Selasa, 18 September 2012

Pengertian Guru dan Etika Keguruan


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Guru adalah seseorang yang memiliki tugas sebagai fasilitator sehingga siswa dapat belajar dan atau mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal, melalui lembaga pendidikan sekolah, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat atau swasta. Jadi, guru saat ini sudah merupakan suatu profesi. Citra guru diibaratkan sebagai ujung tombak proses pendidikan.
Profesi guru sebelumnya dipandang sebelah mata, tidak mempunyai masa depan, dan terlalu mudah. syarat-syarat yang harus dicapai untuk menjadi seorang guru, khususnya guru sekolah dasar (SD) semakin lama semakin berstandar. Syarat yang pertama kali untuk menjadi guru SD adalah lulusan SMA, pada masa selanjutnya syaratnya harus D-2, dan sekarang syarat untuk menjadi guru SD haruslah berstatus sarjana (S-1).
Sejak tahun 2005, isu mengenai profesionalisme guru gencar dibicarakan di Indonesia. Profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga faktor yang cukup penting, yaitu kompetensi guru, sertifikasi guru, dan tunjangan profesi guru. Ketiga faktor tersebut merupakan latar yang disinyalir berkaitan erat dengan  kualitas pendidikan.
Sekarang ini, terdapat sejumlah guru yang telah tersertifikasi, akan tersertifikasi, telah memperoleh tunjangan profesi, dan akan memperoleh tunjangan profesi. Fakta bahwa guru telah tersertifikasi merupakan dasar asumsi yang kuat, bahwa guru telah memiliki kompetensi. Pasca sertifikasi seharusnya merupakan langkah awal bagi guru untuk selalu meningkatkan kompetensinya. Apa yang terjadi sekarang ini sungguh memprihatinkan.
Banyak guru bersertifikasi namun mereka tidak mencerminkan guru yang profesional. Di antara mereka bahkan tidak mengubah gaya mengajar mereka seperti sebelum disertifikasi. Keadaan ini sungguh menimbulkan pro dan kontra terhadap keefektifan sertifikasi itu sendiri, walaupun sekarang mahasiswa-mahasiswa calon pendidik dibekali ilmu-ilmu yang sekiranya dapat mengubah paradigma guru dalam mengajar, dari hanya menyampaikan kompetensi sesuai waktu tanpa memperhatikan apakah peserta didik sudah mencapai kompetensi tersebut menjadi menyampaikan dan memastikan kompetensi telah disampaikan kepada peserta didik dalam waktu yang telah ditentukan.
Garis besar yang telah dibahas di atas inilah yang akan dibahas dalam makalah berjudul “Pengertian Guru Dan Etika Keguruan” ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian guru apabila dilihat dari berbagai macam sudut?
2.      Apakah yang dimaksud dengan etika keguruan?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Guru 
Secara etimologis, istilah ‘guru’ berasal dari bahasa India yang artinya orang yang mengajarkan tentang kelepasan dari sengsara. Menurut N.A Atembaun guru adalah semua orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah maupun diluar sekolah.[1] Pendidik atau lebih dikenal kata guru merupakan orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam perkembangan jasmani dan rohani agar mencapai kedewasaan, mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk Tuhan, Khalifah di bumi dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri. Guru merupakan pendidik yang mutlak yang harus memiliki Empat  kompetensi, terdiri dari:
1.      Kompetensi pedagogi
2.      Kompetensi profesional
3.      Kompetensi sosial, dan
4.      Kompetensi kepribadian.
Peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar antara lain; sebagai Infomator, sebagai organisator, sebagai Motivator, sebagai Pengarah atau direktur, sebagai Inisiator, sebagai transmitter, sebagai Fasilitator, sebagai Mediator, sebagai evaluator.  
Sedangkan Anggapan Orang Terhadap Pengertian Guru Dilihat Dari Sudut Pandang Sosial, Budaya, Dan Agama yaitu[2] ;
1.      Pengertian guru dari sudut pandang sosial adalah orang yang dapat berinteraksi dengan peserta didik dalam hubungan timbal balik antara pendidik dan peserta didik, dapat mengetahui karaketeristik peserta didik dan tidak membedakan antara golongan menengah dan atas, dapat memanfatkan harapan-harapan orang tua dan menerapkannya dalam kelas dalam bentuk norma-norma, bersikap demokratis. 
2.      Pengertian guru dilihat dari sudut pandang budaya adalah orang yang membimbing kepada peserta didik, mampu menilai kemampuan peserta didik dengan baik, dapat mendidik peserta didiknya dengan menyampaikan sejumlah pengetahuan yang sesuai dengan kurikulum metode dan teknik kontrol tertentu yang berlaku di sekolah, dapat mentransfer ilmu pengetahuannya dengan baik.
3.      Pengertian guru dilihat dari sudut pandang agama adalah orang yang berilmu dan mengamalkannya, yang memiliki kepribadian muslim yang kaffah, yang melaksanakan tindakan mendidik secara Islami, yang mempunyai kedudukan utama dan sangat penting.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa guru adalah seseorang yang memiliki tugas sebagai fasilitator sehingga siswa dapat belajar dan atau mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal, melalui lembaga pendidikan sekolah, muapun pendidikan luar sekolah.

B.     Etika Keguruan 
Etika (ethic) bermakna sekumpulan azas atau nilai yang  berkenaan dengan akhlak, tata cara (adat, sopan santun) nilai mengenai benar dan salah tentang hak dan kewajiban yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat. Etika, pada hakikatnya merupakan dasar  pertimbangan dalam pembuatan keputusan tentang moral manusia dalam interaksi dengan lingkungannya. Etika merupakan ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya.
Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada UUD 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan berpedoman pada dasar-dasar sebagai berikut.
1.      Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2.      Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3.      Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.      Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5.      Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6.      Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.      Guru memelihara hubungan sesama profesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8.      Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI, sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9.      Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Jadi dapat dirumuskan bahwa etika profesionalisme guru merupakan ilmu atau kode etik yang telah disepakati dalam menjalankan profesi keguruan yang mengarah pada profesionalisme guru. Profesionalisme guru harus didukung oleh kompetensi yang standar yang harus dikuasai oleh para guru profesional. Kompetensi tersebut adalah pemilikan kemampuan atau keahlian yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan sertifikasi keahlian haruslah dipandang perlu sebagai prasyarat untuk menjadi guru profesional.
 


C.    Profesionalisme Guru
Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
1.      Memiliki bakat,  minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
2.      Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia;
3.      Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
4.      Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
5.      Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
6.      Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
7.      Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
8.      Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
9.      Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

D.    Etika Profesionalisme Guru
Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi yang didefinisikan dalam suatu negara tidak sama.
Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (Code of conduct)  profesi adalah:
1.      Standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
2.      Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaan
3.      Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu
4.      Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya
5.      Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi
6.      Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya
Kompetensi etika profesi guru di Indonesia mencakup beberapa sub kompetensi antara lain :
a.       Memahami, menghayati, dan melaksanakan kode etik guru Indonesia.
b.      Memberikan layanan pendidikan sepenuh hati, profesional dan ekspektasi yang tinggi terhadap peserta didik.
c.       Menghargai perbedaan latar belakang peserta didik dan berkomitmen tinggi untuk meningkatkan prestasi  belajarnya.
Profesionalisme guru perlu didukung oleh suatu kode etik guru yang berfungsi sebagai norma hukum dan sekaligus sebagai norma kemasyarakatan. Kelembagaan profesi guru (seperti PGRI) sangat diperlukan untuk menghindari terkotak-kotaknya guru karena alasan struktur birokratisasi atau kepentingan politik tertentu. Berikut ini adalah kode etik guru Indonesia yang dirumuskan oleh Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

E.     Hambatan Dalam Mencapai Profesionalisme Guru
Salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru dan merupakan pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional seperti yang disebutkan dalam pasal 2 (1) UU No.14 tentang guru dan dosen, adalah sertifikasi keahlian, atau kita lebih sering menyebutnya dengan sertifikasi saja. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru bertujuan untuk: (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, (3) meningkatkan kesejahteraan guru, serta (4) meningkatkan martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya, sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio memberi banyak peluang pada guru untuk menempuh jalan pintas. Hal ini disebabkan profesionalisme guru diukur dari tumpukan kertas. Indikator inilah yang kemudian memunculkan hipotesis bahwa pelaksanaan sertifikasi dalam wujud penilaian portofolio tidak akan berdampak sama sekali terhadap kinerja guru, apalagi terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional.
Sertifikasi guru secara umum sangat cenderung tertuju pada peningkatan kesejahteraan guru, tetapi disisi lain akan berdampak pada penurunan semangat dan dedikasi guru meskipun mendapat sertifikasi. Dengan proses seperti yang berjalan sekarang ternyata menimbulkan hambatan di antaranya  :
1.      Pembelian piagam penghargaan atau piagam diklat yang semakin marak, karena guru yang bersangkutan tidak memiliki berkas-berkas portofolio yang lengkap.
2.      Sebagian guru yang telah mendapat sertifikasi ternyata sangat tidak
ada perbedaan dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, itu dapat
menimbulkan kecemburuan sosial dengan guru lainnya bahkan dengan
masyarakat lingkungan sekitarnya.
3.      Bisnis portopolio yang semakin marak, sehingga deskripsi status guru yang akan disertifikasi menjadi sangat kabur karena ternyata gambaran yang dilaporkan merupakan jiplakan atau buatan orang lain yang sengaja dibuat dengan imbalan tertentu. Bahkan sampai pada jual beli makalah penelitian yang memang bukan prestasi guru bersangkutan.
4.      Guru-guru lama dan belum merupakan lulusan S-1, sangat sulit mendapatkan sertifikasi. Selain sebagian guru tersebut bukan lulusan dari bidang pendidikan karena berada di daerah terpencil, tetapi juga harus menempuh kuliah yang mungkin saja sebelum lulus beliau sudah pensiun.

F.     Solusi Untuk Menghadapi Hambatan Dalam Mencapai Profesionalisme Guru
Menyadari banyaknya guru yang belum memenuhi kriteria profesional, guru dan penanggung jawab pendidikan harus mengambil langkah- langkah  di antaranya :
1.      Penyelenggaraan pelatihan. Dasar profesionalisme adalah kompetensi. Sementara itu, pengembangan kompetensi mutlak harus berkelanjutan. Penyelenggara pelatihan juga dituntut untuk bermain fair dan tegas agar tidak terjadi kecurangan seperti perjual-belian piagam dan sertifikat pelatihan.
2.      Pembinaan perilaku kerja, Studi-studi sosiologi sejak zaman Max Weber di awal abad ke-20 dan penelitian-penelitian manajemen dua puluh tahun belakangan bermuara pada satu kesimpulan utama bahwa keberhasilan pada berbagai wilayah kehidupan ternyata ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja. Pembinaan perilaku kerja bagi guru dapat dilakukan dengan program lesson study atau open class.
3.      Peningkatan kesejahteraan, dan pemberian penghargaan, agar seorang guru bermartabat dan mampu "membangun" manusia muda  dengan penuh percaya diri.
4.      Kebijakan pemerintah yang memutuskan bahwa untuk guru di atas 50 tahun dapat mengajukan sertifikasi berdasarkan masa kerja, sedangkan untuk guru di bawah 50 tahun dapat mengajukan sertifikasi setelah melanjutkan kuliah S-1.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Etika profesional seorang guru sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional. Seorang guru baru dapat disebut profesional jika telah menaati Kode Etik Keguruan yang telah ditetapkan. Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Sedangkan seorang guru yang baik dapat dilihat dari cirri-cirinya antara lain; 1) guru yang baik adalah guru yang waspada secara professional. Ia terus berusaha untuk menjadikan masyarakat sekolah menjadi tempat yang paling baik bagi anak-anak muda, 2) mereka berkeinginan terus untuk tumbuh, yaitu mereka sadar bahwa di bawah pengaruhnya sumber - sumber manusia dapat berubah nasibnya.



DAFTAR PUSTAKA

Syaeful Bahri Djamarah. Guru dan Anak didik dalam interaksi Edukatif, Jakarta:  PT. Rineke Cipta. 2000
Supardi, dkk. Profesi Keguruan Berkompetensi dan Bersertifikat. Jakarta: Diadit Media.  Cet ke 2. 2009


[1] Syaeful Bahri Djamarah. 2000. Guru dan Anak didik dalam interaksi Edukatif, Jakarta, PT. Rineke Cipta. H.33
[2] http://www.scribd.com/doc/19368466/ETIKA-KEGURUAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar