BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan
peradaban kehidupan manusia secara perspektif menuntut kecakapan hidup
sebagaimana trend kebutuhan dalam era kehidupan global saat ini. Interaksi
kehidupan manusia terjadi secara global, memungkinkan terjadinya banyak
benturan baik yang bersifat budaya maupun kepribadian. Budaya dan kepribadian
manusia sesungguhnya banyak dipengaruhi oleh keyakinan dan tingkat pengetahuan
yang diperoleh dari proses pendidikan. Dengan demikian, anak sepatutnya mendapatkan
pendidikan tentang budaya kehidupan global dengan bekal kemampuan interaksi dan
kolaborasi yang baik.
Kurikulum
pendidikan nasional tahun 2006, menetapkan prinsip pelaksanaan kurikulum
didasarkan pada potensi, karakteristik, perkembangan dan kondisi peserta didik
untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini siswa harus
mendapatkan pelayanan pendidikan memberi kesempatan untuk mengekspresikan
dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan dengan menegakkan pilar belajar
hidup dalam kebersamaan dengan saling berbagi dan saling menghargai.
Pembelajaran secara konstruktif dapat memberikan pengakuan terhadap pandangan
dan pengalaman siswa dalam menghadapi dan menyelesaikan situasi yang tidak
tentu. Untuk mewujudkan prinsip pelaksanaan kurikulum tersebut di atas,
pembelajaran harus dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi,
multimedia dan multiresource.
Salah satu
strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas adalah pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan melalui riset ilmiah
diberbagai negara di dunia, sehingga sitematikanya dapat diterapkan disemua
tingkat pendidikan dan di semua mata pelajaran. Strategi
pembelajaran kooperatif telah dikembangkan dalam berbagai tipe variasi, di
antaranya adalah Think-Pair-Share, Students Teams Achievement Devition, Teams
Games-Turnament, Jigsaw, dan sebagainya. Tipe pembelajaran tersebut memiliki
penekanan yang berbeda tetapi semuanya masih dalam konsep regular dari
pembelajaran kooperatif. Misalnya, Think-Pair-Share memiliki penekanan terhadap
pengembangan kemampuan siswa menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima
umpan balik. Sedangkan Teams Games-Tournament menekankan pada tanggung jawab
individu dalam berkonstribusi terhadap kesuksesan kelompok dalam suasana
kompetitif dan lainnya. Dan pada makalah ini akan
kami paparkan lebih lanjut hal-hal yang bersangkutan dengan strategi
pembelajaran kooperatif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka masalah dalam makalah ini dirumuskan sebagai
berikut :
1)
Apa pengertian dan karakteristik dari pembelajaran kooperatif?
2)
Apakah kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif?
3)
Bagaimana pertimbangan dalam pemilihan stratetgi kooperatif?
4)
Bagaimana langkah-langkah pelaksanaan strateri pembelajaran kooperatif?
5)
Bagaimana memecahkan kasus dari
belajar kooperatif?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Dan Karakteristik
Pembelajaran Kooperatif
Model
pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Apakah
model pembelajaran kooperatif itu? Model pembelajaran kooperatif merupakan
suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok- kelompok. Setiap
siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda
(tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari
ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model
pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan
permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut
Kagan, pembelajaran kooperatif adalah strategi pengajaran yang sukses di
mana tim kecil, masing-masing dengan siswa dari tingkat kemampuan yang berbeda,
menggunakan berbagai aktivitas belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka
tentang suatu subjek. Setiap anggota tim bertanggung jawab tidak hanya untuk
belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga
menciptakan suasana prestasi bersama-sama. Siswa bekerja melalui penugasan sampai semua anggota kelompok berhasil
memahami dan menyelesaikannya.[1]
Beberapa poin definisi strategi pembelajaran kooperatif yaitu[2]
:
1.
Pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar menciptakan
interaksi yang silih asah
sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga
sesama siswa.
2.
Pembelajaran kooperatif adalah
sistem pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur,dan dalam sistem ini guru
bertindak sebagai fasilitator.
3.
Pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang
silih asah, silih asih, dan silih asuh antarsesama siswa sebagai latihan hidup
di dalam masyarakat nyata. Berfikir berdua atau lebih
jauh lebih baik dari pada berfikir sendiri.
Adapun karakteristik dari pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1.
Pembelajaran secara tim
2.
Berdasarkan pada managemen kooperatif
3.
Kemauan untuk bekerjasama
4.
Keterampilan bekerjasama.
Lingkungan
belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh peran aktif siswa dalam
menemukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Iklim
demokratis dikembangkan oleh guru dalam mengambil keputusan terhadap pemecahan
masalah yang timbul dalam pembelajaran. Dalam pembentukan kelompok, guru
menerapkan suatu struktur dengan memperhatikan heterogenitas kemampuan, jenis
kelamin, suku, kelas sosial, agama, kepribadian, usia, bahasa dan lain
sebagainya. Semua prosedur didefinisikan secara baik sehingga semua siswa
memahaminya. Namun, siswa diberi kebebasan dalam mengendalikan aktivitas
mereka di dalam kelompoknya untuk mencapai tujuan yang ditargetkan bersama.
Pembelajaran kooperatif
dibangun dari beberapa elemen , diantaranya sebagai berikut:[3]
a)
Saling ketergantungan secara
positif (Positive Interdependence). Bahwasanya setiap
anggota tim saling membutuhkan untuk sukses. Sekecil apapun perannya, sebuah
tim membutuhkan saling ketergantungan dengan individu lain. Ibarat pepatah,
tenggelam atau berenang bersama-sama.
b)
Interaksi langsung (Face-to-Face
Interaction). Memberikan kesempatan kepada siswa secara individual untuk
saling membantu dalam memecahkan masalah, memberikan umpan balik yang
diperlukan antar anggota untuk semua individu, dan mewujudkan rasa hormat,
perhatian, dan dorongan di antara individu-individu sehinga mereka termotivasi
untuk terus bekerja pada tugas yang dihadapi.
c)
Tanggung jawab individu dan
kelompok (Individual & Group Accountability). Bahwasanya tujuan
belajar bersama adalah untuk menguatkan kemampuan akademis siswa, sehingga
kontribusi siswa harus adil. Guru perlu mengatur struktur kelompok agar tidak
ada siswa yang tidak berkontribusi, sehingga tanggung jawab seorang siswa tidak
boleh dilebihkan dari yang lain. Dalam kelompok, tidak ada menumpang dan
tidak ada bermalas-malasan.
d)
Keterampilan interpersonal dan
kelompok kecil (Interpersonal & small-Group Skills). Asumsi bahwa
siswa akan secara aktif mendengarkan, menjadi hormat dan perhatian,
berkomunikasi secara efektif, dan dapat dipercaya tidak selalu benar. Sering
kali, kita harus menyisihkan waktu untuk memperhatikan hal ini dan menunjukkan
bahwa keterampilan kerja sama tim sangat penting untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Salah satu cara untuk meningkatkan kerja sama tim dan
keterampilan sosial siswa adalah untuk menyisihkan waktu secara berkala untuk
membahas hal ini dengan siswa. Keterampilan sosial harus mengajarkan
kepemimpinan, pengambilan keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi,
keterampilan manajemen konflik.
e)
Proses kerja kelompok (group
processing). Proses kerja kelompok memberikan umpan balik kepada anggota
kelompok tentang partisipasi mereka, memberikan kesempatan untuk meningkatkan
keterampilan pembelajaran kolaboratif anggota, membantu untuk mempertahankan
hubungan kerja yang baik antara anggota, dan menyediakan sarana untuk merayakan
keberhasilan kelompok. One strategy is to ask each team to list three things
the group has done well and one that needs improvement (Smith, 1996). Salah
satu strateginya adalah meminta setiap tim untuk mendaftar tiga hal telah
lakukan dengan baik oleh kelompok dan satu yang perlu perbaikan. Guru juga
dapat mendorong proses kerja bagi kelas, dengan mengamati kelompok-kelompok dan
memberikan umpan balik yang baik untuk kelompok-kelompok individu atau ke
seluruh kelas.
B.
Kelebihan Dan Kekurangan
Pembelajaran Kooperatif
a.
Kelebihan Pembelajaran Kooperatif
1.
Melalui SPK siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan
berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
2.
SPK dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara
verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
3.
dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan
menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
4.
dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih
bertanggung jawab dalam belajar.
5.
merupakan suatu
strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus
kemampuan sosial, termasuk pengembangan rasa harga
diri, hubungan
interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan mengatur waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.
6.
Melalui SPK dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan
masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah
tanggung jawab kelompoknya
7.
SPK dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi
dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.
8.
Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan
motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.
b.
Kekurangan Pembelajaran
Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif
terdapat beberapa kekurangan:
1.
Untuk memahami dan mengerti filosofi SPK memang butuh waktu.Ciri utama SPK adalah siswa saling
membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran
langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya
dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
2.
Penilaian yang diberikan dalam SPK didasarkan kepada hasil
kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi
yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
3.
Keberhasilan SPK dalam upaya mengembangkan kesadaran
berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang. Dan hal ini tidak mungkin tercapai hanya
dengan satu kali atau sekali-sekali penerapan strategi ini.
4.
Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang
sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktifitas dalam
kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual. Oleh karena itu idealnya melalui SPK
selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana
membangun kepercayaan diri.
C.
Pertimbangan dalam Pemilihan
Stratetgi Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaan
kooperatif dikembangkan berdasarkan teori perkembangan kognitif Vygotsky. Dalam
teorinya, Vygotsky percaya bahwa anak aktif dalam menyusun pengetahuan mereka.
Menurut Santrock, ada tiga klaim dalam inti pandangan Vigotsky, yaitu (1)
keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisa dan diinterpretasikan
secara developmental; (2) kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa dan
bentuk diskursus, yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu dan
mentransformasikan aktivitas mental; dan (3) kemampuan kognitif berasal dari
relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural. Implementasi
teori Vygotsky untuk pendidikan anak mendorong pelaksanaan pengajaran yang
menggunakan strategi pembelajaran kolaboratif atau pembelajaran kooperatif.
Sistem
pembelajaran dipandu oleh kode genetik dan dipengaruhi oleh input lingkungan
dalam membentuk pola respons. Aspek genetik merupakan aspek bawaan dan bersifat
permanen sedangkan input lingkungan yang paling kuat adalah pola pengasuhan
dalam hal ini orang tua dan guru. Struktur dalam pembelajaran kooperatif,
memberikan peluang yang sangat tinggi dalam mengembangkan lima sistem
pembelajaran primer anak, yaitu emosional, sosial, kognitif, fisik dan
reflektif.
Menurut
Given[4],
untuk meningkatkan efektivitas belajar, guru perlu menciptakan iklim kelas yang
kondusif bagi keamanan emosional dan hubungan pribadi untuk siswa. Guru yang
memupuk sistem emosional berfungsi sebagai mentor bagi siswa dengan menunjukkan
antusiasme yang tulus terhadap anak didik, dengan menemukan hasrat untuk
belajar, dengan membimbing mereka mewujudkan target pribadi yang masuk akal,
dan mendukung mereka dalam upaya menjadi apapun yang bisa mereka capai. Jika
pembelajaran memenuhi kriteria ini, maka kecemasan akademis diperkecil dan
sistem emosional siswa siap untuk belajar
Kecenderungan
alamiah sistem pembelajaran sosial adalah hasrat untuk menjadi bagian dari
kelompok, dihormati dan menikmati perhatian dari yang lain. jika sistem
emosioanl bersifat pribadi, berpusat pada diri dan internal, maka sistem sosial
berfokus pada interaksi dengan orang lain atau pengalaman interpersonal.
Kebutuhan sosial siswa menuntut sekolah dikelola menjadi komunitas pelajar,
tempat guru dan siswa bisa bekerja sama dalam pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah yang nyata. Dengan berfokus pada kelebihan siswa dalam
konteks kelas, kita menerima perbedaan sebagai berkah individual untuk
dihormati, dan bukan sebagai perbedaan yang harus diperbaiki. Cara ini dapat
memaksimalkan perkembangan sosial melalui kerja sama tulus anta-individu,
perbedaan di antara mereka justru menciptakan petualangan kreatif dalam
pemecahan masalah.
Menurut
Given, sistem pembelajaran kognitif otak berhubungan dengan mendengarkan,
berbicara, membaca, menulis, dan perkembangan kecakapan akademis lainny. Sistem
kognitif mengandalkan input sensoris, dan berfungsinya perhatian, pemrosesan
informasi, dan beberapa subsistem memori secara memadai untuk mengontsruksi
pengetahuan dan kecakapan. Perhatian pada sistem kognitif menempatkan guru pada
peran fasilitator pembelajaran dan siswa pada peran pemecah masalah dan
pengambil keputusan nyata. Sistem kognitif berfungsi paling baik jika sistem
lain yakni emosional, sosial, fisik dan reflektif tidak bersaing dalam menarik
perhatian. Jika sistem emosional dan sosial tertekan, sistem kognitif
kehilangan kemampuan untuk memusatkan perhatian pada upaya mengatasi masalah
dan membuat keputusan akademis. Dengan demikian, memperoleh kecakapan dan
pengetahuan menjadi prioritas kedua dan ketiga dalam sistem operasi majemuk pikiran.
Pembelajaran
juga sangat tergantung pada kebutuhan sistem pembelajaran fisik untuk melakukan
banyak hal, serta kecenderungan siswa untuk terlibat dalam pembelajaran.
Meskipun sebagian siswa menghindari pembelajaran tactual dan kinestetik, namun
siswa lain bisa menikmati pembelajaran hanya jika modalitas ini dilibatkan.
Sistem pembelajaran fisik menyukai tugas akademik yang menantang yang mirip
olah raga, dan perlu terlibat aktif karena sistem ini tidak bisa memproses
informasi secara pasif.
Sedangkan sistem
pembelajaran reflektif melibatkan pertimbangan pribadi terhadap pembelajarannya
sendiri. Sistem ini menuntut siswa untuk memahami diri sendiri, dan ini bisa
dikembangkan dengan pelbagai cara pembelajaran. Sebagai contoh, menyimpan
catatan prestasi dan interpretasi kemajuan siswa bisa menjadi petunjuk tentang
sistem dan subsistem pembelajaran yang paling efektif untuk anak tertentu.
untuk mengoptimalkan perkembangan sistem pembelajaran reflektif, otak perlu
mendapatkan instruksi eksplisit dalam pemantauan diri dan analisis kinerja.
Disinilah peran guru dalam bertindak sebagai pencari bakat yang mengenali
kelebihan siswa, kemudian membimbing dan memupuk kelebihan itu menjadi bakat
nyata.
Aspek
penting lain yang dapat mempengaruhi efektivitas sistem kognitif di kelas
adalah guru. Guru harus menunjukkan minat dan memahami dengan baik kandungan
materi yang diajarkan. Jika siswa merasa bahwa guru antusias terhadap
materinya, antusiasme itu menular karena dapat mendorong hasrat kuat untuk
belajar dan meraih prestasi akademis. Guru pun harus menunjukkan penerimaan dan
penghargaan terhadap siswa berdasarkan kelebihan dan gaya belajar yang disukai
masing-masing.
Pembelajaran
kooperatif dirancang untuk dapat mengakomodasi kelima sistem pembelajaran yang
terdapat dalam kompleks korteks otak. Dengan rancangan pembelajaran berkelompok
dalam kelas, siswa mendapat peluang mengembangkan kemampuan dan potensi diri
melalui aktivitas individual dan kolaboratif yang proporsional. Menurut
Slavin, pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang efektif untuk
meningkatkan prestasi terutama jika disediakan penghargaan tim atau kelompok
dan tanggung jawab individual.
Penghargaan
atau pengakuan diberikan kepada kelompok sehingga anggota kelompok dapat
memahami bahwa membantu orang lain adalah demi kepentingan mereka juga.
Sedangkan tanggung jawab individual merupakan bentuk akuntabilitas individu di
mana setiap orang memiliki kontribusi yang penting bagi tim atau kelompok.
Metode pembelajaran kooperatif telah sering digunakan oleh para guru di sekolah
selama bertahun-tahun dalam bentuk kelompok laboratorium, kelompok tugas,
kelompok diskusi dan sebagainya. Namun, penelitian terakhir di Amerika
dan beberapa negara lain telah menciptakan metode-metode pembelajaran
kooperatif yang sistematis dan praktis yang ditujukan unutk digunakan sebagai
elemen utama dalam pola pengaturan di kelas.
D.
Langkah-Langkah Pelaksanaan
Strategi Pembelajaran Kooperatif
Ada beberapa langkah-langkah
dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif,
1.
Pembentukan kelompok,
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatif. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4
sampai 5 atau 6 orang siswa. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang
ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan belajar.
Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
2.
Guru
dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa
yang berperan sebagai pendengar. Sebelum
kegiatan belajar mengajar dimulai, guru memperkenalkan keterampilan kooperatif
dan menjelaskan tiga aturan dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu :
¨
Tetap
berada dalam kelas
¨
Mengajukan
pertanyaan kepada kelompok sebelum mengajukan pertanyaan kepada guru
¨ Memberikan umpan balik terhadap ide-ide serta menghindari saling
mengkritik sesama siswa dalam kelompok
3.
Pembicara
membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok
dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan
ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide
pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
4.
Guru memberikan kesimpulan atau
jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang
disajikan. Serta memberikan apresiasi dan nilai kepada kelompok
yang telah maju.
E.
Upaya Memecahkan Kasus Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif
dapat terjadi beberapa kasus. Untuk itu dilakukan uapaya-upaya pemecahan
permasalahan antara lain sebagai berikut:
1)
Perlu adanya kerja sama tim.
2)
Memilki kemampuan untuk mengusai dan mempelajari materi yang diberikan
3)
Harus mampu memahami , mendengarkan dan menyimak dalam penyampaian materi
4)
Guru harus mampu menjadi fasilitator untuk memahami karakter semua siswa
agar dapat memberikan nilai yang objektif terhadap masing-masing siswa.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
kooperatif adalah metode belajar
dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian
dari materi yang dipelajari.
Model
pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan
adanya kelompok- kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah)
dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang
berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model
pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan
permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran. siswa
didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus
mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru.
Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa
meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta
pengembangan keterampilan sosial.
Langkah-langkah sebagai berikut
1)
Guru
membagi siswa untuk berpasangan.
2)
Guru
membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3)
Guru
dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa
yang berperan sebagai pendengar
4)
Pembicara
membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok
dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan
ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide
pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5)
Bertukar
peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta
lakukan seperti di atas.
6)
Kesimpulan
guru
Kelebihan:
Ø Melatih pendengaran, ketelitian /
kecermatan.
Ø
Setiap
siswa mendapat peran
Ø Melatih mengungkapkan kesalahan orang
lain dengan lisan.
Kekurangan:
Ø
Hanya
digunakan untuk mata pelajaran tertentu
Ø
Hanya
dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya
sebatas pada dua orang tersebut).
DAFTAR RUJUKAN
http://mahmuddin.files.wordpress.com
http://nurwahyunilatif.files.wordpresss.com/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-
nht
Wena,
Made , Strategi Pembelajaran Inovatif
Kotemporer, (Jakarta : PT. Bumi
Aksara, 2010)
Zaini
Hisyam, dkk, Strategi Pembelajaran Aktif,
Yogyakarta: CTSD (Centre for Teaching
Staff Develovment) 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar