BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Guru adalah seseorang yang memiliki
tugas sebagai fasilitator sehingga siswa dapat belajar dan atau mengembangkan
potensi dasar dan kemampuannya secara optimal, melalui lembaga pendidikan
sekolah, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat atau
swasta. Jadi, guru saat ini sudah merupakan suatu profesi. Citra guru
diibaratkan sebagai ujung tombak proses pendidikan.
Profesi guru sebelumnya dipandang
sebelah mata, tidak mempunyai masa depan, dan terlalu mudah. syarat-syarat yang
harus dicapai untuk menjadi seorang guru, khususnya guru sekolah dasar (SD)
semakin lama semakin berstandar. Syarat yang pertama kali untuk menjadi guru SD
adalah lulusan SMA, pada masa selanjutnya syaratnya harus D-2, dan sekarang
syarat untuk menjadi guru SD haruslah berstatus sarjana (S-1).
Sejak tahun 2005, isu mengenai
profesionalisme guru gencar dibicarakan di Indonesia. Profesionalisme guru
sering dikaitkan dengan tiga faktor yang cukup penting, yaitu kompetensi guru,
sertifikasi guru, dan tunjangan profesi guru. Ketiga faktor tersebut merupakan
latar yang disinyalir berkaitan erat dengan
kualitas pendidikan.
Sekarang ini, terdapat sejumlah guru
yang telah tersertifikasi, akan tersertifikasi, telah memperoleh tunjangan
profesi, dan akan memperoleh tunjangan profesi. Fakta bahwa guru telah tersertifikasi
merupakan dasar asumsi yang kuat, bahwa guru telah memiliki kompetensi. Pasca
sertifikasi seharusnya merupakan langkah awal bagi guru untuk selalu
meningkatkan kompetensinya. Apa yang terjadi sekarang ini sungguh
memprihatinkan.
Banyak guru bersertifikasi namun mereka
tidak mencerminkan guru yang profesional. Di antara mereka bahkan tidak
mengubah gaya mengajar mereka seperti sebelum disertifikasi. Keadaan ini
sungguh menimbulkan pro dan kontra terhadap keefektifan sertifikasi itu
sendiri, walaupun sekarang mahasiswa-mahasiswa calon pendidik dibekali
ilmu-ilmu yang sekiranya dapat mengubah paradigma guru dalam mengajar, dari
hanya menyampaikan kompetensi sesuai waktu tanpa memperhatikan apakah peserta
didik sudah mencapai kompetensi tersebut menjadi menyampaikan dan memastikan
kompetensi telah disampaikan kepada peserta didik dalam waktu yang telah
ditentukan.
Garis besar yang telah dibahas di atas
inilah yang akan dibahas dalam makalah berjudul “Pengertian Guru Dan Etika
Keguruan” ini.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pengertian guru apabila dilihat dari berbagai macam sudut?
2. Apakah
yang dimaksud dengan etika keguruan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Guru
Secara etimologis, istilah ‘guru’
berasal dari bahasa India yang artinya orang yang mengajarkan tentang kelepasan
dari sengsara. Menurut N.A Atembaun guru adalah semua orang yang bertanggung
jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal,
baik di sekolah maupun diluar sekolah.[1] Pendidik atau lebih dikenal kata guru merupakan orang dewasa
yang bertanggung jawab memberikan bimbingan atau
bantuan kepada siswa dalam perkembangan jasmani dan rohani agar mencapai kedewasaan, mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk
Tuhan, Khalifah di bumi dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri. Guru merupakan pendidik yang mutlak yang harus memiliki Empat kompetensi, terdiri dari:
1. Kompetensi
pedagogi
2.
Kompetensi profesional
3.
Kompetensi sosial, dan
4. Kompetensi
kepribadian.
Peranan guru dalam kegiatan belajar
mengajar antara lain; sebagai Infomator, sebagai organisator, sebagai
Motivator, sebagai Pengarah atau direktur, sebagai Inisiator, sebagai
transmitter, sebagai Fasilitator, sebagai Mediator, sebagai evaluator.
Sedangkan Anggapan
Orang Terhadap Pengertian Guru Dilihat Dari Sudut Pandang Sosial, Budaya, Dan Agama
yaitu[2] ;
1. Pengertian
guru dari sudut pandang sosial adalah orang yang dapat berinteraksi dengan
peserta didik dalam hubungan timbal balik antara pendidik dan peserta
didik, dapat mengetahui karaketeristik peserta didik dan tidak membedakan
antara golongan menengah dan atas, dapat memanfatkan harapan-harapan orang tua
dan menerapkannya dalam kelas dalam bentuk norma-norma, bersikap
demokratis.
2. Pengertian
guru dilihat dari sudut pandang budaya adalah orang yang membimbing kepada
peserta didik, mampu menilai kemampuan peserta didik dengan baik, dapat
mendidik peserta didiknya dengan menyampaikan sejumlah pengetahuan yang sesuai
dengan kurikulum metode dan teknik kontrol tertentu yang berlaku di sekolah,
dapat mentransfer ilmu pengetahuannya dengan baik.
3. Pengertian
guru dilihat dari sudut pandang agama adalah orang yang berilmu dan
mengamalkannya, yang memiliki kepribadian muslim yang kaffah, yang melaksanakan
tindakan mendidik secara Islami, yang mempunyai kedudukan utama dan sangat
penting.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa guru adalah seseorang yang memiliki tugas sebagai fasilitator sehingga
siswa dapat belajar dan atau mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya
secara optimal, melalui lembaga pendidikan sekolah, muapun pendidikan luar
sekolah.
B. Etika Keguruan
Etika (ethic) bermakna sekumpulan azas
atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, tata cara (adat,
sopan santun) nilai mengenai benar dan salah tentang hak dan kewajiban yang
dianut oleh suatu golongan atau masyarakat. Etika, pada hakikatnya merupakan
dasar pertimbangan dalam pembuatan
keputusan tentang moral manusia dalam interaksi dengan lingkungannya. Etika
merupakan ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh
yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
Guru Indonesia menyadari bahwa
pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan
negara, serta kemanusiaan pada umumnya.
Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila
dan setia pada UUD 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, guru
Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan berpedoman pada
dasar-dasar sebagai berikut.
1. Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa Pancasila.
2. Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
4. Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar.
5. Guru
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru
secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.
7. Guru
memelihara hubungan sesama profesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial.
8. Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI, sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru
melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Jadi dapat dirumuskan bahwa etika
profesionalisme guru merupakan ilmu atau kode etik yang telah disepakati dalam
menjalankan profesi keguruan yang mengarah pada profesionalisme guru.
Profesionalisme guru harus didukung oleh kompetensi yang standar yang harus
dikuasai oleh para guru profesional. Kompetensi tersebut adalah pemilikan
kemampuan atau keahlian yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan
sertifikasi keahlian haruslah dipandang perlu sebagai prasyarat untuk menjadi
guru profesional.
C.
Profesionalisme
Guru
Profesi guru dan dosen merupakan bidang
pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
1. Memiliki bakat,
minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia;
3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang
pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugas;
5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai
dengan prestasi kerja;
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
D.
Etika
Profesionalisme Guru
Prinsip-prinsip
umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda satu dengan yang lainnya.
Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga
ahli profesi yang didefinisikan dalam suatu negara tidak sama.
Adapun yang
menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (Code
of conduct) profesi adalah:
1.
Standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab
terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
2.
Standar-standar
etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka
perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaan
3.
Standar-standar
etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi
dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota
tertentu
4.
Standar-standar
etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas,
dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan
menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya
5.
Standar-standar
etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari
tenaga ahli profesi
6.
Perlu
diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau
undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan
menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya
Kompetensi etika profesi guru di
Indonesia mencakup beberapa sub kompetensi antara lain :
a.
Memahami, menghayati,
dan melaksanakan kode etik guru Indonesia.
b.
Memberikan layanan pendidikan
sepenuh hati, profesional dan ekspektasi yang tinggi terhadap peserta didik.
c.
Menghargai perbedaan
latar belakang peserta didik dan berkomitmen tinggi untuk meningkatkan
prestasi belajarnya.
Profesionalisme guru perlu didukung
oleh suatu kode etik guru yang berfungsi sebagai norma hukum dan sekaligus
sebagai norma kemasyarakatan. Kelembagaan profesi guru (seperti PGRI) sangat
diperlukan untuk menghindari terkotak-kotaknya guru karena alasan struktur
birokratisasi atau kepentingan politik tertentu. Berikut ini adalah kode etik
guru Indonesia yang dirumuskan oleh Pengurus Besar Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI).
E.
Hambatan
Dalam Mencapai Profesionalisme Guru
Salah satu kompetensi yang harus
dikuasai guru dan merupakan pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional
seperti yang disebutkan dalam pasal 2 (1) UU No.14 tentang guru dan dosen,
adalah sertifikasi keahlian, atau kita lebih sering menyebutnya dengan
sertifikasi saja. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik
kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru bertujuan untuk:
(1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik
profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, (3) meningkatkan
kesejahteraan guru, serta (4) meningkatkan martabat guru; dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya,
sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio memberi banyak peluang pada guru
untuk menempuh jalan pintas. Hal ini disebabkan profesionalisme guru diukur
dari tumpukan kertas. Indikator inilah yang kemudian memunculkan hipotesis
bahwa pelaksanaan sertifikasi dalam wujud penilaian portofolio tidak akan berdampak
sama sekali terhadap kinerja guru, apalagi terhadap peningkatan mutu pendidikan
nasional.
Sertifikasi guru secara umum sangat
cenderung tertuju pada peningkatan kesejahteraan guru, tetapi disisi lain akan
berdampak pada penurunan semangat dan dedikasi guru meskipun mendapat
sertifikasi. Dengan proses seperti yang berjalan sekarang ternyata menimbulkan
hambatan di antaranya :
1. Pembelian
piagam penghargaan atau piagam diklat yang semakin marak, karena guru yang
bersangkutan tidak memiliki berkas-berkas portofolio yang lengkap.
2. Sebagian
guru yang telah mendapat sertifikasi ternyata sangat tidak
ada perbedaan dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, itu dapat
menimbulkan kecemburuan sosial dengan guru lainnya bahkan dengan
masyarakat lingkungan sekitarnya.
ada perbedaan dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, itu dapat
menimbulkan kecemburuan sosial dengan guru lainnya bahkan dengan
masyarakat lingkungan sekitarnya.
3. Bisnis
portopolio yang semakin marak, sehingga deskripsi status guru yang akan
disertifikasi menjadi sangat kabur karena ternyata gambaran yang dilaporkan
merupakan jiplakan atau buatan orang lain yang sengaja dibuat dengan imbalan
tertentu. Bahkan sampai pada jual beli makalah penelitian yang memang bukan
prestasi guru bersangkutan.
4. Guru-guru
lama dan belum merupakan lulusan S-1, sangat sulit mendapatkan sertifikasi.
Selain sebagian guru tersebut bukan lulusan dari bidang pendidikan karena
berada di daerah terpencil, tetapi juga harus menempuh kuliah yang mungkin saja
sebelum lulus beliau sudah pensiun.
F.
Solusi
Untuk Menghadapi Hambatan Dalam Mencapai Profesionalisme Guru
Menyadari banyaknya
guru yang belum memenuhi kriteria profesional, guru dan penanggung jawab
pendidikan harus mengambil langkah- langkah
di antaranya :
1.
Penyelenggaraan
pelatihan. Dasar profesionalisme adalah kompetensi. Sementara itu, pengembangan
kompetensi mutlak harus berkelanjutan. Penyelenggara pelatihan juga dituntut
untuk bermain fair dan tegas agar
tidak terjadi kecurangan seperti perjual-belian piagam dan sertifikat
pelatihan.
2.
Pembinaan
perilaku kerja, Studi-studi sosiologi sejak zaman Max Weber di awal abad ke-20
dan penelitian-penelitian manajemen dua puluh tahun belakangan bermuara pada
satu kesimpulan utama bahwa keberhasilan pada berbagai wilayah kehidupan
ternyata ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja. Pembinaan
perilaku kerja bagi guru dapat dilakukan dengan program lesson study atau open class.
3.
Peningkatan
kesejahteraan, dan pemberian penghargaan, agar seorang guru bermartabat dan
mampu "membangun" manusia muda
dengan penuh percaya diri.
4.
Kebijakan
pemerintah yang memutuskan bahwa untuk guru di atas 50 tahun dapat mengajukan
sertifikasi berdasarkan masa kerja, sedangkan untuk guru di bawah 50 tahun
dapat mengajukan sertifikasi setelah melanjutkan kuliah S-1.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa Etika profesional seorang guru sangat dibutuhkan dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional. Seorang guru baru dapat disebut
profesional jika telah menaati Kode Etik Keguruan yang telah ditetapkan. Kode
etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara
tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak
baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau
salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Sedangkan seorang guru yang baik dapat
dilihat dari cirri-cirinya antara lain; 1) guru yang baik adalah guru yang
waspada secara professional. Ia terus berusaha untuk menjadikan masyarakat
sekolah menjadi tempat yang paling baik bagi anak-anak muda, 2) mereka
berkeinginan terus untuk tumbuh, yaitu mereka sadar bahwa di bawah pengaruhnya
sumber - sumber manusia dapat berubah nasibnya.
DAFTAR PUSTAKA
Syaeful Bahri Djamarah.
Guru dan Anak didik dalam interaksi
Edukatif, Jakarta: PT. Rineke Cipta.
2000
Supardi, dkk. Profesi Keguruan Berkompetensi dan
Bersertifikat. Jakarta: Diadit Media.
Cet ke 2. 2009
[1] Syaeful Bahri Djamarah. 2000. Guru dan Anak didik dalam interaksi Edukatif, Jakarta, PT. Rineke
Cipta. H.33
[2] http://www.scribd.com/doc/19368466/ETIKA-KEGURUAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar