BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Dalam
kehidupan sosial dikenal bentuk tata aturan yang disebut norma. Norma dalam
kehidupan sosial merupakan nilai-nilai luhur yang menjadi tolak ukur tingkah
laku sosial. Jika tingkah laku yang diperlihatkan sesuai dengan norma yang
berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai baik dan diterima. Sebaliknya jika
tingkah laku tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan norma yang berlaku,
maka tingkah laku dimaksud dinilai buruk dan ditolak.
Tingkah laku
yang menyalahi norma yang berlaku disebut dengan tingkah laku yang menyimpang.
Penyimpangan tingkah laku ini dalam kehidupan banyak terjadi, sehingga sering
menimbulkan keresahan masyarakat. Kasus-kasus penyimpangan tingkah laku tak
jarang pula berlaku pada kehidupan manusia sebagai makhluk individu maupun
sebagai kehidupan kelompok masyarakat. Dan dalam kehidupan masyarakat bergama
penyimpangan yang demikian itu sering terlihat dalam bentuk tingkah laku
keagamaan yang menyimpang. Dengan melihat dari latar belakang diatas, maka
pemakalah akan membahas tentang tingkah laku keagamaan yang menyimpang.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud tingkah laku keagamaan yang menyimpang?
2.
Apa yang dimaksud dengan konversi agama?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyebab
Terjadinya Penyimpangan Tingkah Laku Keagamaan
Perubahan sikap keagamaan adalah
awal proses terjadinya penyimpangan sikap keagamaan pada seseorang, kelompok
atau masyarakat. Perubahan sikap diperoleh dari hasil belajar atau pengaruh
lingkungan, maka sikap dapat diubah walaupun sulit, karenanya perubahan sikap, dapat disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain :
a.
Adanya kemampuan lingkungan merekayasa obyek, sehingga menarik
perhatian, memberi pengertian dan akhirnya dapat diterima dan dijadikan sebagai
sebuah sikap baru.
b.
Terjadinya konversi agama, yakni apabila seseorang menyadari apa yang
dilakukannya sebelumnya adalah keliru, maka ia tentu akan mempertimbangkan
untuk tetap konsisten dengan sikapnya yang ia sadari keliru. Dan ini
memungkinkan seseorang untuk bersikap yang menyimpang dari sikap keagamaan
sebelumnya yang ia yakini sebagai suatu kekeliruan tadi.
c.
Penyimpangan sikap keagamaan dapat juga disebabkan karena pengaruh
status sosial, dimana mereka yang merubah sikap keagamaan ke arah penyimpangan
dari nilai dan norma sebelumnya, karena melihat kemungkinan perbaikan pada
status sosialnya.
d.
Penyimpangan sikap keagamaan dari sebelumnya, yaitu jika terlihat sikap
yang menyimpang dilakukan seseorang (utamanya mereka yang punya pengaruh
besar), ternyata dirasakan punya pengaruh sangat positif bagi kemaslahatan
kehidupan masyarakat, maka akan dimungkinkan terjadinya integritas sosial untuk
menampilkan sikap yang sama, walau pun disadari itu merupakan sikap yang
menyimpang dari sikap sebelumnya.
B. Aliran
Klenik
Klenik dapat
diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan akan hal-hal yang
mengandung rahasia dan tidak masuk akal (KBRI,1989:409). Dalam kehidupan
masyarakat, umumnya klenik ini erat kaitannya dengan praktik perdukunan, hingga
sering dikatakan dukun klenik. Dalam kegiatannya dukun ini menggunakan
guna-guna atau kekuatan gaib lainnya dalam pengobatan.
Salah satu
aspek dari ajaran agama adalah percaya terhadap kekuatan gaib. Bagi penganut
agama masalah yang berkaitan dengan hal gaib ini umumnya diterima sebagai suatu
bentuk keyakinan yang lebih bersifat emosional, ketimbang rasional. Sisi-sisi
yang menyangkut kepercayaan terhadap hal-hal gaib ini tentunya tidak memiliki
batas dan indikator yang jelas, karena semuanya bersifat emoosional dan cenderung
berada di luar jangkauan nalar. Karena itu tidak jarang dimanipulasi dalm
bentuk kemasan yang dihubungkan dengan kepentingan tertentu. Manipulasi melalui
kepercayaan agama lebih diterima oleh masyarakat, sebab agama erat dengan
sesuatu yang sakral.
Masalah yang
menyangkut sesuatu yang gaib dan nilai-nilai sakral keagamman ini dalam
kehidupan masyarakat sering pula diturunkan pada pribadi-pribadi tertentu.
Proses ini menimbulkan kepercayaan bahwa seseorang dianggap mempunyai kemampuan
luar biasa dan dapat berhubungan dengan alam gaib.
Dalam
kenyataan di masyarakat praktik yang bersifat klenik memiliki karakteristik
yang hampir sama, yaitu:
1.
Pelakunya menokohkan dirinya sebagai orang suci.
2.
Mendakwahkan diri memiliki kemampuan luar biasa.
3.
Ajaran agama sebagai alat untuk menarik kepercayaan masyarakat.
4.
Kebenaran ajarannya tidak dapat dibuktikan secara rasional.
5.
Memiliki tujuan tertentu yang cenderung merugikan masyarakat.
C. Konversi
Agama
1. Pengertian Konversi Agama
Konversi
berasal dari kata conversion yang berarti tobat, pindah, berubah.
Sehingga convertion berarti berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or
from one religius to another).
Konversi
agama banyak menyangkut kepada kejiwaan dan pengaruh lingkungan tempat dimana
seseorang berada. Selin itu konversi agama memuat bebrapa pengertian dengan
ciri-ciri :
·
Adanya
perubahan dan pandang dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan
yang dianutnya.
·
Perubahan
yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan sehingga perubahan bisa terjadi
secara berproses atau mendadak.
·
Perubahan
tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama
keagama lain akan tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang
dianautnya sendiri.
·
Selain
itu juga faktor yang mnyebabkan perubahan adalah petunjuk dari yang maha kuasa.
Didalam Islam, konversi disebut
dengan Murtad, yaitu keluar dari Agama Islam dalam bentuk niat, perkataan,
perbuatan yang menyebabkan seseorang menjadi kafir atau tidak beragama sama
sekali. Kemurtadan berarti batalnya nilai religius perbuatan orang yangb
bersangkutan. Kembali kepada kekafiran setelah setelah beriman berarti
terputusnya hubungan dengan Allah. Menurut fakih, orang yang telah murtad
kehilangan hak perlindungannya. Jika berhasil ditangkap sebelum mengadakan
perlawanan. Maka hukumnya wajib dibunuh.
Konversi telah selalu menjadi
sebuah topik yang mengemuka, jika tidak membakar emosi kemanusiaan kita. Lagi
pula, misionaris mencoba untuk meyakinkan seseorang untuk mengubah keyakinan
agamanya yang mana menyangkut masalah- masalah paling utama tentang kehidupan
dan kematian, arti penting dari keberadaan kita.
Dan misionaris biasanya
merendahkan nilai dari keyakinan seseorang yang sekarang, yang mana bisa dalam bentuk
komitmen pribadi yang kuat atau tradisi kebudayaan keluarga yang panjang,
menyebutnya lebih rendah, salah, berdosa atau bahkan kekeliruan yang akut.
Pernyataan-pernyataan seperti itu
sulit dianggap beradab atau berbudi bahasa dan sering menghina dan merendahkan.
Misionaris tidaklah datang dengan sebuah pikiran terbuka untuk suatu diskusi
yang tulus dan dialog yang memberi dan menerima, tetapi pikirannya telah
berkesimpulan terlebih dahulu dan mencari jalan untuk memperdaya yang lain
dengan pandangannya, sering bahkan sebelum ia sendiri tahu apa sebenarnya yang
diyakini dan dilakukannya. Adalah sulit untuk membayangkan pertemuan antar
manusia yang lebih penuh tekanan terbebas dari kekerasan fisik yang
nyata.Kegiatan misionaris selalu memegang kekerasan psikologis yang terkandung
didalamnya, bagaimanapun bijaksananya hal itu dilakukan. Ia diarahkan pada
pengalihan pikiran dan hati dari orang-orang menjauh dari agama asli mereka
kepada suatu agama yang secara umum tidak bersimpati dan bermusuhan dengannya.
2. Macam- Macam Konversi
Starbuck
sebagaimana diungkap kembali oleh Bernard Splika membagi konversi menjadi dua
macam, yaitu :
a.
Type volitional (perubahan secara bertahap)
Yaitu
konversi yang terjadi secara berproses, sedikit demi sedikit hingga kemudian menjadi
seperangkat aspek dan kebiasaan ruhaniah yang baru.
b.
Type self surrender (perubahan secara drastis)
Yaitu
konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami proses
tertentu tiba- tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya.
Perubahan tersebut dapat terjadi dari kondisi tidak taat menjadi taat, dari
tidak kuat keimanannya menjadi kuat keimanannya, dari tidak percaya kepada
suatu agama menjadi percaya dan sebagainya.
3.
Faktor- faktor yang menyebabkan konversi
Para ahli
sosiologi berpendapat bahwa terjadinya konversi agama disebabkan oleh pengaruh
sosial. Dijelaskan
oleh Clark, pengaruh- pengaruh tersebut antara lain:
a. Hubungan antar pribadi, baik pergaulan yang
bersifat keagamaan maupun yang bersifat non agama.
b. Kebiasaan yang rutin.
c. Anjuran atau propaganda dari orang- orang yang
dekat , seperti keluarga, sahabat dan sebagainya.
d. Pengaruh pemimpin agama
e. Pengaruh perkumpulan berdasarkan hobi.
f.
Pengaruh kekuasaan pemimpin
4. Proses Konversi
Proses konversi menurut H. Carrier yaitu :
a. Terjadi disintegrasi kognitif dan motivasi
sebagai akibat krisis yang dialami.
b. Reintegrasi kepribadian berdasarkan konsepsi
yang baru. Dengan adanya reintegrasi ini maka terciptalah kepribadian baru yang
berlawanan dengan struktur lama.
c. Tumbuh sikap menerima konsep agama yang baru
serta peranan yang dituntut oleh ajarannya.
d. Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu
merupakan panggilan yang suci, petunjuk Tuhan.
D.
Konflik Agama
Konflik agama sebagai perilaku
keagamaan yang menyimpang, dapat terjadi karena adanya “pemasungan” nilai-nilai
ajaran agama itu sendiri. Maksudnya, para penganut agama seakan “memaksakan”
nilai-nilai ajaran agama sebagai “label” untuk membenarkan tindakan yang
dilakukannya. Padahal, apa yang mereka lakukan sesungguhnya bertentangan dengan
nila-nilai ajaran agama itu sendiri. Penyimpangan itu oleh adanya sebab dan
pengaruh yang melatarbelakanginya.
1.
Pengetahuan
Agama yang Dangkal
Secara psikologis, masyarakat
awam cenderung mendahulukan emosi ketimbang nalar. Kondisi ini, member peluang
bagi masuknya pengaruh-pengaruh negative dari luar yang mengatasnamakan agama.
Apabila pengaruh tersebut dapat menimbulkan respon emosional, maka konflik
dapat dimunculkan. Tegasnya, mereka yang awam
akan berpeluang diadu-domba.
2. Fanatisme
Dalam kehidupan masyarakat,
ketaatan beragama cenderung dipahami sebagai “pembenaran” yang berlebihan.
Pemahaman yang demikian itu akan membawa kepada sikap fanatisme, hingga
menganggap agama yang dianutnyalah yang paling benar.
3. Agama sebagai Doktrin
Ada kecenderungan di masyarakat,
bahwa agama dipahami sebagai doktrin yang bersifat normative. Pemahaman yang
demikian, membuat ajaran agama menjadi sempit. Hal seperti ini menjurus pada
munculnya kelompok-kelompok ekstrem dalam bentuk gerakan sempalan eksklusif.
Kondisi seperti itu bagaimana pun akan mengurangi sikap toleran yang dapat
mengganggu hubungan antarsesama umat beragama.
4.
Simbol-simbol
Dalam kajian antropologi, agama
ditandai oleh keyakinan terhadap sesuatu yang bersifat adikodrati (supernatural),
ajaran, penyampai ajaran, lakon ritual, orang-orang suci, tempat suci, dan
benda-benda suci. Walaupun agama bermacam-macam, namun komponen itu didapati
disemua agama, dengan demikian, selain merupakan keyakinan, agama juga
mengandung symbol-simbol yang oleh penganutnya dinilai sebagai sesuatu yang
suci yang perlu dipertahankan.
5.
Tokoh
Agama
Sebagai pemimpin agama, dia mampu
mengobarkan atau menentramkan emosi keagamaanya pengikutnya. Bila terjadi
konflik sosial, yang kebetulan pihak yang terlibat adalah bagian dari penganut
agama yang berbeda, maka isu agama mudah masuk. Tidak jarang tokoh agama ikut
terpengaruh oleh isu-isu tersebut. Kalaulah hal seperti itu terjadi, maka
dikhawatirkan para tokoh agama akan ikut terlibat dalam konflik.
6.
Sejarah
Dalam konteks penyiaran agama,
“kufr” sering diaplikasikan sebagai “lawan agama”, atau dipertajam lagi menjadi
“musuh agama”. Dalam pandangan seperti ini, maka golongan yang tidak beriman
menjadi abash untuk diperangi.
Latar belakang sejarah agama,
umumnya menimpan kasus-kasus seperti ini. Terkadang oleh pandangan yang ekstrem
yang seperti itu, pertumpahan darah sering terjadi. Dalam kasus sosial,
kadang-kadang muatan sejarah keagamaan ini lagi-lagi dimunculkan, hingga dapat
menyulut terjadinya konflik.
7. Berebut Surga
Setiap agama mengajarkan
kepercayaan akan adanya kehidupan abadi setelah kematian, yaitu surge dan
neraka. Semua manusia pasti berharap akan masuk surge. Dalam upaya memperoleh
“tiket” surge, seseorang meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadahnya.
Sayangnya dalam kehidupan
beragama, sering terjadi kebalikannya. Peta dan kenikmatan surgawi diperebutkan
dengan mengorbankan kelompok lain. Ada kecenderungan mendeskreditkan orang atau
kelompok lain. Barangkali usaha untuk memperebutkan akan surge akan timbul
bukan saja di dalam kelompok penganut agama yang berbeda, tetapi juga bisa
terjadi dalam kelompok seagama. Bila pandangan seperti ini meningkat pada klaim
sepihak, maka konflik pun tidak akan dapat dihindarkan. Paling tidak akan
menumbuhkan rasa permusuhan.
E.
Terorisme
dan Agama
Terorisme
berasal dari kata terror, yang secara etimologis mencakup arti: 1. Perbuatan
(pemerintah dan sebagainya) yang sewenang-wenang (kejam, bengis, dan
sebagainya); 2. Usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh
seseorang atau golongan. Sedangkan terorisme berarti penggunaan kekerasan atau
menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan, terutama tujuan politik.
Jadi, terorisme mungkin dilakukan oleh siapa saja, baik pemerintah, golongan
atau perorangan.
Memang
secara definitif, tampaknya belum ada rumusan yang dsepakati, apa yang dimaksud
dengan terorisme. Namun, untuk sekedar member gambaran mengenai hal itu,
barangkali dapat dirujuk pendapat yang dikemukakan oleh Smit dan jungman.
Menurut mereka terorisme adalah tindakan yang dengan sengaja menggunakan atau
mengancam menggunakan kekerasan terhadap sipil atu sasara sipil untuk mencapai
tujuan politik. Smith dan jungman dalam definisinyalebih menekankan pada cara,
sasaran, dan tujuan. Tidak pada subjeknya. Hal ini member kesan, bahwa
terorisme dapat dilakukan oleh siapa saja. Adapun yang penting di dalamnya
termuat indikasi berupa: perbuatan sengaja (direncanakan, sistematik, dan
teroganisasi), penggunaan kekerasan (ancaman, langsung), sasaran (sipil,
non-militer), dan tujuannya terkait dengan kepentingan politik.
F.
Fatalisme
Dalam
kenyataan, umumnya nilai-nilai ajaran agama sering “dimanipulasi” hingga
melahirkan pemeluk yang fatalis (berserah kepada nasib). Informasi wahyu dan
risalah kerasulan direduksi maknanya menjadi sebaliknya, sampai-sampai para
pemeluknya terbentuk menjadi kelompok yang nrimo. Mereka dibiasakan
untuk menerima keadaan sebagai “gambaran nasib” yang sudah ditentukan dari
“atas”.
Secara
psikologis, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi munculnya fatalism,
yakni:
1.
Pemahaman
agama yang keliru
Sebagai manusia biasa, para
agamawan memiliki latar belakang sosio-kultural, tingkat pendidikan, maupun
kapasitas yang berbeda. Dalam kondisi seperti itu terbuka peluang timbulnya
“salah tafsir” dalam memahami pesan-pesan dalam kitab suci maupun risalah
rasul.
2.
Otoritas
Agamawan
Dalam komunitas agama selalu ada
pemimpin agamayang jadi panutan masyarakat pemeluknya. Popularitas yang dicapai
sering dianggap sebagai sukses diri pribadi ini harus senantiasa dipertahankan
dan bila perlu ditingkatkan lagi.
Dalam kondisi seperti ini
terkadang dengan menggunakan otoritas yang berlebihan, pemimpin agama terjebak
kepada upaya untuk memitoskan ajaran agama. Ajaran agama dijadikan alat untuk
“menyihir” pengikutnya. Kata-kata yang dikeluarkan harus dianggap sebagai fatwa
yang bila dilanggar akan berakibat buruk. Sebaliknya “disuburkan” pula
janji-janji “surgawi” yang muluk sebagai ganjaran yang diperuntukkan kepada
mereka yang patuh dan taat. Pemimpin agama berusaha menciptakan situasi
psikologis pengikutnya hingga terbentuknya sikap penurut.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa Diantara penyebab terjadinya penyimpangan sikap keagamaan, antara
lain :
·
Adanya
kemampuan lingkungan menarik perhatian
·
Terjadinya
konversi agama
·
Karena
pengaruh status social
DAFTAR
PUSTAKA
Hanna
Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam : Menuju Psikologi
Islami, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 1995
Jalaluddin, Psikologi agama.Jakarta:Rajawali Pers
Kasmiran Wuryo, Pengantar Ilmu Jiwa Sosial, Erlangga,
Jakarta, 1982
Ramayulis.2004.Psikologi Agama.Jakarta:Kalam Mulya
Sururin.2002.Ilmu Jiwa Agama.Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar