GURU
DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Guru
sebagai Pendidik Profesional
Mendidik adalah pekerjaan profesional, oleh karena
itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik profesional.
Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya
secara profesional tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan
profesional. Dalam diskusi pengembangan modal pendidikan profesional tenaga
pendidikan, yang diselenggarakan oleh PPS IKIP Bandung tahun 1990, dirumuskan
10 ciri suatu profesi, yaitu:
1)
Memiliki
fungsi dan signifikansi social.
2)
Memiliki
keahlian/keterampilan tertentu.
3)
Keahlian/keterampilan
diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4)
Didasarkan
atas disiplin ilmu yang jelas.
5)
Diperoleh
dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama.
6)
Aplikasi
dan sosialisasi nilai-nilai profesioanal.
7)
Memiliki
kode etik.
8)
Kebebasan
untuk memberikan judgment dalam
memecahkan masalah dalam lingkup kerjanya.
9)
Memiliki
tanggung jawab profesional dan otonomi.
10) Ada pengakuan dari masyarakat dan
imbalan atas layanan profesinya.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1980) telah
merumuskan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dan mengelompokkannya
atas tiga dimensi umum kemampuan, yaitu:
1.
Kemampuan
professional, yang mencakup:
a.
Penguasaan
materi pelajaran, mencakup bahan yang akan diajarkan dan dasar keilmuan dari
bahan pelajaran tersebut.
b.
Penguasaan
landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
c.
Penguasaan
proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
2.
Kemampuan
social, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan lingkungan
sekitar.
3.
Kemampuan
personal yang mencakup:
a.
Penampilan
sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap
keseluruhan situasi pendidikan.
b.
Pemahaman,
penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogianya dimiliki guru.
c.
Penampilan
upaya untuk menjadikan dirinya sebagai anutuan dan teladan bagi para siswanya.
Lebih lanjut Depdikbud (1980) merinci ketiga
kelompok kemampuan tersebut menjadi 10 kemampuan dasar, yaitu:
1)
Penguasaan
bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya.
2)
Pengelolaan
program belajar-mengajar.
3)
Pengelolaan
kelas.
4)
Penggunaan
media dan sumber pembelajaran.
5)
Penguasaan
landasan-landasan kependidikan.
6)
Pengelolaan
interaksi belajar-mengajar.
7)
Penilaian
prestasi siswa.
8)
Pengenalan
fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan.
9)
Pengenalan
dan penyelenggaraan administrasi sekolah.
10) Pemahaman prinsip-prinsip dan
pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu
pengajaran.
B. Guru
sebagai Pembimbing Belajar
Dalam konsep pendidikan klasik, guru berperan
sebagai penerus dan penyampai ilmu, sedangkan dalam konsep teknologi
pendidikan, guru adalah pelatih kemampuan. Dalam konsep interaksional guru
berperan sebagai mitra belajar, sedangkan dalam konsep pendidikan pribadi, guru
lebih berperan sebagai pengarah, pendorong, dan pembimbing.
Para pelaksana pendidikan termasuk guru sering tidak
melihat keempat peranan tersebut terletak dalam kontinum. Mereka melihatnya
sebagai dua ekstrem. Pada satu ujung guru berperan sebagai penyampai ilmu dan
pelatih, dan pada ujung lain peran guru sebagai pengarah, pembimbing,
pendorong, fasilitator, dan sebagainhya. Praktik pendidikan yang memberikan
peranan kepada guru hanya sebagai penyampai ilmu atau pelatih dianggap model
lama, sedangkan yang memberikan peranan sebagai pengarah, pendorong, pembimbing
dipandang model baru.
Meskipun demikian ada satu hal yang menjadi acuan
bagi guru, dalam memilih kegiatan yang akan dilakukan serta peranan yang akan
dimainkannya, yaitu siswa. Tujuan utama kegiatan guru dalam mengajar ialah
mempengaruhi perubahan pola tingkah laku para siswanya. Perubahan ini trjadi
karena guru memberikan perlakuan-perlakuan. Tujuan lainnya adalah mendorong dan
meningkatkan kemampuan sebagai hasil belajar, dengan cara itu, guru dapat
mempengaruhi perubahan tingkah laku siswa.
Dalam mengoptimalkan perkembangan siswa, ada tiga
langkah yang harus ditempuh. Pertama,
mendiaknosis kemampuan dan perkembangan siswa. Kedua, memilih cara pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa.
Pembelajaran yang betul-betul disesuaikan dengan perbedaan individual, harus
pendekatan pembelajaran yang bersifat individual. Ketiga, kegiatan pembimbingan. Pemilihan dan penggunaan metode dan
media yang bervariasi tidak dengan sendirinya akan mengoptimalkan perkembangan
siswa.
C. Peranan
Guru dalam Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum dapat dibedakan antara yang
bersifat sentralisasi, desentralisasi, dan sentraldesentral. Model pengembangan
kurikulum yang bersifat sentralisasi mempunyai beberapa kelebihan disamping
juga kelemahan. Kelebihannya selain mendukung terciptanya standar minimal
penguasaan/perkembangan anak, juga model ini mudah dikelola, dimonitor dan
dievaluasi, serta lebih hemat dilihat dari segi biaya, waktu, dan fasilitas.
Hal-hal di atas tampaknya sesuai dengan kondisi dan tahap perkembangan negara
dewasa ini.
Model pengembangan ini memiliki beberapa kelemahan. Pertama, menyeragamkan kondisi yang
berbeda-beda keadaan daan tahap perkembanngan intelek, alam dan social
budayanya, sukar sekali. Kedua, ketidakadilan
dalam menilai hasil. Dalam kurikulum yang seragam, penilaian sering dilakukan
secara seragam pula. Yang dimaksudkan dengan seragam dalam penilaian yaitu
kesamaan di dalam segi yang dinilai, prosedur dan alat penilaian serta standar
penilaian. Ketiga, penggunaan standar
yang sama untuk semua sekolah di seluruh wilayah akan memberikan gambaran hasil
yang beragam dan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat ekstrem.
Peranan guru dalam model sentralisasi maupun
desentralisasi dapat dilihat dalam tiga tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1.
Peranan
guru dalam pengembanngan kurikulum yang bersifat sentralisasi
Dalam kurikulum yang bersifat sentralisasi, guru
tidak mempunyai peranan dalam perancangan, dan evaluasi kurikulum yang bersifat
makro, mereka lebih berperan dalam kurikulum mikro. Kurikulum makro disusun
oleh tim atau komisi khusus, yang terdiri atas para ahli.
Menjadi tugas gurulah menyusun dan merumuskan tujuan
yang tepat, memilih dan menyusun bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan,
minat dan tahap perkembangan anak, memiliki metode dan media mengajar yang
bervariasi, serta menyusun program dan alat evaluasi yang tepat. Suatu
kurikulum yang tersusun sistematis dan rinci akan sangat memudahkan guru dalam
implementasinya. Walaupun kurikulum sudah tersusun dengan berstruktur, tetapi
guru masih mempunyai tugas untuk mengadakan penyempurnaan dan
penyesuaian-penyesuaian.
Implementasi kurikulum hampir seluruhnya bergantung
pada kreatifitas, kecakapan, kesungguhan dan ketekunan guru. Guru hendaknya
mampu memilih dan menciptakan situasi-situasi belajar yang mengarahkan siswa,
mampu memilih dan melaksanakan metode mengajar yang sesuai dengan kemampuan
siswa, bahan pelajaran dan banyak mengaktifkan siswa. Guru hendaknya mampu
memilih, menyusun dan melaksanakan evaluasi, baik untuk mengevaluasi
perkembangan atau hasil belajar siswa untuk menilai efisiensi pelaksanaannya
itu sendiri.
2.
Peranan
guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi
Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah
ataupun kelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah. Kurikkulum
ini diperuntukan bagi suatu sekolah atau lingkungan wilayah tertentu.
Pengembangan kurikulum semacam ini didasarkan atas karakteristik, kebutuhan,
perkembangan daerah serta kemampuan sekolah tersebut.
Bentuk kurikulum seperti ini mempunyai beberapa
kelebihan di samping juga kekurangan. Kelebihannya antara lain: (1) kurikulum
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat setempat, (2) kurikulum
sesuai dengan tingkat dan kemampuan sekolah, baik kemampuan profesional,
finansial maupun manajerial, (3) disusun oleh guru-guru sendiri dengan demikian
sangat memudahkan dalam pelaksanaannya, (4) ada motivasi kepala sekolah (kepala
sekolah, guru) untuk mengembangkan diri, mencapai dan menciptakan kurikulum
yang sebaik-baiknya, dengan demikian akan terjadi semacam kompetisi dalam
pengembangan kurikulum.
Diantara kelemahannya adalah: (1) tidak adanya
keseragaman, (2) tidak adanya standar penilaian yang sama, (3) adanya kesulitan
bila terjadi perpindahan siswa ke sekolah/wilayah lain, (4) sukar untuk
mengadakan pengelolaan dan penilaian secara nasional, (5) belum semua
sekolah/daerah mempunyai kesiapan untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum
sendiri. Untuk mengatasi kelemahan kedua bentuk kurikulum tersebut, bentuk
campuran antara keduanya dapat digunakan, yaitu bentuk sentral-desentral.
D. Pendidikan
Guru
Masalah pendidikan guru tidak dapat dilepaskan dari
masalah pendidikan secara keseluruhan. Dalam pendidikan di Indonesia kita
memnghadapi dua masalah besar, yaitu masalah kuantitas dan kualitas pendidikan.
Masalah pertama kuantitas pendidikan, berkenaan dengan penyediaan fasilitas
belajar bagi semua anak usia sekolah.
Salah satu penyebab utama yang menuntut pengembangan
kuantitas pendidikan adalah angka kelahiran. Sebab lain yang mendorong
pertambahan calon siswa ke sekolah adalah kebijakan pemerintah yang memberikan
kesempatan yang luas dalam pendidikan, terutama dengan diterapkannya wajib
belajar Sembilan tahun. Di samping itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya
pendidikan telah semakin besar dan kemampuan ekonomi orang tua juga semakin
baik. Akibatnya sekolah-sekolah tiap tahun dihadapkan pada masalah melimpahnya
calon murid yang semakin membengkak.
Masalah kedua yang dihadapi dunia pendidikan di
Indonesia adalah menyangkut kualitas. Masyarakat dan para ahli pendidikan
banyak yang mensinyalir bahwa mutu pendidikan dewasa ini belum seperti yang
diharapkan. Banyak faktor yang mungkin melatarbelakangi masalah tersebut.
Selain masih kurangnya sarana dan fasilitas belajar yang tersedia, adalah
karena faktor guru. Hal itu pun mungkin disebabkan dua hal, pertama belum atau
tidak bekerja dengan sungguh-sungguh, dan kedua mungkin karena kemampuan
profesional guru yang memang masih kurang. Banyak cara yang telah ditempuh
dalam meningkatkan kompetensi guru , baik melalui pendidikan prajabatan maupun
pendidikan dalam jabatan. Salah satu pendekatan yang telah dilaksanakan dalam
pendidikan prajabatan adalah pendekatan kompetensi, sedangkan pelatihan dalam
jabatan yang sampai sekarang masih berjalan adalah program bantuan pengembangan
profesi.
E. Analisis
Dalam
perkembangan kurikulum telah terjadi perubahan di setiap pemikiran baik berupa
metode, isi , dan komponen lainnya yang tidak lain untuk memenuhi tujuan
nasional. Guru merupakan penggerak dalam proses pembelajaran yang mana sangat
memiliki peranan penting Dalam keberhasilan peserta didik. Guru sebagai
pendidik diharapkan untuk memiliki idealism mangajar sehingga ia dalam mengajar
bisa maksimal. Guru berperan sebagaii mitra belajar dan sebagai pengarah,
pendorong dan pembimbing. Peranan guru dalam proses belajar adalah sebagai
penyampai pengetauan, pelatih kemampuan, mitra belajar dan pengarahpembimbing.
Dalam
kenyataan yang terjadi saat ini guru tidak lagi bisa menjadi tauladan seperti
yang diharapkan. Guru tidak dapat memenuhi tugas yang sebenarnya. Kenyataan
seperti ini memeng tidak tidak hanya guru yang disalahkan akan tetapi juga
pemerintahan yang mana tidak dapat benar-benar menjalankan kebijakan yang sudah
dikeluarkan. Contohnya saja, kini pendidikan keguruan semakin mengalami
kemunduran, orang yang lulus dari perguruan tinggi tidak menjamin bahwa mareka
sudah dapat mengajar dengan baik hal ini disebabkan kemudahan dalam mendapatkan
ijazah kelulusan, selain itu semakin menjamurnya lembaga tinggi pendidikan
swasta tang belum bisa dipertanggung jawabkan akreditasinya.
Untuk
mengatasi hal ini alangkah baiknya jika pemerintah meninjau kembali
kebijakan-kebijakan tentang pendidikan keguruan, karena meski berulang ulang kurikulum diperbarui namun tidak
didukung dengan guru yang professional maka tujuan pendidikan tidak akan
tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar