BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya sekolah modern
dengan bentuk seperti yang kita kenal dan kita lihat dewasa ini lebih banyak
disebabkan oleh perubahan sistem kehidupan politik. Dimana Negara memperhatikan
segala urusan bangsa dan memandang bahwa bangsa bertanggung jawab atas masalah
sandang, pangan, sumber rizki, kekayaaa, arah politik. Dan seluruh urusan
tersebut di bangun berdasarkan pengajaran dan pendidikan. Pendidikan dalam hal
ini dimaksudkan untuk mengembangkan sumber daya manusia serta dapat menciptakan
kecintaan antar seluruh lapisan dan golongan masyarakat.
Arus globalisasi dan
kemajuan teknologi tidak selamanya berdampak positif, ternyata ada juga dampak
negatifnya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di mancanegara sana, saat ini bisa
kita saksikan di dalam rumah kita sendiri melalui layar televisi, internet dan
fasilitas teknologi informasi lainnya yang secara langsung atau tidak dapat
mempengaruhi perkembangan jiwa anak-anak diusia remaja yang memiliki
kecenderungan untuk mencoba-coba sesuatu, tidak sabar, mudah terbujuk dan
selalu ingin menampakkan egonya.
Bila dasar-dasar agama yang
dimiliki anak-anak kita sangat lemah, maka dikhawatirkan anak-anak kita itu
meniru secara total segala perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang di manca negara
sana tanpa memperhatikan baik buruknya serta manfaat dan madharatnya. Bahkan
pada sebagaian anak remaja/pelajar hal-hal yang menurut agama tidak boleh
dilakukan (haram/berdosa) tetapi dikalangan anak-anak remaja/pelajar hal itu
sudah dianggap lumrah, misalnya pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan,
cara berpakaian yang mempertontonkan aurat, tawuran antar pelajar bahkan rasa
hormat terhadap orang tua dan guru sudah hampir pudar. Mereka menganggap
bukanlah cinta sejati yang penuh pengorbanan bila tidak mengumbar sex, tidaklah
dikatakan moderen jika berpakaian harus menutup seluruh tubuh, tidaklah
dikatakan setia kawan jika tidak ikut tawuran, dan masih banyak lagi contohnya.
Jika semua itu telah
dilakukan oleh para pelajar maka yang akan menjadi sasaran empuk untuk
dijadikan kambing hitam adalah guru Agama. Kritik dari masyarakatpun ke luar
dengan tajam : “Pendidikan Agama Islam Gagal” atau “Pendidikan Agama
Islam tidak berhasil”. Seiring dengan kritikan yang ke luar dari masyarkat para
guru Pendidikan Agama Islam pun membela diri dengan alasan yang tidak
menunjukan kreatifitasnya : “wajar kami gagal karena waktu yang tersedia hanya
dua jam pelajaran saja setiap minggunya”. Sementara guru yang bukan guru
Pendidikan Agama Islam terkadang mereka bersikap masa bodoh dan merasa bahwa
masalah itu hanya menjadi tanggung jawab guru agama saja.
Didalam makalah ini akan
diulas sedikit mengenai pendidikan Agama Islam yang kiranya dapat memberikan
informasi membantu pemahaman para pembaca.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum?
2.
Apa hubungannya Pendidikan
Islam dengan IPTEK?
3.
Bagaimana penerapan
Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Islam
Pada Sekolah Umum
Pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses; cara;
perbuatan mendidik[1].
Sedangkan menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan adalah suatu proses
penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem
penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan
pendidikan tersebut. Agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peradatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.[2] Islam adalah agama yang
diajarkan oleh nabi Muhammad SAW. Berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an yang
diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT.[3]
Pada dasarnya pendidikan
Agama Islam diterapkan di dalam Sekolah umum merupakan sebuah usaha untuk
memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran
Agama yang dianut oleh peserta didik.
Menurut Drs. Ahmad D. Marimba,
pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum–hukum
agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran–ukuran Islam.
Sedang menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia
supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap
jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi,
perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya.
Jadi definisi Pendidikan
Islam adalah, pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan
ke dalam diri manusia, tentang tempat – tempat yang tepat dari segala sesuatu
di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan
pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.[4]
Pendidikan islam pada
sekolah umum biasanya hanya sebatas dua jam pertemuan pada satu minggu sehingga
terasa kurang cukup untuk menyampaikan informasi keagamaan yang begitu komplek.
Kalaulah kita tidak pandai
mensiasatinya maka informasi yang diterima pelajar khawatir hanya akan
menyentuh aspek kognitif saja sementara aspek afektif dan psikomotor tidak
dapat tersentuh. Dalam masalah ahlaq mungkin saja ketika dilakukan evaluasi
tertulis (ulangan) para pelajar dapat menjawab dengan tepat bahkan bisa
menyebutkan dalil naqlinya bahwa etika makan dan minum dalam Islam diantaranya
tidak boleh sambil berdiri, tapi dalam kehidupan sehari-hari pelajar
tersebut masih saja makan dan minum sambil berdiri.
Dalam masalah ibadah para pelajar mungkin saja
ketika dilakukan evaluasi tertulis (ulangan) dapat menjawab dengan tepat bahwa
salat lima waktu itu hukumnya wajib bila ditinggalkan berdosa dan bila
dilaksanakan akan mendapat pahala, tapi dalam kehidupan sehari-hari pelajar
tersebut masih enggan melakukan salat. Hal ini tentu tidak kita harapkan karena
apa yang dilakukan para pelajar tidak sesuai dengan apa yang telah
diketahuinya, diakui atau tidak kenyataan itu membuktikan bahwa pendidikan
Agama Islam masih belum berhasil.
Menurut Towaf mengemukakan adanya
kelemahan-kelemahan pendidikan Agama Islam di Sekolah, antara lain sebagai
berikut:
1.
Pendekatan masih cenderung
normatif, dalam arti pendidikan agama menyajikan norma-norma yang seringkali
tanpa ilustrasi konteks sosial budaya sehingga peserta didik kurang menghayati
nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian.
2.
Kurikulum pendidikan agama
Islam yang dirancang di sekolah sebenarnya lebih menawarkan minimum kompetensi
atau minimum informasi, akan tetapi pihak GPAI maupun guru seringkali terpaku
padanya sehingga semangat untuk memperkaya kurikulum dengan pengalaman belajar
yang bervariasi kurang tumbuh.
3.
Metode yang dipakai dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam lebih cenderung monoton sehingga peserta
didik merasa bosan.
4.
Keterbatasan sarana /
prasarana, mengakibatkan pengelolaan cenderung seadanya. Karena seringkali
sekolah kurang memberi prioritas
dalam urusan fasilitan.
Untuk mensiasati
keterbatasan jam pelajaran maka dapat dilakukan beberapa alternatif
diantaranya:
1. Mengadakan Bina
Rohani Islam (ROHIS) di Lingkungan Sekolah
Kegiatan Bina Rohani Islam
(ROHIS), dapat dijadikan sebagai kegiatan ekstra kurikuler yang wajib diikuti
oleh seluruh pelajar yang beragama Islam. Untuk mewujudkan kegiatan ini perlu
dibuat program kerja yang matang sehingga dalam pelaksanaannya tidak
berbenturan dengan kegiatan ekstrakurikuler lainnya, didanai dengan dana yang
cukup, materi yang disampaikan dapat menunjang materi
intrakurikuler dengan menggunakan metode yang menyenangkan tapi tetap
edukatif serta memanfaatkan tenaga pengajar yang ada di lingkungan
sekolah yang memiliki komitmen tinggi terhadap Islam.
2. Mengkondisikan Sekolah
Dengan Kegiatan Keagamaan (Islamisasi Kampus).
Islamisasi kampus, memang
terasa sangat ekstrim dan aneh. Akan tetapi hal ini dimaksudkan agar seluruh
warga sekolah terutama yang beragama Islam bisa menjalankan sebagain syariat
Islam di lingkungan sekolah sehingga situasi kondusif bisa tercipta di
lingkungan sekolah tersebut. Islamisasi kampus itu diantaranya bisa dilakukan
melalui :
a.
Setiap hari sebelum belajar
diusahakan setiap pelajar membaca Al Qur’an ataupun membaca doa secara bersama
– sama.
b.
Waktu Istirahat disesuaikan
dengan waktu salat Dzuhur, sehingga seluruh aparat sekolah dan para pelajar
bisa melakukan salat tepat waktu.
c.
Setiap bulan Ramadan dan
libur smester diadakan kegiatan pesantren kilat.
d.
Setiap bulan Ramadan
melaksanakan kegiatan pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan zakat maal,
Setiap bulan Dzulhijjah menyelenggarakan kegiatan qurban di sekolah denga melibatkan
para pelajar sehingga para pelajar, mengetahui proses dan memahami dari
kegiatan tersebut.
e. Ketika menyelenggarakan peringatan hari besar Islam (PHBI) tidak
hanya diisi dengan kegiatan ceramah tapi bisa melakukan kegiatan lain
yang bisa lebih menyentuh hati dan ingatan anak seperti melakukan bakti sosial,
pemutaran film-film Islam baik yang berupa film-film perjuangan maupun
film-film dokumenter, cerdas-cermat Al Qur’an dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Pelajar tidak merasa ada kejenuhan.
3. Menggunakan Metode
Insersi (Sisipan) dalam KBM
Selain kedua metode
diatas dapat juga menggunakan insersi dalam penerapan penyampaian pendidikan
agama islam. Metode Insersi adalah cara
menyajikan bahan pelajaran degan cara ; inti sari ajaran Islam atau jiwa
agama/emosi religius diselipkan/disisipkan di dalam mata pelajaran umum. (Tayar
Yusuf, 1995 : 73).
Untuk menggunaka metode ini
guru agama harus bekerja sama dengan guru mata pelajaran lain (mata pelajaran
umum) agar pesan-pesan keagaamaan bisa disampaikan melalui pelajaran umum
dengan cara yang sangat halus, sehingga hampir tidak terasa bahwa sesungguhnya
saat itu para pelajar sedang mendapatkan suntikan keagamaan oleh guru mata
pelajaran yang bukan pelajaran agama.
Metode insersi ini bisa
dilakukan melalui seluruh mata pelajaran, sebagai contoh ketika guru mata
pelajaran ekonomi mengajarkan tentang barter dan jual beli maka bisa disisipkan
jiwa agama berupa informasi tentang perlunya ijab kabul dan perlunya pencatatan
transaksi jual beli yang tidak dengan cara tunai. contoh lain ketika
melakukan praktikum IPA, guru IPA bisa mneyampaikan perlunya kejujuran,
ketelitian dan kesabaran dalam melakukan praktek, sebab tanpa semua itu hasil
dari praktek tidak akan memuaskan bahkan mungkin gagal, dan masih banyak lagi contoh-contoh
lainnya.
Dengan adanya ketiga metode
diatas dirasa cukup untuk mengatasi permasalahan terbatasnya waktu jam
pelajaran pada pelajaran agama islam. Dan tentunya dalam melaksanakan kegiatan
tersebut perlu adanya kerjasama yang baika antara semua pihak baik guru,
pelajar atau staf sekolah.
Selain ketiga metode diatas
ada kalanya penciptaan suasana religius disekolah diperlukan. Dalam
penerapannya tentunya menggunakan model–model yang dapat membantu kelancaran
kegiatan tersebut. Model-modelnya antara lain[5]:
1.
Model Struktural
Yaitu penciptaan suasana religius yang disemangati oleh adanya
peraturan-peraturan, pembangunan kesan, baik dari dunia luar atas kepemimpinan
atau kebijakan suatu lembaga pendidikan atau suatu organisasi. Model ini
biasanya bersofat “top-down”, yakni kegiatan keagamaan yang dibuat atas
prakarsa atau instruksi dari pejabat / pimpinan atasan.
2.
Model Formal
Yaitu penciptaan suasana religius yang didasari atas pemahaman
bahwa pendidikan agama adalah upaya manusia untuk mengajarkan masalah-masalah
kehidupan akhirat saja atau kehidupan ruhani saja. Model ini biasaya
menggunakan cara pendekatan yang bersifat keagamaan yang normatif, doktriner,
dan absolutis.
3.
Model Makanik
Yaitu penciptaan suasana religius yang didasari oleh pemahaman
bahwa kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebagai
penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, dimana masing-masing
aspek bergerak dan berjalan menurut fungsinya. Model mekanik ini biasanya
berimplikasi terhadap pengembangan pendidikan agama yang lebih menonjolkan
fungsi moral dan spiritual atau dimensi afektif dari pada kognitif dan
psikomotor.
4.
Model Organik
Yaitu penciptaam suasana religius yang disemangati oleh adanya
pandangan bahwa pendidikan agama adalah kesatuan atau sebagai sistem (yang
terdiri atas komponen-komponen yang rumit) yang berusaha mengembangkan
pandangan/ semangat hidup agamis, yang dimanifestasikan dalam sikap hidup dan
keterampilan hidup yang religius.
B.
Pendidikan Islam Dalam Hubungannya dengan IPTEK
1.
Dampak perkembangan IPTEK
Dewasa ini bangsa kita
semakin menyadari dan akan pentingnya iptek terhadap pembangunan bangsa. Yang
tentunya dari berkembangnya iptek itu sendiri memiliki dampak terhadap
pembangunan bangsa baik dampak positif maupun dampak yang bersifat negatif.
Penilaian pada positif atau negatifnya tentunya tergantung siapa yang
menilainya dan juga yang memanfaatkannya.
Dampak positif kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dirasakan, misalnya, dalam bidang
teknologi komunikasi dan informasi. Ditemukannya teknologi pesawat
terbang telah membuat manusia dapat pergi ke seluruh dunia dalam waktu
singkat. Perjalanan haji yang dulu dilakukan selama beberapa minggu
melalui laut kini, dengan makin lancarnya transportasi udara, dapat dilakukan
hanya dalam waktu delapan jam saja. Kemajuan di bidang televisi satelit
telah memungkinkan kita melihat Olimpiade Atlanta langsung tanpa harus keluar
rumah. Penemuan telepon genggam telah memungkinkan kita untuk menghubungi
seseorang di mana saja ia berada atau dari mana saja kita berada. Dan
masih banyak lagi yang bisa kita temukan dengan majunya perkembangan Iptek.
Singkat kata, kemajuan di
bidang teknologi komunikasi dan informasi ini telah membuat dunia terasa kecil
dan batas antar negara menjadi hilang. Inilah yang disebut sebagai
globalisasi, suatu proses di mana orang tidak lagi berfikir hanya sebagai warga
kampung, kota, atau negara, melainkan juga sebagai warga dunia. Dan tidak
membuat orang hanya berwawasan lokal dalam memecahkan suatu masalah, serta
menemukan solusinya.
Dari sudut jati diri
bangsa, proses ini dapat dianggap membawa dampak negatif. Hal ini karena
inovasi-inovasi di bidang iptek itu kebanyakan terjadi di negara lain yang
mempunyai nilai-nilai sosial, politik, dan budaya yang belum tentu sama dengan
nilai bangsa kita. Kendati teknologinya itu sendiri dapat dianggap
sebagai netral atau bebas nilai, penerapan dan pembawa ilmu pengetahuan dan
teknologi itu tidak dapat dikatakan selalu bebas nilai. Sebagai contoh,
kemajuan teknologi parabola telah memungkinkan kita melihat siaran televisi
Perancis tanpa ada sensor. Adegan seks dan pamer dada wanita, yang di
RCTI tidak mungkin keluar, dapat dilihat anak-anak kita tanpa terpotong gunting
sensor lewat parabola itu. Banjirnya film asing di TV nasional (yang
terpaksa diputar karena produksi nasional belum ada dan harganya lebih murah
daripada memproduksi sendiri) juga dapat mempengaruhi nilai budaya para
pemirsanya. Telenovela dan film Barat yang amat populer di TV swasta kita,
secara tidak terasa, dapat mempengaruhi para pemirsanya bahwa perselingkuhan
dalam kehidupan suami istri itu adalah hal yang biasa, bahwa kekerasan
merupakan salah satu pemecahan masalah.
2.
Sikap terhadap Globalisasi
Pada dasarnya sikap orang
terhadap masalah globalisasi ini dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
a.
Lari dari kenyataan dan
bersembunyi atau menutup diri dari arus globalisasi itu;
hal ini dilakukan apabila
orang tersebut merasa lemah dan tidak kuat untuk menanggulangi dampak negatif
globalisasi itu. Dalam mempertimbangkan dampak positif dan negatif
kemajuan iptek dan globalisasi, ia melihat bahwa 'mudharat' globalisasi
tersebut lebih besar daripada 'manfaatnya'. Akibatnya, ia menolak
kehadiran kemajuan iptek tersebut dan tidak mau bersentuhan dengannya.
Dalam kasus bangsa, pemerintah menutup masuknya informasi dari luar tanpa
pandang bulu karena takut kalau-kalau rakyatnya akan terpengaruh oleh
nilai-nilai dari luar yang mungkin akan berdampak negatif
b.
Menghindar atau menganggap
bahwa globalisasi itu tidak ada;
hal ini dilakukan bila
orang tersebut merasa bingung. Di satu fihak, ia mengetahui dampak
positifnya kemajuan teknologi komunikasi itu tetapi, di lain fihak, ia juga
mengetahui dampak negatif dari globalisasi tersebut. Ia tidak dapat
memutuskan apakah akan merangkul ataukah menolak kemajuan teknologi yang
berdampak globalisasi itu. Akibatnya, ia membiarkan saja kemajuan
teknologi itu melanda bangsanya dan berpura-pura yakin, atau berharap, bahwa
globalisasi itu tidak membawa dampak negatif bagi masyarakatnya.
c.
Menghadapi persoalan dengan
berani.
Hal ini dilakukan oleh
orang yang tidak bingung. Ia menyadari akan dampak positif dan negatif
dari kemajuan iptek yang masuk ke negaranya, termasuk dampak globalisasi
masyarakatnya. Berbeda dengan pemilih skenario ke dua, ia dengan seksama
memilah-milah mana dampak positif dari kemajuan iptek dan globalisasi itu bagi
dirinya dan mana dampak negatifnya. Dengan mengetahui di bidang mana
kemajuan iptek dan globalisasi itu akan membawa dampak negatif, ia
mempersiapkan diri agar tidak terpengaruh oleh kemajuan iptek dan globalisasi
itu secara negative
3.
Peranan Agama Dalam Pengembangan Iptek Nasional
Ada beberapa hubungan antara iptek dengan agama antara lain:
a.
Berseberangan atau bertentangan
Pola ini adalah pola hubungan yang
negatif, saling tolak. Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak
benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula sebaliknya.
Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek akan menjauhkan orang dari keyakinan
akan kebenaran agama dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari keyakinan
akan kebenaran ilmu pengetahuan.
Orang yang ingin menekuni ajaran agama
akan cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan
oleh manusia. Pola ini pernah
terjadi di zaman Galileio-Galilei. Ketika Galileo berpendapat bahwa bumi
mengitari matahari sedangkan gereja berpendapat bahwa matahari lah yang
mengitari bumi, maka Galileo dipersalahkan dan dikalahkan. Ia dihukum
karena dianggap menyesatkan masyarakat.
b.
Bertentangan tapi dapat hidup
berdampingan secara damai
Pola ke dua ini adalah perkembangan dari
pola hubungan pertama. Ketika kebenaran iptek yang bertentangan dengan
kebenaran agama makin tidak dapat disangkal sementara keyakinan akan kebenaran
agama masih kuat di hati, jalan satu-satunya adalah menerima kebenaran keduanya
dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah kebenaran yang berbeda.
Kebenaran agama dipisahkan sama sekali dari kebenaran ilmu pengetahuan.
c.
Tidak bertentangan satu sama lain
Pola ke tiga adalah pola hubungan
netral. Dalam pola hubungan ini, kebenaran ajaran agama tidak
bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling
mempengaruhi. Kendati ajaran agama tidak bertentangan dengan iptek,
ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek sama sekali
d.
Saling mendukung satu sama lain, agama
mendasari pengembangan iptek atau iptek mendasari penghayatan agama.
Pola hubungan yang ke empat adalah pola
hubungan yang positif. Terjadinya pola hubungan seperti ini mensyaratkan
tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan serta
kehidupan masyarakat yang tidak sekuler. Secara teori, pola hubungan ini
dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran agama mendukung pengembangan iptek tapi
pengembangan iptek tidak mendukung ajaran agama, pengembangan iptek mendukung
ajaran agama tapi ajaran agama tidak mendukung pengembangan iptek, dan
ajaran agama mendukung pengembangan iptek dan demikian pula sebaliknya.
Dari keempat pola diatas dapat
diketahui ada kalanya bahwa agama dengan iptek memiliki hubungan yang sangat
erat, akan tetapi tidak dipungkiri juga bahwa kebanyakan dari perkembangan
iptek banyak menimbulkan dampak yang tidak baik.
C.
Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
Pada masa awal kemerdekaan
Pemerintah dan bangsa Indonesia masih mewarisi sistem pendidikan yang bersifat
dualistis yaitu :
1.
Sistem pendidikan dan pengajaran modern yang
bercorak sekuler atau sistem pendidikan dan pengajaran pada sekolah-sekolah
umum yang merupakanwarisan dari Pemerintah kolonial Belanda.
2.
Sistem pendidikan islam
yang tumbuh dan berkembang di kalangan umat islam sendiri, yaitu pendidikan dan
pengajaran yang berlangsung di surau atau langgar, masjid, pesantren, dan
madrasah yang bersifat tradisional dan bercorak keagamaan semata – mata.
Bangsa Indonesia yang
penduduknya mayoritas beragama islam telah bersepakat dan bertekad untuk
membentuk suatu Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945, dan bukan
berdasarkan islam. Akan tetapi Pancasila dan UUD 1945 menjamin kemerdekaan bagi umat
Islam untuk melaksanakan dan mengembangkan pendidikan islam.[6]
Terdapatnya peluang dan
kesempatan untuk berkembangnya pendidikan islam secara terintegrasi dalam
sistem pendidikan nasional tersebut dapat dilihat pada pasal-pasal UU Nomor 20
tahun 2003 sebagai berikut :
1.
Didalam pasal 1 ayat 2
disebutkan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan jaman. Tidak bisa dipungkiri
bahwa pendidikan Islam baik secara sistem ataupun institusinya merupakan
warisan budaya bangsa yang berurat berakar pada masyarakat Indonesia. Dengan
demikian jelas bahwa pendidikan Islam akan merupakan bagian integral dari
sistem pendidikan nasional
2.
Pasal 3 diungkapkan bahwa
tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Bila dilihat dari aspek-aspek
tujuan pendidikan nasional tersebut, sepenuhnya adalah nilai-nilai dasar agama
Islam tidak ada yang bertentangan dengan tujuan pendidikan Islam.
3.
Pasal 15 disebutkan bahwa
pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi,
keagamaan dan khusus. Disini yang dimaksud dengan pendidikan keagamaan adalah
pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan
yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang
bersangkutan. Sebagaimana diketahui bahwa setiap orang Islam berkepentingan
dengan pengetahuan tentang ajaran agama Islam, terutama yang berhubungan dengan
nilai-nilai keagamaan, moral dan sosial budaya. Oleh sebab itu Islam dan lembaga-lembaganya tidak dapat dipisahkan
dari sistem pendidikan nasional.
4.
Pada pasal 55 ayat 1
disebutkan bahwa masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis
masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama,
lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Dengan pasal ini
satuan-satuan pendidikan islam baik formal maupun non formal seperti madrasah,
pesantren, madrasah diniyah, majelis ta’lim dan sebagainya akan tetap tumbuh
dan berkembang secara terarah dan terpadu dalam sistem pendidikan nasional.
Sehubungan dengan hal ini juga pada pasal 17 ayat 2 dan pasal 18 ayat 3
dikemukakan tentang pengakuan terhadap kelembagaan Islam yang bernama Madrasah
seperti madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah
(MA).
Dari pasal – pasal di atas
dapat diketahui bahwa pendidikan Islam merupakan bagian tak terpisahkan dari
sistem pendidikan nasional dan selalu berjalan searah untuk mencapai tujuan
pendidikan bangsa Indonesia.
1.
Fungsi pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional.
Secara umum sistem
pendidikan agama telah dituangkan didalam penjelasan pasal 39 ayat 2 UU Nomor 2
tahun 1989 yang menyebutkan pendidikan agama merupakan Usaha untuk memperkuat
iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang
dianutnya dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam
kerukunan atar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.[7] Hal tersebut dipertegas
lagi dalam pasal 15 UU Nomor 20 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pendidikan
keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang mempersiapkan peserta
didik untuk menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang
ajaran agama dan menjadi ahli ilmu agama.
Dalam upaya membentuk
manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa, pendidikan agama memiliki peranan
sangat penting untuk itulah pendidikan agama wajib diberikan pada semua satuan,
jenjang dan jenis pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah.
Adapun madrasah yang
umumnya didirikan atas inisiatif masyarakat Islam yang tujuan utamanya adalah
mendidik peserta didik memahami dan mengamalkan ajaran islam dengan baik maka
keluarlah PP no. 1990 dimana pasal 4 ayat 2 disebutkan bahwa SD dan SLTP yang
berciri khas Islam yang dikelola oleh Departemen Agama disebut Madrasah
Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. Dengan kenyataan ini MI dan MTs memiliki
tugas dan fungsi ganda yaitu :
a.
Sebagai Sekolah pendidikan
Islam
b.
Sebagai sekolah pendidikan
dasar.
Oleh karena itu keberadaan
gungsi MI dan MTs semakin kuat dan penting sehingga orang tidak bisa lagi
menomorduakan lembaga-lembaga pendidikan agama.
2.
Implementasi
Nilai-nilai Agama dalam Sistem Pendidikan Nasional
Dalam hal keberadaan mata
pelajaran agama disekolah. Dalam pelaksanaan pendidikan agama sebagai suatu
mata pelajaran di sekolah saat ini adalah bagaimana agar pendidikan agama tidak
hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama, akan tetapi dapat mengarahkan anak
didik untuk menjadi manusia yang benar – benar mempunyai kualitas keberagamaan
yang kuat. Dengan demikian materi pendidikan agama tidak hanya menjadi
pengetahuan tetapi menbentuk sikap dan kepribadian peserta didik sehingga
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa dalam arti sesungguhnya, apalagi pada
saat seperti sekarang ini dimana terjadi pergeseran nilai-nilai yang ada
sebagai akibat dari majunya ilmu pengetahuan teknologi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas dapat diketahuai bahwa
peranan pendidikan agama sangat penting didalam semua aspek kehidupan karena
pada dasarnya pendidikan agama merupakan akar dari semua pendidikan atau ilmu
pengetahuan. Baik dalam perkembangan
Iptek maupun untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam perkembanganya
dengan iptek tergantung bagaimana kita menyikapi dan memanfaatkannya supaya
tidak menimbulkan sikap atau moral yang menurun. Berkembangnya iptek sebaiknya
kita manfaatkan dengan sebaik – baiknya untuk menambah wawasan sehingga kita
dapat mencapai tujuan yang tentunya tidak berseberangan dengan agama islam.
DAFTAR PUSTAKA
Hannah ,Athiyah Ath-Thuri. Mendidik
Anak Perempuan di Masa Remaja. Jakarta: Amzah. 2007
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
2005
Muhaimin,
Paradigma pendidikan Islam, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2008
Hasbulllah,
Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem
Pendidikan Nasional, Dirjen. Binbaga Islam, Jakarta, 1992,
[2] Athiyah Ath-Thuri, Hannah. Mendidik Anak Perempuan di Masa Remaja. Jakarta: Amzah. 2007
[3] Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
2005
[4]
http://farhansyaddad.wordpress.com/2009/03/06/strategi-penyelenggaraan-pendidikan-agama-islam-di-sekolah-umum/
[5] Muhaimin, Paradigma pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008
[6]
Hasbulllah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2009,
h.174
[7]
Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem
Pendidikan Nasional, Dirjen. Binbaga Islam, Jakarta, 1992, H.41
Tidak ada komentar:
Posting Komentar