Pendahuluan
Latar
belakang masalah
Hakekat
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, diciptakan dalam bentuk paling
sempurna. Manusia adalah makhluk spiritual yang akan menjalani fase-fase
peristiwa kehidupan baik sebelum lahir, sekarang maupun setelah mati.
Kalimat
diatas mungkin terlalu filosofis, namun sebenarnya merupakan istilah sederhana
yang bisa dipahami. Spiritual merupakan aspek non fisik yang mampu memberikan
kekuatan manusia untuk lebih dari sekedar hidup. Bukti akan hakekat manusia
sebagai makhluk spiritual mungkin dapat ditunjukkan dengan beberapa contoh
berikut.
Ketika
menjalani hidup sehari-hari, manusia tidak selamanya dalam kondisi bahagia.
Namun kadang mengalami musibah, nikmat, susah, senang, sedih bahkan terkadang
merasakan kesuksesan diluar rencana.Semuanya itu datang silih berganti seperti
sudah ada keteraturan. Inilah salah satu nuansa spiritual yang ada pada
manusia.
Dalam
hal rasa, manusia mempunyai interpretasi berbeda-beda tentang apa yang
dirasakan hati. Perasan senang, susah, enak ataupun nggak enak merupakan
fenomena hati yang sudah biasa terjadi. Tukang becak yang tiduran di halte
kadang lebih pulas daripada pengusaha yang tidur di hotel berbintang. Orang
miskin yang pandai bersyukur akan lebih kaya dari konglomerat yang gila dunia.
Semuanya tergantung dari bagaimana seseorang menyikapi apa yang dialaminya.
Perasaan
manusia tidak mutlak adanya. Jika ia merasakan sesuatu pasti ia merasakan hal
lain yang paradoks dengan apa yang ia rasakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
senang yang sebenar-benarnya senang itu tidak ada. Yang ada adalah senang yang
diliputi susah ataupun susah yang diliputi senang. Sebagai contoh kalau kita
berjuang memajukan merpati putih, yang kita rasakan adalah susah karena capek
memikirkan, bertindak, beinovasi. Namun dibalik kesusahan itu ada perasaan
bangga dan gembira melihat apa yang telah kita perjuangkan.
Pada
dasarnnya ada tiga aspek pokok dalam diri manusia yaitu fisik, mental dan
spiritual. Aspek fisik merupakan segala hal yang dapat dirasakan oleh panca
indra manusia. Aspek mental yang membedakan manusia dengan dengan makhluk lain.
Dengan adanya mental manusia dapat berfikir, mempertimbangkan dan mengambil
keputusan untuk suatu permasalahan. Sedangkan spiritual dapat diibaratkan
sebagai navigator kehidupan. Dia yang akan memberikan warna dan arah dari
kehidupan yang dijalani manusia
Rumusan masalah
1. Pengertian
teori tentang perkembangan manusia
2. Persamaan
dan perbedaan tentang teori perkembangan manusia
3. Hubungan
teori dengan konsep islam
Pembahasan
Teori Empirisme
Empirisme
adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil
dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai
suatu doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat
bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal,
melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata,
lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu
yang sesuai dengan pengalaman manusia.
Ajaran-ajaran
pokok empirisme yaitu:
1. Pandangan
bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami.
2. Pengalaman
inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
3. Semua
yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
4. Semua
pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari
data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
5. Akal
budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa
acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi
mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
6. Empirisme
sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan.[1]
Teori Nativisme
Nativisme
berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. Teori ini muncul dari
filsafat nativisma (terlahir) sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan
menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas,
pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Pelopor aliran Nativisme
adalah Arthur Schopenhauer seorang filosof Jerman yang hidup tahun 1788-1880.
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan individu ditentukan oleh bawaan sejak
ia dilahirkan. Faktor linkungan sendiri dinilai kurang berpengaruh terhadap
perkembangan dan pendidikan anak. Pada hakekatnya aliran Nativisme bersumber
dari Leibnitzian Tradition, sebuah tradisi yang menekankan pada kemampuan dalam
diri seorang anak. Hasil perkambangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan
genetik dari kedua orang tua.
Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan
belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. nativisme berpendapat, jika anak
memiliki bakat jahat dari lahir, ia kan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak
memiliki bakat baik, maka ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak
sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu
sendiri.
Pandangan itu tidak menyimpang dari
kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan akan mewarisi
sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan
tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia,
yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta
kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada
yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada
pula yang hanya sampai pada titik tertentu. Misalnya, seorang anak yang berasal
dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman musik yang
mungkin melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah
kemampuan orangtuanya.[2]
Teori
Naturalisme
Naturalisme
merupakan teori yang menerima “nature” (alam) sebagai keseluruhan
realitas. Istilah “nature” telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam
arti, mulai dari dunia fisik yang dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada
sistem total dari fenomena ruang dan waktu. Natura adalah dunia yang
diungkapkan kepada kita oleh sains alam. Istilah naturalisme adalah sebaliknya
dari istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik terhadap alam
dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di atas atau di luar alam ( Harold H.
Titus e.al. 1984).
Aliran
filsafat pendidikan Naturalisme lahir sebagai reaksi terhadap aliran filasafat
pendidikan Aristotalian-Thomistik. Naturalisme lahir pada abad ke 17 dan
mengalami perkembangan pada abad ke-18. Naturalisme berkembang dengan cepat di
bidang sains. Ia berpandangan bahwa "Learned heavily on the knowledge
reported by man's sense". Filsafat pendidikan ini didukung oleh tiga
aliran besar yaitu Realisme, Empirisme dan Rasionalisme. Semua penganut
Naturalisme merupakan penganut Realisme, tetapi tidak semua penganut Realisme merupakan
penganut Naturalisme. Imam Barnadib menyebutkan bahwa Realisme merupakan anak
dari Naturalisme. Oleh sebab itu, banyak ide-ide pemikiran Realisme sejalan
dengan Naturalisme.
Dimensi
utama dan pertama dari pemikiran filsafat pendidikan Naturalisme di bidang
pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu sesuai dengan perkembangan alam.
Naturalisme
dalam filsafat pendidikan mengajarkan bahwa guru paling alamiah dari seorang
anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi naturalis
dimulai jauh hari sebelum anak lahir, yakni sejak kedua orang tuanya memilih
jodohnya. Tokoh filsafat pendidikan naturalisme adalah John Dewey, disusul oleh
Morgan Cohen yang banyak mengkritik karya-karya Dewey. Baru kemudian muncul
tokoh-tokoh seperti Herman Harrell Horne, dan Herbert Spencer yang menulis buku
berjudul Education: Intelectual, Moral, and Physical. Herbert menyatakan bahwa
sekolah merupakan dasar dalam keberadaan naturalisme. Sebab, belajar merupakan
sesuatu yang natural, oleh karena itu fakta bahwa hal itu memerlukan pengajaran
juga merupakan sesuatu yang natural juga. Paham naturalisme memandang guru tidak
mengajar subjek, melainkan mengajar murid.[3]
Teori Konvergensi
Teori ini berasal dari
ahli psikologi bangsa Jerman bernama William Louis Stern. Asumsi teori ini
berdasar eksperimennya terhadap dua anak kembar yang memiliki sifat keturunan
yang sama, namun setelah dipisahkan dalam linkungan yang berbeda anak kembar
tersebut ternyata memiliki sifat yang berbeda.
Teori ini merupakan
teori gabungan (konvergensi) dari teori nativisme dan teori empirisme.
Isi teori konvergensi:
factor pembawaan maupun pengalaman atau lingkungan mempunyai peranan yang
penting dalam mempengaruhi dan menentukan perkembangan individu.
Perkembangan individu
akan ditentukan baik oleh factor yang dibawa sejak lahir (factor endogen)
maupun factor lingkungan, termasuk pengalaman dan pendidikan (factor eksogen).
FAKTOR ENDOGEN
Factor endogen adalah
factor atau sifat yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan hingga saat
dilahirkan (factor keturunan atau factor bawaan). Faktor endogen meliputi
factor-faktor sebagai berikut :
• Factor kejasmanian
Factor pembawaan yang
berhubungan erat dengan keadaan jasmani pada umumnya tidak dapat diubah begitu
saja, dan merupakan factor dasar dalam ciri fisik individu. Factor kejasmanian
misalnya warna kulit, warna dan jenis rambut, rupa wajah, golongan darah, dan
sebagainya.
• Factor pembawaan
psikologis (temperamen)
Temperamen merupakan
sifat-sifat pembawaan yang erat hubungannya dengan struktur kejasmanian
seseorang, yang berhubungan dengan fungsi fsiologik seperti darah,
kelenjar-kelenjar, cairan-cairan lain yang terdapat dalam diri manusia.
Temperamen berbeda dengan karakter atau watak. Karakter atau watak merupakan
keseluruhan dari sifat seseorang yang nampak dalam perbuatannya sehari-hari,
sebagai hasil bawaan maupun lingkungan. Temperamen bersifat konstan, sedangkan
karakter atau watak bersifat tidak konstan, dapat berubah-ubah sesuai dengan
pengaruh lingkungan.
• Factor bakat
(aptitude)
Bakat bukanlah sesuatu
yang telah jadi dan terbentuk pada waktu individu dilahirkan, tetapi baru
merupakan potensi-potensi yang memungkinkan individu berkembang ke suatu arah.
Supaya potensi tersebut teraktualisasikan dibutuhkan kesempatan untuk
mengaktualisasikan bakat-bakat tersebut. Disinilah dukungan lingkungan yang
baik diperlukan dalam perkembangan individu.
FAKTOR EKSOGEN
Factor eksogen adalah
factor yang datang dari luar diri individu, berupa pengalaman, alam sekitar,
pendidikan, dan sebagainya.
Perbedaan antara
pendidikan dengan lingkungan adalah terletak pada keaktifan proses yang
dijalankan. Pendidikan bersifat aktif, dijalankan penuh kesadaran, penuh
tanggung jawab, dan secara sistematik memang mengarahkan pada pengembangan
potensi-potensi atau bakat-bakat yang ada pada individu sesuai dengan tujuan
pendidikan.
Sedangkan
pada umumnya lingkungan bersifat pasif dalam arti bahwa lingkungan tidak
memberikan pengaruhnya secara paksa kepada individu. Lingkungan hanya
menyediakan kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan-kesempatan kepada individu.
Tergantung pada individu yang mau menggunakan kesempatan dan manfaat yang ada
atau tidak. Sikap individu terhadap lingkungan dibagi dalam tiga kategori,
yaitu:
1.
Individu
menolak lingkunagn jika tidak sesuai dengan yang ada dalam diri individu.
2. Individu menerima
lingkungan jika sesuai dengan yang ada dalam diri individu.
3. Individu bersikap
netral atau berstatus quo.
Lingkungan yang memiliki peranan dalam perkembangan individu terbagi dalam beberapa kategori, yaitu:
• Lingkungan fisik ;
berupa alam seperti keadaan alam atau keadaan tanah serta musim.
• Lingkungan social ; berupa
lingkungan tempat individu berinteraksi.
Lingkungan social
dibedakan dalam dua bentuk :
1.
Lingkungan
social primer, yaitu lingkungan yang anggotanya saling kenal.
Konsep Islam.
Pertumbuhan dan perkembangannya yang dialami oleh
manusia sangat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor pembawaan ( warisan ),
faktor lingkungan dan faktor kematangan ( internal ). Dalam proses perkembangan
seseorang, ada beberapa aliran yang menjelaskan tentang teori perkembangan,
antara lain :
1.
Aliran Empirisme
2.
Aliran Nativisme
3.
Aliran Naturalisme
4.
Aliran Konvergensi
Dalam proses perkembangan manusia, islam memiliki
konsep-konsep yang menjelaskan proses tersebut secara gamblang. Konsep-konsep
tersebut antara lain :
a.
Konsep fitrah dalam
diri manusia.
Fitrah merupkan suatu ketetapan
Tuhan bagi setip makhluk-Nya. Tujuan dan jalan hidup manusia ditentukn oleh
Allah SWT, hal ini disebut “ Hidayah Amah Ilahiyah “. Petunjuk yang ditentukan
oleh Allah SWT tidak pernah menyesatkan dan keliru dalam menuntun makhluknya
untuk menenpuh jalan perkembangannya. Dalam Al-Qur”an, secara fitrah manusia
dijelaskan terdiri dari dua bagian : kulit dan isi. Bentuk fisik adalah kulit,
sedangkan akal adalah isi. Akal yang dalam terjemahan Al-Qur’an disebut al-a”ql
dalah potensi dan substansi dalam diri manusia yang dirinya berlangsung
beberapa proses olah pikir, seperti berpikir, mengingat, mengambil iktibar dan
sebagainya.
b.
Konsep warisan dan
Bi’ah ( lingkungan )
Konsep ini menerangkan bahwa keadan
manusia saat ini merupakan pembwaan sejak lahir yang diperoleh dari orang
tuanya. Selain faktor bawaan, perkembangan manusia juga sangat ditentukan oleh
keadaan lingkungan.[5]
Penutup
Kesimpulan
Empirisme
adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil
dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai
suatu doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat
bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal,
melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata,
lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu
yang sesuai dengan pengalaman manusia
Nativisme
berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. Teori ini muncul dari
filsafat nativisma (terlahir) sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan
menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas,
pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Pelopor aliran Nativisme
adalah Arthur Schopenhauer seorang filosof Jerman yang hidup tahun 1788-1880.
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan individu ditentukan oleh bawaan sejak
ia dilahirkan. Faktor linkungan sendiri dinilai kurang berpengaruh terhadap
perkembangan dan pendidikan anak. Pada hakekatnya aliran Nativisme bersumber
dari Leibnitzian Tradition, sebuah tradisi yang menekankan pada kemampuan dalam
diri seorang anak. Hasil perkambangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan
genetik dari kedua orang tua.
Teori konvergensi
merupakan teori gabungan (konvergensi) dari teori nativisme dan teori
empirisme.Isi teori konvergensi: factor pembawaan maupun pengalaman atau
lingkungan mempunyai peranan yang penting dalam mempengaruhi dan menentukan
perkembangan individu.Perkembangan individu akan ditentukan baik oleh factor
yang dibawa sejak lahir (factor endogen) maupun factor lingkungan, termasuk
pengalaman dan pendidikan (factor eksogen).
Naturalisme merupakan teori
yang menerima “nature” (alam)
sebagai keseluruhan realitas. Istilah “nature” telah dipakai dalam filsafat
dengan bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik yang dapat dilihat oleh
manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu. Natura adalah dunia yang diungkapkan
kepada kita oleh sains alam. Istilah naturalisme adalah sebaliknya dari istilah
supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik terhadap alam dengan
adanya kekuatan yang ada (wujud) di atas atau di luar alam ( Harold H. Titus
e.al. 1984).
Dalam proses perkembangan manusia, islam memiliki
konsep-konsep yang menjelaskan proses tersebut secara gamblang. Konsep-konsep
tersebut antara lain :
a. Konsep
fitrah dalam diri manusia.
Fitrah merupkan suatu ketetapan
Tuhan bagi setip makhluk-Nya. Tujuan dan jalan hidup manusia ditentukn oleh
Allah SWT, hal ini disebut “ Hidayah Amah Ilahiyah “. Petunjuk yang ditentukan
oleh Allah SWT tidak pernah menyesatkan dan keliru dalam menuntun makhluknya
untuk menenpuh jalan perkembangannya. Dalam Al-Qur”an, secara fitrah manusia
dijelaskan terdiri dari dua bagian : kulit dan isi. Bentuk fisik adalah kulit,
sedangkan akal adalah isi. Akal yang dalam terjemahan Al-Qur’an disebut al-a”ql
dalah potensi dan substansi dalam diri manusia yang dirinya berlangsung
beberapa proses olah pikir, seperti berpikir, mengingat, mengambil iktibar dan
sebagainya.
b. Konsep
warisan dan Bi’ah ( lingkungan )
Konsep ini menerangkan bahwa keadan
manusia saat ini merupakan pembwaan sejak lahir yang diperoleh dari orang
tuanya. Selain faktor bawaan, perkembangan manusia juga sangat ditentukan oleh
keadaan lingkungan.
Daftar Pustaka
1.
Zulkifli, Psikologi Perkembangan (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2005)
2.
Ahmadi, Abu, Psikologi Perkembangan (Jakarta,
Rineka Cipta, 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar