Kamis, 20 September 2012

Hadits tentang Syubhat (Hadits Tarbawi)


عَنْ اَبـِيْ عَبْدِ اللهِ النـُّـعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنـْهُمَا قـَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلـَّى اللهُ عَلـَيْهِ وَسَلـَّمَ يَقـُوْلُ: اِنَّ الـْـحَلاَلَ بَيِّنٌ وَاِنَّ الـْـحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنـَهُمَا اُمُوْرٌ مُتـَشَابـِهَاتٌ لاَ يَعْلـَمُهُنَّ كـَثِيْرٌ مِنَ النـَّاسِ فـَمَنِ اتـَّقـَى الشُّبُهَاتِ فـَقـَدِ اسْتـَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقـَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقـَعَ فِي الـْـحَرَامِ كـَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الـْـحِمَى يُوْشِكُ اَنْ يَرْتـَعَ فِيْهِ اَلاَ وَاِنَّ لِكـُلِّ مَلِكٍ حِمَى اَلاَ وَاِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ اَلاَ وَاِنَّ فِيْ الـْجَسَدِ مُضْغـَة ً اِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الـْجَسَدُ كـُلـُّهُ وَاِذَا فـَسَدَتْ فـَسَدَ الـْجَسَدُ كـُلـُّهُ اَلاَ وَهِيَ الـْقـَلـْبُ
(رواه البخارى ومسلم)
Dari Abi Abdillah An-Nu’man bin Basyir -rodhiyallohu ‘anhu- berkata, aku telah mendengar Rosululloh -Shollallohu ‘Alaihi Wasallam- bersabda: “Sesungguhnya sesuatu yang halal itu jelas dan sesungguhnya sesuatu yang haram itu jelas. Sedangkan diantara keduanya ada perkara yang samar-samar  yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Barangsiapa menjaga dirinya dari perkara yang samar-samar, berarti ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa melakukan perkara yang samar-samar maka ia telah jatuh dalam perkara yang haram seperti menggembala di sekeliling tanah larangan (halaman orang lain) maka lambat laun ia akan masuk ke dalamnya. Ingatlah bahwa tiap-tiap raja ada larangannya. Larangan Allah ialah yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak, rusaklah seluruh jasadnya. Ingatlah daging itu adalah hati.” (H.R. Bukhari dan Muslim)


Sumber Hadits
1. Abu Abdillah Nu’man bin Basyir
Perawinya adalah Abu Abdillah Nu’man bin Basyir Al Madani adalah seorang shahabat dari kalangan Anshar. Kuniyah beliau Abu Abdillah. Bapak beliau adalah seorang shahabat yang mulia bernama Basyir bin Sa’ad bin Tsa’labah bin Julas bin Za’id Al Anshori Al Khazraji, dari kalangan suku khazraj, salah satu suku terkenal di Madinah.
Bapaknyalah yang memperkenalkannya kepada Rasulullah SAW. Ketika kelahirannya, Nu’man bin Basyir dibawa kepada Rasulullah SAW untuk didoakan. Lalu Rasulullah SAW dan mengkhabarkan bahwa anak itu (Nu’man bin Basyir) akan seperti bapaknya menjadi shahabat yang mulia dan akhir hidupnya juga akan sama, yaitu meninggal karena dibunuh. Pada akhirnya Nu’man bin Basyir memang meninggal karena dibunuh oleh seorang munafik dari Hims (Damaskus). Khabar ini adalah khabar gaib dari Allah SWT dan apa yang dikhabarkan beliau SAW akan terbukti.
Jadi merupakan suatu sunnah untuk membawa seorang bayi yang baru lahir kepada orang yang shaleh untuk didoakan dan ditahnik atau kalau bisa juga untuk diberi nama. Hal ini bukan hanya khususiyah bagi Rasulullah SAW saja, karena sesudah wafatnya Rasulullah SAW, para shahabat juga mendatangi Abu Bakar untuk meminta beliau mendoakan anaknya dan ini berlanjut terus sampai tabiin.
Ibu dari Nu’man bin Basyir adalah seorang shahabiyah yang bernama ‘Amrah bintu Rawahah رضى الله عنها , saudara perempuan dari shahabat yang mulia Abdullah bin Rawahah (salah seorang penyair Rasulullah SAW dan pemimpin perang Mu’tah). Nu’man bin Basyir adalah keponakan dari Abdullah bin Rawahah dari sisi ibunya. Jadi beliau hidup dan belajar dari kalangan para shahabat sehingga beliau menjadi seorang yang shaleh dan shahabat yang mulia.
Diikhtilafkan oleh para Ulama tentang Nu’man bin Basyir, apakah beliau pernah mendengar langsung dari Rasulullah SAW atau hadits-haditsnya hanya murshal shahabi saja (menukil dari shahabat-shahabat yang lain)?, karena ada juga shahabat yang tidak mendengarkan langsung hadits dari Rasulullah SAW tetapi hanya menukil dari shahabat yang lain yang mendengarkan sabda Rasulullah SAW. Ahlul Madinah (ulama-ulama dari kalangan Madinah) banyak yang mengatakan bahwa Nu’man bin Basyir tidak pernah mendengarkan langsung dari Rasulullah SAW, namun Ahlul Kufah mengatakan bahwa Nu’man bin Basyir pernah mendengarkan langsung, dan hadits yang pernah didengarkan beliau langsung dari Rasulullah SAW adalah hadits ini. Karena beliau mengatakan “ سمعت “ (saya mendengarkan), dan kalau seorang shahabat mengatakan “ سمعت “ berarti dia mendengarkan langsung. Kalau dia mengatakan “ عن “ (dari), berarti ada kemungkinan lewat perantara, tapi kalau sudah mengatakan “ سمعت “ itu menunjukkan bahwa dia mendengarkan langsung. Jadi pendapat yang benar adalah pendapat Ahli Kufah. Dalam riwayat Imam Muslim رحمه الله , beliau menegaskan bahkan mengisyaratkan بأصبعيه إلى أذنيه (beliau mengisyaratkan dengan telunjuknya menunjuk kepada kedua telinganya) ketika beliau berkata سمعت (maknanya saya mendengarkan langsung dan tidak lewat perantara).
Di sini ada sebuah hukum dalam masalah Ilmu Hadits, bahwa orang yang mendengarkan hadits dalam usia yang muda itu diterima haditsnya walaupun dia belum baligh tapi dengan syarat dia menyampaikan hadits tersebut ketika dia sudah baligh. Karena ketika Rasulullah SAW wafat, umur beliau (Nu’man) baru 8 tahun (belum baligh). Berarti ketika mendengar hadits ini, beliau juga belum baligh tapi haditsnya dapat diterima selama dia mumayyiz (dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk dan antara yang benar dan yang salah) tapi dengan syarat dia sampaikan ketika dia sudah baligh. Sama dengan masalah, tidak mengapa menerima hadits dari seorang yang waktu mendengarkan hadits masih dalam keadaan kafir dengan syarat dia menyampaikan hadits itu ketika dia sudah masuk islam. Sebaliknya jika ada yang mendengarkan hadits ketika ia masih seorang muslim, tapi dia menyampaikan hadits itu ketika dia sudah kafir (murtad), maka haditsnya itu tidak diterima/ditolak. Ini salah satu masalah dalam Ilmu Mustholah bahwa “ تَحَمُّل “, menerima hadits orang yang masih muda dengan syarat dia menyampaikan ( أد ا ء ) ketika sudah baligh, seperti Nu’man bin Basyir.
Diantara keutamaan dari Nu’man bin Basyir adalah: pada masa Muawiyah, beliau dipilih menjadi Amir di Kufah dan setelah kurang lebih 9 bulan di Kufah beliau dipindahkan ke Hims (Damaskus) sebagai Qadhi di Hims. Ada sedikit ikhtilaf dikalangan ulama, apakah hadits ini pertama kali beliau sebutkan ketika beliau berada di Kufah atau setelah beliau berada di Hims. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa beliau berkhutbah dengan hadits ini ketika menjabat Amir di Kufah, tapi dalam riwayat lain dikatakan bahwa beliau berkhutbah dengan hadits ini ketika di Hims. Kata Ibnu Hajar Asqalani رحمه الله : “tidak ada masalah, boleh saja beliau berkhutbah dua kali dengan hadits ini yaitu beliau sudah pernah berkhutbah dengan hadits ini ketika beliau masih Amir di Kufah dan juga berkhutbah dengan hadits ini ketika telah menjadi Qadhi di Hims”. Beliau juga terkenal sebagai khotib yang bari’, ahli khutbah yang mempunyai balaghoh (keindahan bahasa dalam berkhutbah dan ahli retorika). Beliau adalah shahabat yang pertama kali lahir dikalangan Anshar setelah hijrah Nabi (sekitar 14 bulan setelah hijrah). Adapun shahabat dari kalangan Muhajirin yang pertama kali lahir setelah hijrah adalah Abdullah bin Zubair. Abdullah bin Zubair mengatakan bahwa Nu’man bin Basyir lebih tua 6 bulan darinya.
Nu’man bin Basyir wafat pada tahun 60 H. Pendapat lain mengatakan tahun 62 H dan ada juga tahun 64 H, setelah menghindari fitnah Yazid bin Muawiyah tentang masalah Abdullah bin Zubair. Beliau menghindari fitnah tersebut tetapi dibuntuti oleh seorang munafik yaitu Khalid bin Khaly Al Khulai dari Dimasyq dan dialah yang membunuh shahabat yang mulia Nu’man bin Basyir (sebagaimana yang pernah dikhabarkan oleh Rasulullah).
2. Imam Bukhari
Imam Bukhari adalah ahli hadits (perowi = periwayat) yang sangat terpercaya dalam ilmu hadits. Hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya. Ia lahir di Bukhara pada bulan Syawal tahun 194 H. Dipanggil dengan Abu Abdillah. Nama lengkap beliau Muhammmad bin Islmail bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi. Beliau digelari Al Imam Al Hafizh, dan lebih dikenal dengan sebutan Al Imam Al Bukhari.
Sewaktu kecil Al Imam Al Bukhari buta kedua matanya. Pada suatu malam ibu beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam yang mengatakan, “Hai Fulanah (yang beliau maksud adalah ibu Al Imam Al Bukhari, pent), sesungguhnya Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa”. Ternyata pada pagi harinya sang ibu menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putranya.
Ketika berusia sepuluh tahun, Al Imam Al Bukhari mulai menuntut ilmu, beliau melakukan pengembaraan ke Balkh, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam. Guru-guru beliau banyak sekali jumlahnya. Di antara mereka yang sangat terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin Ibrahim, Ubaidaillah bin Musa, Abu Al Mughirah, ‘Abdan bin ‘Utsman, ‘Ali bin Al Hasan bin Syaqiq, Shadaqah bin Al Fadhl, Abdurrahman bin Hammad Asy-Syu’aisi, Muhammad bin ‘Ar’arah, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, Abdullah bin Raja’, Khalid bin Makhlad, Thalq bin Ghannaam, Abdurrahman Al Muqri’, Khallad bin Yahya, Abdul ‘Azizi Al Uwaisi, Abu Al Yaman, ‘Ali bin Al Madini, Ishaq bin Rahawaih, Nu’aim bin Hammad, Al Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan ulama ahlul hadits lainnya.
Murid-murid beliau tak terhitung jumlahnya. Di antara mereka yang paling terkenal adalah Imam Muslim bin al-Hajjaj an-Naisaburi, penyusun kitab Shahih Muslim.
Al Imam Al Bukhari sangat terkenal kecerdasannya dan kekuatan hafalannya. Beliau pernah berkata, “Saya hafal seratus ribu hadits shahih, dan saya juga hafal dua ratus ribu hadits yang tidak shahih”. Pada kesempatan yang lain belau berkata, “Setiap hadits yang saya hafal, pasti dapat saya sebutkan sanad (rangkaian perawi-perawi)-nya”.
Beliau juga pernah ditanya oleh Muhamad bin Abu Hatim Al Warraaq, “Apakah engkau hafal sanad dan matan setiap hadits yang engkau masukkan ke dalam kitab yang engkau susun (maksudnya : kitab Shahih Bukhari, pent.)?” Beliau menjawab, ”Semua hadits yang saya masukkan ke dalam kitab yang saya susun itu sedikit pun tidak ada yang samar bagi saya”.
Anugerah Allah kepada Al Imam Al Bukhari berupa reputasi di bidang hadits telah mencapai puncaknya. Tidak mengherankan jika para ulama dan para imam yang hidup sezaman dengannya memberikan pujian (rekomendasi) terhadap beliau. Berikut ini adalah sederet pujian (rekomendasi) termaksud: Muhammad bin Abi Hatim berkata, “Saya mendengar Ibrahim bin Khalid Al Marwazi berkata, “Saya melihat Abu Ammar Al Husein bin Harits memuji Abu Abdillah Al Bukhari, lalu beliau berkata, “Saya tidak pernah melihat orang seperti dia. Seolah-olah dia diciptakan oleh Allah hanya untuk hadits”.
Penelitian Hadits
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Diantara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah, Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah beliau mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.
Namun tidak semua hadits yang ia hafal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat/pembawa) hadits itu tepercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami'al-Shahil yang dikenal sebagai Shahih Bukhari. Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya seperti Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim.
Karya
1.      Al-Jami' ash-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari
2.      Al-Adab al-Mufrad
3.      Adh-Dhu'afa ash-Shaghir
4.      At-Tarikh ash-Shaghir
5.      At-Tarikh al-Ausath
6.      At-Tarikh al-Kabir
7.      At-Tafsir al-Kabir
8.      Al-Musnad al-Kabir
9.      Kazaya Shahabah wa Tabi'in
10.  Kitab al-Ilal
11.  Raf'ul Yadain fi ash-Shalah
12.  Birr al-Walidain
13.  Kitab ad-Du'afa
14.  Asami ash-Shahabah
15.  Al-Hibah
16.  Khalq Af'al al-Ibad
17.  Al-Kuna
18.  Al-Qira'ah Khalf al-Imam
3. Imam Muslim
Imam Muslim bernama lengkap Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an Naisaburi. Imam Muslim dilahirkan di Naisabur tahun 202 H atau 817 M. Naisabur, saat ini termasuk wilayah Rusia. Dalam sejarah Islam, Naisabur dikenal dengan sebutan Maa Wara’a an Nahr, daerah-daerah yang terletak di belakang Sungai Jihun di Uzbekistan, Asia Tengah.
Naisabur pernah menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan tidak kurang 150 tahun pada masa Dinasti Samanid. Tidak hanya sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan, kota Naisabur juga dikenal saat itu sebagai salah satu kota ilmu, bermukimnya ulama besar dan pusat peradaban di kawasan Asia Tengah.
Kecenderungan Imam Muslim kepada ilmu hadits tergolong luar biasa. Keunggulannya dari sisi kecerdasan dan ketajaman hafalan, ia manfaatkan dengan sebaik mungkin. Di usia 10 tahun, Muslim kecil sering datang berguru pada Imam Ad Dakhili, seorang ahli hadits di kotanya. Setahun kemudian, Muslim mulai menghafal hadits dan berani mengoreksi kekeliruan gurunya ketika salah dalam periwayatan hadits.
Seperti orang yang haus, kecintaanya dengan hadits menuntun Muslim bertuangalang ke berbagai tempat dan negara. Safar ke negeri lain menjadi kegiatan rutin bagi Muslim untuk mendapatkan silsilah yang benar sebuah hadits.
Dalam berbagai sumber, Muslim tercatat pernah ke Khurasan. Di kota ini Muslim bertemu dan berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih. Di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan. Pada rihlahnya ke Makkah untuk menunaikan haji 220 H, Muslim bertemu dengan Qa’nabi,- muhaddits kota ini- untuk belajar hadits padanya.
Imam Muslim dalam menetapkan kesahihan hadits yang diriwayatkkanya selalu mengedepankan ilmu jarh dan ta’dil. Metode ini ia gunakan untuk menilai cacat tidaknya suatu hadits. Selain itu, Imam Muslim juga menggunakan metode sighat at tahammul (metode-metode penerimaan riwayat). Dalam kitabnya, dijumpai istilah haddasani (menyampaikan kepada saya), haddasana (menyampaikan kepada kami), akhbarani (mengabarkan kepada saya), akhabarana (mengabarkan kepada kami), maupun qaalaa (ia berkata). Dengan metode ini menjadikan Imam Muslim sebagai orang kedua terbaik dalam masalah hadits dan seluk beluknya setelah Imam Bukhari.
Sebenarnya para ulama berbeda pendapat mana yang lebih unggul antara Shahih Muslim dengan Shahih Bukhari. Jumhur Muhadditsun berpendapat, Shahihul Bukhari lebih unggul, sedangkan sejumlah ulama Marokko dan yang lain lebih mengunggulkan Shahih Muslim. Perbedaan ini terjadi bila dilihat dari sisi pada sistematika penulisannya serta perbandingan antara tema dan isinya.
Wafatnya
Setelah mengarungi kehidupan yang penuh berkah, Muslim wafat pada hari Ahad sore, dan di makamkan di kampung Nasr Abad daerah Naisabur pada hari Senin, 25 Rajab 261 H. dalam usia 55 tahun. Selama hidupnya, Muslim menulis beberapa kitab yang sangat bermanfaat.
Para Gurunya
Imam Muslim mempunyai guru hadits sangat banyak sekali, diantaranya adalah: Usman bin Abi Syaibah, Abu Bakar bin Syaibah, Syaiban bin Farukh, Abu Kamil al-Juri, Zuhair bin Harab, ’Amar an-Naqid, Muhammad bin Musanna, Muhammad bin Yasar, Harun bin Sa’id al-Aili, Qutaibah bin sa’id dan lain sebagainya.
Imam muslim mempunyai kitab hasil tulisannya yang jumlahnya cukup banyak. Di antaranya:
1. Al-Jamius Shahih
2. Al-Musnadul Kabir Alar Rijal
3. Kitab al-Asma’ wal Kuna
4. Kitab al-Ilal
5. Kitab al-Aqran
6. Kitab Sualatihi Ahmad bin Hanbal
7. Kitab al-Intifa’ bi Uhubis Siba’
8. Kitab al-Muhadramain
9. Kitab Man Laisa Lahu illa Rawin Wahidin
10. Kitab Auladus Sahabah
11. Kitab Auhamul Muhadisin.

PELAJARAN HADITS
1.Penjelasan bahwa segala sesuatu dalam syariat ini terbagi dalam tiga bagian : halal yang jelas, haram yang jelas, dan perkara yang masih samar kehalalan maupun keharamannya (syubhat).
2.Perkara yang syubhat ini tidak diketahui oleh kebanyakan orang, tetapi hanya diketahui oleh sebagian mereka saja, baik menyangkut hukumnya maupun dalilnya.
3. Keharusan meninggalkan perkara yang syubhat, sampai (benar-benar) diketahui kehalalannya.
4.Perumpamaan digunakan untuk memahami perkara yang abstrak kepada perkara yang konkrit.
5.Sesungguhnya, jika seseorang terjatuh ke dalam perkara syubhat, maka ia akan mudah meremehkan perkara- perkara yang jelas (haramnya).
6.Penjelasan mengenai agungnya kedudukan hati, danseluruh anggota tubuh mengikutinya. Seluruh anggota tubuh akan baik jika hatinya baik, dan akan buruk jika hatinya buruk.
7.Sesungguhnya kerusakan lahir (seseorang) menunjukkan kerusakan batinnya.
8.Berhati-hati (dan menjuhi diri) dari perkara- perkara syubhat merupakan penjagaan diri terhadap agama seseorang dari kekurangan, dan penjagaan terhadap harga dirinya dari celaan-celaan.

Kandungan Hadist :
1. Termasuk sikap wara’ adalah meninggalkan syubhat.
2. Banyak melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram.
3. Menjauhkan perbuatan dosa kecil karena hal tersebut dapat menyeret seseorang kepada perbuatan dosa besar.
4. Memberikan perhatian terhadap masalah hati, karena padanya terdapat kebaikan fisik.
5. Baiknya amal perbuatan anggota badan merupakan pertanda baiknya hati.
6. Pertanda ketakwaan seseorang jika dia meninggalkan perkara-perkara yang diperbolehkan karena khawatir akan terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan.
7. Menutup pintu terhadap peluang-peluang perbuatan haram serta haramnya sarana dan cara kearah sana.
8. Hati-hati dalam masalah agama dan kehormatan serta tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mendatangkan persangkaan buruk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar