi adalah
“سبحن من لا ينام ولا يسه” (Maha Suci Allah yang tidak pernah tidur dan lupa)[40].

BAB III
PENUTUP

A.          KESIMPULAN
Asal makna shalat menurut bahasa Arab ialah “doa”, tetapi yang dimaksud di sini adalah “ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, dan disudahi dengan salam dengan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan. Sebagai umat islam kita harus dapat melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya sesuai dengan rukun-rukun serta syarat-syarat yang telah ditentukan. Dalam syarat-syarat  ataupun rukun-rukun shalat terdapat beberapa ulama’ madzhab yang berbeda pendapat kakan tetapi mereka mempunyai landasan yang berbeda-beda sehingga kita tetap harus melaksanakannya sesuai dengan rukun-rukun serta syarat-syaratnya. Dalam melaksankan shalat ketika mendapati ataupun merasa ada bagian-bagian dari shalat baik itu rukun-rukunnya atau yang lainnya maka kita du=iwajibkan untuk melaksanakanSujud sahwi.
 Sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan karena meninggalkan pekerjaan atau bacaan tertentu dalam sholat[41]. Hal-hal yang menyebabkan sujud sahwi adalah karena lupa dan meninggalkan sunnah ab'adh (bila dilakukan secara sengaja maka sholatnya batal) atau ragu-ragu bilangan rakaat shalat. Jika seseorang ragu-ragu terhadap rakat sholat maka yang ditetapkan ialah rakaat yang jumlahnya lebih sedikit.









DAFTAR PUSTAKA

v  Azzam, Abdul Aziz Muhammad, Hawwaz, Abdul Wahhab Sayyed. 2009. Fiqih Ibadah. Jakarta: Amzah
v  Ibrahim, T dan darsono. 2009. Penerapan Fiqih JIlid I kelas VII madrasah Tsanawiyah. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
v  Mughniyah, Muhammad Jawad. 2009. Fiqih Lima Madzhab. Jakarta: Lentera
v  Rasjid, Sulaiman. 2008. Fiqih Islam(hokum fiqih islam). Bandung: Percetakan Sinar Baru Algensido effeset.
v   Rusdy, Ibnu. 1990. Tarjamah Bidayatul Mujtahid. Semarang: CV. Asy Syifa.




















LAMPIRAN

Ø  LEMBAR SOAL

1.      Shalat adalah salah satu dari ........
a.       Pokok-pokok kepercayaan
b.      Rukun iman
c.       Pokok-pokok ibadah
d.      Kewajiban muslim setiap saat
2.      Di bawah ini yang tidak termasuk syarat syahnya shalat adalah ........
a.       Suci dari hadats dan najis
b.      Maksimal berhadats kecil
c.       Menutup aurat
d.      Menghadap kiblat
3.      Orang yang lupa hitungan jumlah rakaat ketia shalat hendaknya sebelum salam melakukan .........
a.       Sujud sahwi
b.      Sujud tilawah
c.       Sujud syukur
d.      Istighfar
4.      Tuma’nina termasuk rukun shalat, apakah tuna’nina itu ............
a.       Berdiri tegak cukup lama
b.      Membaca setiap bacaan shalat cukup lama
c.       Menyerasikan gerakan dengan bacaannya
d.      Melaksanakan shalat dengan tenang atau pelan-pelan
5.      Berikut ini yang bukan rukun shalat adalah ............
a.       Membaca surat sesudah al-fatihah
b.      Membaca tasyahud
c.       Membaca al-fatihah
d.      Ruku’ dan sujud dengan tuma’nina



[1] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam,, Sinar Baru Algensindo, Bandung, Cetakan ke-41 2008, hal. 53
[2] Abdul aziz Muhammad azzam. Fiqih Ibadah. Azmah. Cetakan:  ke-1. hal :169
[3] Ibid. hal: 168
[4] Mughniyah , M. Jawat. Fiqih Lima Madzhab. Lentera. Cet.24. 2009. Hal:71

[5] Ayyub, Hasan. Fiqih Ibadah. Pustaka Al-Kautsar. Cet. Ketiga, Agustus 2006
[6] T. ibrahim, Darsono. Penerapan Fiqih. Tiga Serangkai. Cetakan: 2009. hal:32-33
[7] Mughniyah , M. Jawat. Fiqih Lima Madzhab. Lentera. Cet.24. 2009. Hal:73-74
[8] Ibid. hal. 74
[9] Ibid. Hal. 74-75
[10] Ibid. Hal. 75
[11] Ibid. Hal. 76
[12] T. ibrahim, Darsono. Penerapan Fiqih. Tiga Serangkai. Cetakan: 2009. hal: 24
[13] Ibid. hal: 24
[14] Mughniyah , M. Jawat. Fiqih Lima Madzhab. Lentera. Cet.24. 2009. Hal:92

[15] Ibid. Hal 87
[16] Mughniyah , M. Jawat. Fiqih Lima Madzhab. Lentera. Cet.24. 2009. Hal:79
[17] Ibid. hal:79
[18] T. ibrahim, Darsono. Penerapan Fiqih. Tiga Serangkai. Cetakan: 2009. hal:25
[19]  Mughniyah , M. Jawat. Fiqih Lima Madzhab. Lentera. Cet.24. 2009. Hal  106
[20] Mughniyah , M. Jawat. Fiqih Lima Madzhab. Lentera. Cet.24. 2009. Hal: 104-105
[21] Ibid. hal:106-108
[22] Ibid. hal: 110
[23] Ibid. hal: 111
[24] Ibid. hal: 111
[25] Ibid. hal: 115
[26] Ibid. hal 116
[27] T. ibrahim, Darsono. Penerapan Fiqih. Tiga Serangkai. Cetakan: 2009. hal:25


[28] Ibid. hal: 27
[29] Mughniyah , M. Jawat. Fiqih Lima Madzhab. Lentera. Cet.24. 2009. Hal: 146

[30] Ibid. hal 147
[31] Ibid. hal : 148-149
[32] Ibid. Hal: 149
[33] Ibid. hal: 150
[34] Ibid. hal: 150-151
[35] T. ibrahim, Darsono. Penerapan Fiqih. Tiga Serangkai. Cetakan: 2009. hal:28-31
[36] Ibid. hal: 34
[37] http://www.syariah online. Com. Diakses; 17 0ktober 2009
[38] Ibid
[39] 1bid
[40] Ibid
[41] Ibid. hal: 34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar