Selasa, 18 September 2012

Ilmu Pendidikan Islam (IPI)


BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Adanya sekolah modern dengan bentuk seperti yang kita kenal dan kita lihat dewasa ini lebih banyak disebabkan oleh perubahan sistem kehidupan politik. Dimana Negara memperhatikan segala urusan bangsa dan memandang bahwa bangsa bertanggung jawab atas masalah sandang, pangan, sumber rizki, kekayaaa, arah politik. Dan seluruh urusan tersebut di bangun berdasarkan pengajaran dan pendidikan. Pendidikan dalam hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan sumber daya manusia serta dapat menciptakan kecintaan antar seluruh lapisan dan golongan masyarakat. 
Arus globalisasi dan kemajuan teknologi tidak selamanya berdampak positif, ternyata ada juga dampak negatifnya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di mancanegara sana, saat ini bisa kita saksikan di dalam rumah kita sendiri melalui layar televisi, internet dan fasilitas teknologi informasi lainnya yang secara langsung atau tidak dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak-anak  diusia remaja yang memiliki kecenderungan untuk mencoba-coba sesuatu, tidak sabar, mudah terbujuk dan selalu ingin menampakkan egonya.
Bila dasar-dasar agama yang dimiliki anak-anak kita sangat lemah, maka dikhawatirkan anak-anak kita itu meniru secara total segala perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang di manca negara sana tanpa memperhatikan baik buruknya serta manfaat dan madharatnya. Bahkan pada sebagaian anak remaja/pelajar hal-hal yang menurut agama tidak boleh dilakukan (haram/berdosa) tetapi dikalangan anak-anak remaja/pelajar hal itu sudah dianggap lumrah, misalnya pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, cara berpakaian yang mempertontonkan aurat, tawuran antar pelajar bahkan rasa hormat terhadap orang tua dan guru sudah hampir pudar. Mereka menganggap bukanlah cinta sejati yang penuh pengorbanan bila tidak mengumbar sex, tidaklah dikatakan moderen jika berpakaian harus menutup seluruh tubuh, tidaklah dikatakan setia kawan jika tidak ikut tawuran, dan masih banyak lagi contohnya.  
Jika semua itu telah dilakukan oleh para pelajar maka yang akan menjadi sasaran empuk untuk dijadikan kambing hitam adalah guru Agama. Kritik dari masyarakatpun ke luar dengan tajam : “Pendidikan Agama Islam  Gagal” atau “Pendidikan Agama Islam tidak berhasil”. Seiring dengan kritikan yang ke luar dari masyarkat para guru Pendidikan Agama Islam pun membela diri dengan alasan yang tidak menunjukan kreatifitasnya : “wajar kami gagal karena waktu yang tersedia hanya dua jam pelajaran saja setiap minggunya”. Sementara guru yang bukan guru Pendidikan Agama Islam terkadang mereka bersikap masa bodoh dan merasa bahwa masalah itu hanya menjadi tanggung jawab guru agama saja.
Didalam makalah ini akan diulas sedikit mengenai pendidikan Agama Islam yang kiranya dapat memberikan informasi membantu pemahaman para pembaca.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penerapan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum?
2.      Apa hubungannya Pendidikan Islam dengan IPTEK?
3.      Bagaimana penerapan Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional?




BAB  II
PEMBAHASAN

A.    Pendidikan Islam Pada  Sekolah Umum
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses; cara; perbuatan mendidik[1]. Sedangkan menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan adalah suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan pendidikan tersebut. Agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peradatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.[2] Islam adalah agama yang diajarkan oleh nabi Muhammad SAW. Berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT.[3]
Pada dasarnya pendidikan Agama Islam diterapkan di dalam Sekolah umum merupakan sebuah usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Agama yang dianut oleh peserta didik.
Menurut Drs. Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum–hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran–ukuran Islam. Sedang menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi, perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya.
Jadi definisi Pendidikan Islam adalah, pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempat – tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.[4]
Pendidikan islam pada sekolah umum biasanya hanya sebatas dua jam pertemuan pada satu minggu sehingga terasa kurang cukup untuk menyampaikan informasi keagamaan yang begitu komplek.
Kalaulah kita tidak pandai mensiasatinya maka informasi yang diterima pelajar khawatir hanya akan menyentuh aspek kognitif saja sementara aspek afektif dan psikomotor tidak dapat tersentuh. Dalam masalah ahlaq mungkin saja ketika dilakukan evaluasi tertulis (ulangan)  para pelajar dapat menjawab dengan tepat bahkan bisa menyebutkan dalil naqlinya bahwa etika makan dan minum dalam Islam diantaranya tidak boleh sambil berdiri, tapi dalam kehidupan sehari-hari pelajar  tersebut masih saja makan dan minum sambil berdiri.
 Dalam masalah ibadah para pelajar mungkin saja ketika dilakukan evaluasi tertulis (ulangan) dapat menjawab dengan tepat bahwa salat lima waktu itu hukumnya wajib bila ditinggalkan berdosa dan bila dilaksanakan akan mendapat pahala, tapi dalam kehidupan sehari-hari pelajar tersebut masih enggan melakukan salat. Hal ini tentu tidak kita harapkan karena apa yang dilakukan para pelajar tidak sesuai dengan apa yang telah diketahuinya, diakui atau tidak kenyataan itu membuktikan bahwa pendidikan Agama Islam masih belum berhasil.
Menurut Towaf mengemukakan adanya kelemahan-kelemahan pendidikan Agama Islam di Sekolah, antara lain sebagai berikut:
1.      Pendekatan masih cenderung normatif, dalam arti pendidikan agama menyajikan norma-norma yang seringkali tanpa ilustrasi konteks sosial budaya sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian.
2.      Kurikulum pendidikan agama Islam yang dirancang di sekolah sebenarnya lebih menawarkan minimum kompetensi atau minimum informasi, akan tetapi pihak GPAI maupun guru seringkali terpaku padanya sehingga semangat untuk memperkaya kurikulum dengan pengalaman belajar yang bervariasi kurang tumbuh.
3.      Metode yang dipakai dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam lebih cenderung monoton sehingga peserta didik merasa bosan.
4.      Keterbatasan sarana / prasarana, mengakibatkan pengelolaan cenderung seadanya. Karena seringkali sekolah kurang memberi  prioritas dalam  urusan fasilitan.
Untuk mensiasati keterbatasan jam pelajaran maka dapat dilakukan beberapa alternatif diantaranya:
1.      Mengadakan Bina Rohani Islam (ROHIS) di Lingkungan Sekolah
Kegiatan Bina Rohani Islam (ROHIS), dapat dijadikan sebagai kegiatan ekstra kurikuler yang wajib diikuti oleh seluruh pelajar yang beragama Islam. Untuk mewujudkan kegiatan ini perlu dibuat program kerja yang matang sehingga dalam pelaksanaannya tidak berbenturan dengan kegiatan ekstrakurikuler lainnya, didanai dengan dana yang cukup,  materi yang disampaikan dapat  menunjang materi intrakurikuler dengan menggunakan metode yang menyenangkan tapi tetap edukatif  serta memanfaatkan  tenaga pengajar yang ada di lingkungan sekolah yang memiliki komitmen  tinggi terhadap Islam.
2.      Mengkondisikan Sekolah Dengan Kegiatan Keagamaan (Islamisasi Kampus).
Islamisasi kampus, memang terasa sangat ekstrim dan aneh. Akan tetapi hal ini dimaksudkan agar seluruh warga sekolah terutama yang beragama Islam bisa menjalankan sebagain syariat Islam di lingkungan sekolah sehingga situasi kondusif bisa tercipta di lingkungan sekolah tersebut. Islamisasi kampus itu diantaranya bisa dilakukan melalui :
a.       Setiap hari sebelum belajar diusahakan setiap pelajar membaca Al Qur’an ataupun membaca doa secara bersama – sama.
b.      Waktu Istirahat disesuaikan dengan waktu salat Dzuhur, sehingga seluruh aparat sekolah dan para pelajar bisa melakukan salat tepat waktu.
c.       Setiap bulan Ramadan dan libur smester diadakan kegiatan pesantren kilat.
d.      Setiap bulan Ramadan melaksanakan kegiatan pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan zakat maal, Setiap bulan Dzulhijjah menyelenggarakan kegiatan qurban di sekolah denga melibatkan para pelajar sehingga para pelajar, mengetahui proses dan memahami dari kegiatan tersebut.
e.       Ketika menyelenggarakan peringatan hari besar Islam (PHBI) tidak hanya diisi dengan kegiatan ceramah  tapi bisa melakukan kegiatan lain yang bisa lebih menyentuh hati dan ingatan anak seperti melakukan bakti sosial, pemutaran film-film Islam baik yang berupa film-film perjuangan maupun film-film dokumenter, cerdas-cermat Al Qur’an dan kegiatan-kegiatan lainnya. Pelajar tidak merasa ada kejenuhan.
3.      Menggunakan Metode Insersi (Sisipan) dalam KBM
Selain kedua metode diatas dapat juga menggunakan insersi dalam penerapan penyampaian pendidikan agama islam. Metode Insersi adalah cara menyajikan bahan pelajaran degan cara ; inti sari ajaran Islam atau jiwa agama/emosi religius diselipkan/disisipkan di dalam mata pelajaran umum. (Tayar Yusuf,  1995 : 73).
Untuk menggunaka metode ini guru agama harus bekerja sama dengan guru mata pelajaran lain (mata pelajaran umum)  agar pesan-pesan keagaamaan bisa disampaikan melalui pelajaran umum dengan cara yang sangat halus, sehingga hampir tidak terasa bahwa sesungguhnya saat itu para pelajar sedang mendapatkan suntikan keagamaan oleh guru mata pelajaran yang bukan pelajaran agama.
Metode insersi ini bisa dilakukan melalui seluruh mata pelajaran, sebagai contoh ketika guru mata pelajaran ekonomi mengajarkan tentang barter dan jual beli maka bisa disisipkan jiwa agama berupa informasi tentang perlunya ijab kabul dan perlunya pencatatan transaksi jual beli yang tidak dengan cara tunai.  contoh lain ketika melakukan praktikum IPA, guru IPA bisa mneyampaikan perlunya kejujuran, ketelitian dan kesabaran dalam melakukan praktek, sebab tanpa semua itu hasil dari praktek tidak akan memuaskan bahkan mungkin gagal, dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya.
Dengan adanya ketiga metode diatas dirasa cukup untuk mengatasi permasalahan terbatasnya waktu jam pelajaran pada pelajaran agama islam. Dan tentunya dalam melaksanakan kegiatan tersebut perlu adanya kerjasama yang baika antara semua pihak baik guru, pelajar atau staf sekolah.
Selain ketiga metode diatas ada kalanya penciptaan suasana religius disekolah diperlukan. Dalam penerapannya tentunya menggunakan model–model yang dapat membantu kelancaran kegiatan tersebut. Model-modelnya antara lain[5]:
1.      Model Struktural 
Yaitu penciptaan suasana religius yang disemangati oleh adanya peraturan-peraturan, pembangunan kesan, baik dari dunia luar atas kepemimpinan atau kebijakan suatu lembaga pendidikan atau suatu organisasi. Model ini biasanya bersofat “top-down”, yakni kegiatan keagamaan yang dibuat atas prakarsa atau instruksi dari pejabat / pimpinan atasan.
2.      Model Formal
Yaitu penciptaan suasana religius yang didasari atas pemahaman bahwa pendidikan agama adalah upaya manusia untuk mengajarkan masalah-masalah kehidupan akhirat saja atau kehidupan ruhani saja. Model ini biasaya menggunakan cara pendekatan yang bersifat keagamaan yang normatif, doktriner, dan absolutis. 
3.      Model Makanik
Yaitu penciptaan suasana religius yang didasari oleh pemahaman bahwa kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, dimana masing-masing aspek bergerak dan berjalan menurut fungsinya. Model mekanik ini biasanya berimplikasi terhadap pengembangan pendidikan agama yang lebih menonjolkan fungsi moral dan spiritual atau dimensi afektif dari pada kognitif dan psikomotor.
4.      Model Organik
Yaitu penciptaam suasana religius yang disemangati oleh adanya pandangan bahwa pendidikan agama adalah kesatuan atau sebagai sistem (yang terdiri atas komponen-komponen yang rumit) yang berusaha mengembangkan pandangan/ semangat hidup agamis, yang dimanifestasikan dalam sikap hidup dan keterampilan hidup yang religius. 



B.     Pendidikan Islam Dalam Hubungannya dengan IPTEK
1.      Dampak perkembangan IPTEK
Dewasa ini bangsa kita semakin menyadari dan akan pentingnya iptek terhadap pembangunan bangsa. Yang tentunya dari berkembangnya iptek itu sendiri memiliki dampak terhadap pembangunan bangsa baik dampak positif maupun dampak yang bersifat negatif. Penilaian pada positif atau negatifnya tentunya tergantung siapa yang menilainya dan juga yang memanfaatkannya.
Dampak positif kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dirasakan, misalnya, dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi.  Ditemukannya teknologi pesawat terbang telah membuat manusia dapat pergi ke seluruh dunia dalam waktu singkat.  Perjalanan haji yang dulu dilakukan selama beberapa minggu melalui laut kini, dengan makin lancarnya transportasi udara, dapat dilakukan hanya dalam waktu delapan jam saja.  Kemajuan di bidang televisi satelit telah memungkinkan kita melihat Olimpiade Atlanta langsung tanpa harus keluar rumah.  Penemuan telepon genggam telah memungkinkan kita untuk menghubungi seseorang di mana saja ia berada atau dari mana saja kita berada.  Dan masih banyak lagi yang bisa kita temukan dengan majunya perkembangan Iptek.
Singkat kata, kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi ini telah membuat dunia terasa kecil dan batas antar negara menjadi hilang.  Inilah yang disebut sebagai globalisasi, suatu proses di mana orang tidak lagi berfikir hanya sebagai warga kampung, kota, atau negara, melainkan juga sebagai warga dunia. Dan tidak membuat orang hanya berwawasan lokal dalam memecahkan suatu masalah, serta menemukan solusinya.
Dari sudut jati diri bangsa, proses ini dapat dianggap membawa dampak negatif.  Hal ini karena inovasi-inovasi di bidang iptek itu kebanyakan terjadi di negara lain yang mempunyai nilai-nilai sosial, politik, dan budaya yang belum tentu sama dengan nilai bangsa kita.  Kendati teknologinya itu sendiri dapat dianggap sebagai netral atau bebas nilai, penerapan dan pembawa ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak dapat dikatakan selalu bebas nilai.  Sebagai contoh, kemajuan teknologi parabola telah memungkinkan kita melihat siaran televisi Perancis tanpa ada sensor.  Adegan seks dan pamer dada wanita, yang di RCTI tidak mungkin keluar, dapat dilihat anak-anak kita tanpa terpotong gunting sensor lewat parabola itu.  Banjirnya film asing di TV nasional (yang terpaksa diputar karena produksi nasional belum ada dan harganya lebih murah daripada memproduksi sendiri) juga dapat mempengaruhi nilai budaya para pemirsanya.  Telenovela dan film Barat yang amat populer di TV swasta kita, secara tidak terasa, dapat mempengaruhi para pemirsanya bahwa perselingkuhan dalam kehidupan suami istri itu adalah hal yang biasa, bahwa kekerasan merupakan salah satu pemecahan masalah.
2.      Sikap terhadap Globalisasi
Pada dasarnya sikap orang terhadap masalah globalisasi ini dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
a.       Lari dari kenyataan dan bersembunyi atau menutup diri dari arus globalisasi itu;
hal ini dilakukan apabila orang tersebut merasa lemah dan tidak kuat untuk menanggulangi dampak negatif globalisasi itu.  Dalam mempertimbangkan dampak positif dan negatif kemajuan iptek dan globalisasi, ia melihat bahwa 'mudharat' globalisasi tersebut lebih besar daripada 'manfaatnya'.  Akibatnya, ia menolak kehadiran kemajuan iptek tersebut dan tidak mau bersentuhan dengannya.  Dalam kasus bangsa, pemerintah menutup masuknya informasi dari luar tanpa pandang bulu karena takut kalau-kalau rakyatnya akan terpengaruh oleh nilai-nilai dari luar yang mungkin akan berdampak negatif
b.      Menghindar atau menganggap bahwa globalisasi itu tidak ada;
hal ini dilakukan bila orang tersebut merasa bingung.  Di satu fihak, ia mengetahui dampak positifnya kemajuan teknologi komunikasi itu tetapi, di lain fihak, ia juga mengetahui dampak negatif dari globalisasi tersebut.  Ia tidak dapat memutuskan apakah akan merangkul ataukah menolak kemajuan teknologi yang berdampak globalisasi itu.  Akibatnya, ia membiarkan saja kemajuan teknologi itu melanda bangsanya dan berpura-pura yakin, atau berharap, bahwa globalisasi itu tidak membawa dampak negatif bagi masyarakatnya.
c.       Menghadapi persoalan dengan berani. 
Hal ini dilakukan oleh orang yang tidak bingung.  Ia menyadari akan dampak positif dan negatif dari kemajuan iptek yang masuk ke negaranya, termasuk dampak globalisasi masyarakatnya.  Berbeda dengan pemilih skenario ke dua, ia dengan seksama memilah-milah mana dampak positif dari kemajuan iptek dan globalisasi itu bagi dirinya dan mana dampak negatifnya.  Dengan mengetahui di bidang mana kemajuan iptek dan globalisasi itu akan membawa dampak negatif, ia mempersiapkan diri agar tidak terpengaruh oleh kemajuan iptek dan globalisasi itu secara negative

3.      Peranan Agama Dalam Pengembangan Iptek Nasional
Ada beberapa hubungan antara iptek dengan agama antara lain:
a.       Berseberangan atau bertentangan
Pola ini adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak.  Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula sebaliknya.  Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek akan menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran agama dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan. 
Orang yang ingin menekuni ajaran agama akan cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh manusia.  Pola  ini pernah terjadi di zaman Galileio-Galilei.  Ketika Galileo berpendapat bahwa bumi mengitari matahari sedangkan gereja berpendapat bahwa matahari lah yang mengitari bumi, maka Galileo dipersalahkan dan dikalahkan. Ia dihukum karena dianggap menyesatkan masyarakat.
b.      Bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai
Pola ke dua ini adalah perkembangan dari pola hubungan pertama.  Ketika kebenaran iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak dapat disangkal sementara keyakinan akan kebenaran agama masih kuat di hati, jalan satu-satunya adalah menerima kebenaran keduanya dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah kebenaran yang berbeda. Kebenaran agama dipisahkan sama sekali dari kebenaran ilmu pengetahuan. 
c.       Tidak bertentangan satu sama lain
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral.  Dalam pola hubungan ini, kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi.  Kendati ajaran agama tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek sama sekali
d.      Saling mendukung satu sama lain, agama mendasari pengembangan iptek atau iptek mendasari penghayatan agama.
Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif.  Terjadinya pola hubungan seperti ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan serta kehidupan masyarakat yang tidak sekuler.  Secara teori, pola hubungan ini dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran agama mendukung pengembangan iptek tapi pengembangan iptek tidak mendukung ajaran agama, pengembangan iptek mendukung ajaran agama tapi ajaran agama tidak mendukung  pengembangan iptek, dan ajaran agama mendukung pengembangan iptek dan demikian pula sebaliknya.
       Dari keempat pola diatas dapat diketahui ada kalanya bahwa agama dengan iptek memiliki hubungan yang sangat erat, akan tetapi tidak dipungkiri juga bahwa kebanyakan dari perkembangan iptek banyak menimbulkan dampak yang tidak baik.

C.    Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
Pada masa awal kemerdekaan Pemerintah dan bangsa Indonesia masih mewarisi sistem pendidikan yang bersifat dualistis yaitu :
1.      Sistem  pendidikan dan pengajaran modern yang bercorak sekuler atau sistem pendidikan dan pengajaran pada sekolah-sekolah umum yang merupakanwarisan dari Pemerintah kolonial Belanda. 
2.      Sistem pendidikan islam yang tumbuh dan berkembang di kalangan umat islam sendiri, yaitu pendidikan dan pengajaran yang berlangsung di surau atau langgar, masjid, pesantren, dan madrasah yang bersifat tradisional dan bercorak keagamaan semata – mata.
Bangsa Indonesia yang penduduknya mayoritas beragama islam telah bersepakat dan bertekad untuk membentuk suatu Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila  dan UUD 1945, dan bukan berdasarkan islam. Akan tetapi Pancasila  dan UUD 1945 menjamin kemerdekaan bagi umat Islam untuk melaksanakan dan mengembangkan pendidikan islam.[6]
Terdapatnya peluang dan kesempatan untuk berkembangnya pendidikan islam secara terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional tersebut dapat dilihat pada pasal-pasal UU Nomor 20 tahun 2003 sebagai berikut :
1.      Didalam pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan jaman. Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan Islam baik secara sistem ataupun institusinya merupakan warisan budaya bangsa yang berurat berakar pada masyarakat Indonesia. Dengan demikian jelas bahwa pendidikan Islam akan merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional
2.      Pasal 3 diungkapkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Bila dilihat dari aspek-aspek tujuan pendidikan nasional tersebut, sepenuhnya adalah nilai-nilai dasar agama Islam tidak ada yang bertentangan dengan tujuan pendidikan Islam.
3.      Pasal 15 disebutkan bahwa pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus. Disini yang dimaksud dengan pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan. Sebagaimana diketahui bahwa setiap orang Islam berkepentingan dengan pengetahuan tentang ajaran agama Islam, terutama yang berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan, moral dan sosial budaya. Oleh sebab itu Islam dan  lembaga-lembaganya tidak dapat dipisahkan dari sistem pendidikan nasional.
4.      Pada pasal 55 ayat 1 disebutkan bahwa masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Dengan pasal ini satuan-satuan pendidikan islam baik formal maupun non formal seperti madrasah, pesantren, madrasah diniyah, majelis ta’lim dan sebagainya akan tetap tumbuh dan berkembang secara terarah dan terpadu dalam sistem pendidikan nasional. Sehubungan dengan hal ini juga pada pasal 17 ayat 2 dan pasal 18 ayat 3 dikemukakan tentang pengakuan terhadap kelembagaan Islam yang bernama Madrasah seperti madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA).

Dari pasal – pasal di atas dapat diketahui bahwa pendidikan Islam merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional dan selalu berjalan searah untuk mencapai tujuan pendidikan bangsa Indonesia.
1.      Fungsi pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional.
Secara umum sistem pendidikan agama telah dituangkan didalam penjelasan pasal 39 ayat 2 UU Nomor 2 tahun 1989 yang menyebutkan pendidikan agama merupakan Usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianutnya dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam kerukunan atar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.[7] Hal tersebut dipertegas lagi dalam pasal 15 UU Nomor 20 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan menjadi ahli ilmu agama.
Dalam upaya membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa, pendidikan agama memiliki peranan sangat penting untuk itulah pendidikan agama wajib diberikan pada semua satuan, jenjang dan jenis pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah.
Adapun madrasah yang umumnya didirikan atas inisiatif masyarakat Islam yang tujuan utamanya adalah mendidik peserta didik memahami dan mengamalkan ajaran islam dengan baik maka keluarlah PP no. 1990 dimana pasal 4 ayat 2 disebutkan bahwa SD dan SLTP yang berciri khas Islam yang dikelola oleh Departemen Agama disebut Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. Dengan kenyataan ini MI dan MTs memiliki tugas dan fungsi ganda yaitu :
a.       Sebagai Sekolah pendidikan Islam
b.      Sebagai sekolah pendidikan dasar.
Oleh karena itu keberadaan gungsi MI dan MTs semakin kuat dan penting sehingga orang tidak bisa lagi menomorduakan lembaga-lembaga pendidikan agama.
2.      Implementasi Nilai-nilai Agama dalam Sistem Pendidikan Nasional
Dalam hal keberadaan mata pelajaran agama disekolah. Dalam pelaksanaan pendidikan agama sebagai suatu mata pelajaran di sekolah saat ini adalah bagaimana agar pendidikan agama tidak hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama, akan tetapi dapat mengarahkan anak didik untuk menjadi manusia yang benar – benar mempunyai kualitas keberagamaan yang kuat. Dengan demikian materi pendidikan agama tidak hanya menjadi pengetahuan tetapi menbentuk sikap dan kepribadian peserta didik sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa dalam arti sesungguhnya, apalagi pada saat seperti sekarang ini dimana terjadi pergeseran nilai-nilai yang ada sebagai akibat dari majunya ilmu pengetahuan teknologi.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diketahuai  bahwa peranan pendidikan agama sangat penting didalam semua aspek kehidupan karena pada dasarnya pendidikan agama merupakan akar dari semua pendidikan atau ilmu pengetahuan.  Baik dalam perkembangan Iptek maupun untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam perkembanganya dengan iptek tergantung bagaimana kita menyikapi dan memanfaatkannya supaya tidak menimbulkan sikap atau moral yang menurun. Berkembangnya iptek sebaiknya kita manfaatkan dengan sebaik – baiknya untuk menambah wawasan sehingga kita dapat mencapai tujuan yang tentunya tidak berseberangan dengan agama islam.




                                                                                                                                            


DAFTAR PUSTAKA

Hannah ,Athiyah Ath-Thuri. Mendidik Anak Perempuan di Masa Remaja. Jakarta: Amzah. 2007
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2005
Muhaimin, Paradigma pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008
Hasbulllah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional, Dirjen. Binbaga Islam, Jakarta, 1992,

 


[2] Athiyah Ath-Thuri, Hannah. Mendidik Anak Perempuan di Masa Remaja. Jakarta: Amzah. 2007
[3] Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2005
                                                                
[5] Muhaimin, Paradigma pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008
[6] Hasbulllah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, h.174
[7] Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional, Dirjen. Binbaga Islam, Jakarta, 1992, H.41

Tidak ada komentar:

Posting Komentar